Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2008

Nominasi Sayembara Puisi Bulan Ini Edisi Februari 2008

Ada beberapa hal yang membuat kami hanya memilih 4 diantara sekian naskah yang terkirim dalam basis data kami. Diantaranya adalah tema naskah yang belum dapat kami masukkan ke dalam kategori "Kemenangan Cinta" dimana tentunya puisi dengan tema ini juga akan memasukkan diksi puisi cinta di dalamnya. Namun bagaimanapun, inilah 4 puisi yang masuk ke dalam nominasi Puisi Bulan Februari 2008 versi Puitika.Net. Batas waktu voting akan ditutup pada tanggal 13 Februari 2008.

Kematian dan Puisi

Pembaca yang budiman, segenap kru Puitika.net mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya H.M. Soeharto , penguasa Orde Baru yang berkuasa selama kurang lebih 32 tahun. Tokoh yang penuh kontroversi atas semua tindak tanduk perilaku dan anak cucunya. Semoga Beliau mendapat tempat yang selayaknya sesuai dengan amal perbuatan Beliau di di dunia. Selama tujuh hari masa berkabung Puitika.net membuka ruang seluas-luasnya untuk pembaca yang budiman yang berani menuliskan kata-kata untuk mantan Presiden RI ke dua. Jika kematian membuat anda berani menuliskan puisi, kenapa tidak berbagi dengan semua.

Tentang Perempuan di Sebuah Kebun

pada remang cahaya kunang-kunang di sebuah kebun ada perempuan berambut panjang dengan mata serupa bulan perempuan itu telah memberiku sebilah pedang ”aku hanya menunggu kau bunuh diri dan menjadi hantu” ujar perempuan serupa dengung kawanan lebah dari dasar lembah ada debar yang menggetarkan tanah kebun ketika perempuan bergegas ke arah malam meninggalkan kebun meninggalkan aku pohon yang sebentar lagi memberinya buah ”aku ingin menua bersamamu dan melahirkan benih baru dari rencana cuaca di pepohonan lain” “aku hanya singgah agar tunai dendam pedang di masa kecilku” November 2007 sajak Fitri Yani

Sajak Fitri Yani

subuh ; a. h “aku ingin sampai kepada lelap maka izinkan aku bermalam di matamu sebelum subuh menjadi dongeng bagi pasukan kabut” perbincangan belum selesai namun kautergesa menemui pagi padahal masih kuhayalkan karam di matamu yang mengandung garam di bibirmu yang berpoles kelam sebab di tubuhku ada sunyi yang melekat menghujat gelap dalam perputaran waktu tapi tak apa! Biarkan kumaknai langit yang masih pekat agar pasukan kabut menjelaskan perkara subuh yang menjadi doa-doa di tubuhmu seperti sebuah perkiraan yang suatu saat berubah menjadi pasti Januari 2008

Surat Cinta Rudy Ramdani

aku tengah belajar lagi mencintaimu, Pur menganggap pertemuan ke sekian ini sebagai perjodohan mencoba lagi mengenal lekuk tubuh dan garis bibirmu meski jejak usia di sepanjang jalan tak juga mengingatkanku pada masa kanak dan riwayat bocah pencari tawa ada yang memang seharusnya hilang sebagai kenang di ruang lengang lama tak jumpa, kulihat kau berhias dipulas cahaya kota nyaris tak kukenali jika saja tak tercium aroma lembab yang ruap seluas kulit tubuhmu itu tak kubawakan apapun dari kota seberang hanya bingkis puisi yang kuharap tak segera jadi basi aku merindumu, seperti kerinduan pada ibu, pada suami ibu, dan saudara yang semakin barat tengah kudekapkan jiwaku pada tanah membaca detak jantung bumi, menebak apa kau sama debarnya dengan kecanggungan ini demi silsilah air di sepanjang genang mata kita ijinkan kusunting dadamu untuk kutata dengan sahaja telah bertanggalan tanggal, waktu laju, tak pernah tinggal jangan katakan usia perpisahan kita melebihi tahun-tahun kesetiaanku pada...

Jika Lelah

Jika kau telah lelah disakiti Menangislah sejenak Kau sedang disayangi Jika kau telah lelah menyakiti Bernafaslah sejenak Kau sedang menyayangi Heninglah dalam damai Diamlah Lalu belajarlah mencinta yang dicipta Atas nama Penciptanya Bukankah terkadang Orang yang sering membuat kita tersakiti Justru yang paling menyayangi Bukankah bukan rahasia lagi Orang yang ingin kita sakiti Kadang juga yang paling kita sayangi (My Empty Boarding School, 2003).

Lintang Sugianto

Lintang Sugianto lahir di Jakarta, 28 April 1969 ( jam 7 malam). Mengecap pendidikan di Arsitektur Landscape Trisakti dan ASMI. Menulis puisi , cerpen dan novel. Beberapa kumpulan puisi yang sudah dibukukan dan diterbitkan seperti Illahi (1998),Pelepah I (1999), Pelepah II (2000), Namaku Perempuan (2006), dan Kusampaikan (2006) . Kumpulan cerpennya, yaitu GWINAR (2003),Orang-orang Kalah (2004),ADIBA (2005), Aku, Anak Matahari (2005) .

Inilah Mau Geranganku

ketenangan diatas laut bersambut anak burung sang pengembara lari tak ada kusut tak ada murung tak ada sedu berapa cinta? kalis... meneguk hasil rasa yang tak terteguk sorak sorai padi-padi aku di mauku aku di surau bukan semut dengan bawaannya jalur baru akan dilalui tanpa ragu dan malu ombak bertanya "ada apa gerangan?" ikan-ikan berenang tak henti dan jawabku "inilah cinta!"

Jam-Jam Gelisah

Orang lebih banyak mengenal Todung Mulya Lubis sebagai pengacara yang sukses ketimbang penyair. Padahal puisi-puisinya telah muncul di media massa pada dekade 70-an, jauh sebelum publik mengenalnya sebagai praktisi hukum. Antologi puisi pertamanya, Pada Suatu Lorong, terbit pada tahun 1968. Ia pun kerap muncul dalam pembacaan puisi dan forum sastra pada masa itu. Aktivitasnya sempat berhenti ketika ia masuk dalam daftar cegah-tangkal (cekal) di era Orde Baru. Kini Todung MUlya Lubis kembali membukukan puisi-puisinya dengan juduk Jam-Jam Gelisah. Refleksi Penulis terhadap kesendirian, politik, kritik sosial, dan perjuangan hidup, tertera pada 52 puisi dalam buku ini.

Sayembara Puisi Bulan Ini Edisi Februari 2008 Telah Dibuka!

Puitika.Net membuka (kembali) sayembara puisi untuk menentukan Puisi Bulan Ini Edisi Februari 2008 Versi Puitika.Net. Kali ini tema yang diambil adalah "KEMENANGAN CINTA" Persyaratan: Panjang naskah maksimal 500 kata Naskah dikirim melalui situs Puitika.Net (masuk log/mendaftar) Pengiriman naskah paling lambat tanggal 25 Januari 2008 Peserta diharapkan telah mengisi biodata dengan lengkap pada Profil Pribadi (masuk log/mendaftar) Editor akan memilih 10 puisi untuk dipilih langsung oleh pembaca Puitika.Net. Puisi dengan suara terbanyak secara aklamasi akan menjadi Puisi Bulan Ini (Puisi Bulan Ini Edisi Februari 2008). Puitika.Net menyediakan hadiah menarik bagi pemenang pertama, paket buku puisi dan piagam dari Puitika.Net. Tersedia juga hadiah menarik buat pengirim dukungan yang akan diundi oleh pihak panitia. Periode Pengiriman s/d Pengumuman Pemenang Batas kirim naskah : 25 Januari 2008 Pengumuman Nominasi : Paling lambat 28 Januari 2008 Masa Voting : Pengumuman Nominasi -...

Sajak-sajak ANDA S

Dua Kereta Melaju ─Fadlillah trik, trak, dua kereta melaju memburu sepasang simpang membawa sepasang tahun, sepasang masa menuju sepasang arah yang gerah di titik ragu kita melepasnya dari titik terbimbang kita tak pernah benar-benar percaya pada asal, segala misal dua kereta melaju sambil membayangkan sebentang jalan dan sebuah ujung, sebuah mesti yang tak bisa diterka lalu kita benar-benar termangu di sebuah percabangan arah kita mesti melepas asal menuju segala misal Kandangpadati, 2008 Sebatang Duri Nyisip sebatang duri nyisip seperti mimpi usang di malam pengantin yang sepi sebentang mimpi pecah seperti duri di ranjang pengantin yang nyaksi Kandangpadati, 2008 Ketika Pergi seperti angin kau menari dengan tubuh perdu kau meliuk dicakar duri sedang aku, tubuh tangkai yang kaku ditikam mimpi Kandangpadati, 2008 Kapan Pelupuk Itu Pejam kapan pelupuk itu pejam duh, rinai di siang terik kantuk bagai ingin menari siapa yang berjalan pergi meninggalkan gerbang, menjauhi doa-doa yang ter...

Kabar Terkubur

;rindu kemenakan jauh sebelum rumput liar ditimbuni tanah merah di kepalamu telah aku eja serumpun makna walau tak bersua kita pernah berdua mengekori apa maunya abad, pun jua tersesat saat mengejar kilat air yang coba beramah tamah di padang pasir jauh sebelum rumput liar ditimbuni tanah merah di kepalamu telah kau pahat sendiri rupa nisan sehabis mengkhatamkan sunyi ‘jadilah superman.” katamu ketika kumenangis pulang sekolah. dan kau menyanyi lagu lawas aku terlalu kepompong untuk meraba makna yang tak bersua kemenakan rindu kau jinjing, mak namun pangku pupus jinjingan retak tongkat tertanam dimakan rayap dan kau pulang tak bilang-bilang dalam igau rindu ku pajang jauh sebelum rumput liar ditimbuni tanah merah di kepalamu kusimpul saja makna baku: sebuah bantal selimut tebal susu kental lebih ku kenal ketimbang menghafal sesal tentang matahari yang padam di tungku api—lagi kau tangisi kubilang aku terlalu kepompong untuk meramu madu dan mengasah pilu setajam paku kaulah yang urung b...

Pemenang Puisi Bulan Ini Edisi Januari 2008 Versi Puitika.net!

Puitika.net mengucapkan terimakasih atas partisipasi pembaca atas kesediaannya menjadi bagian dari proses pemilihan Puisi Bulan Ini. Proses voting ini kami pilih sebagai bentuk penghargaan kami kepada pembaca untuk turut serta memilih puisi yang paling baik menurut anda semua. Setelah proses pemilihan puisi dari 120 puisi yang masuk sebagai peserta kami memilihkan 10 puisi yang menjadi Nominasi Sayembara yang telah anda baca. Berikut Jumlah dukungan untuk setiap masing-masing nominasi: Puisi: Untuk Semua, Milik Semua 1 pemilih Mengantar Emak Pulang 0 pemilih Yang Tak Selesai 2 pemilih Selepas Gerimis, Benih-Benih Pelangi Tumbuh Di Jemari Ibu 2 pemilih Siluet Senja 2 pemilih Kabar Terkubur 5 pemilih Di Pantai Paradoksal 4 pemilih Hartati 1 pemilih Untuk Budhe 2 pemilih Sajakku 3 pemilih Berdasarkan suara yang masuk ke database Puitika.net maka terpilihlah puisi dengan judul "KABAR TERKUBUR" karya Arif Rizki dari Padang sebagai pemenang Puisi Bulan Ini Edisi Januari 2008 ve...

Dari Jalanan

Dari jalanan ketika kau bekerja cuma dibayar dengan berita dan terpaksa pulang dengan persiapan berkelai dengan istri dari jalanan pula aku mainkan yang bisa dan sesekali menghitung siapa yang telah menembak tubuhku lewat balik jendela lalu aku pun mati dan bangkit lagi bangkit dan mati lagi, mati dan bangkit lagi lagi tanpa tahu siapa berkuasa atas kejadian itu sebab ketika tepat di depan pintu rumah istriku pun telah menyiapkan selembar kafan putih bertulis : "Kami telah putuskan untuk memotong alat kelamin suami-suami kami, yang telah membikin kami bolak-balik melakukan abortus!" dari jalanan aku kuburkan potongan alat kelaminku dan mayat anak-anakku. Dari jalanan pula aku mainkan yang bisa: "Berlari dan makin berlarian," Gresik, 1994 Puisi H.U. Mardi Luhung diambil dari Antologi Puisi "Terbelah Sudah Jantungku"

Bapakku Telah Pergi

Bapakku telah pergi menemui pembakaran ruang suci tempat selesaian tapi ekor-ekor yang ditinggalnya membelit tubuhku menciptakan jarak, yang diujungnya masih dipegangnya batasnya tak teraba maka jadilah itu hantu Bapakku telah pergi, memang tapi hantunyanya itu demikian kuat demikian mendesak sampai bagian dalam tubuhku bergetar, berpusar, seperti tubir, seperti gerigir si sayap-sayap tembikar yang selalu melipatiku seperti melipati ladang-ladang itu tanah harapan, dimana aku telah menyerahkan kesetiaan bangkit dan runtuh, runtuh dan bangkit dan gelembung yang bugil lewat dua puluh jari aku pahit . Kuberi mata, mulut, telinga, hidung, dan organ lalu beberapa kata. "Hantu tadi," lalu beberapa ekor. "Ujungnya di Bapak," lalu sebuah meja, payung dan kursi "Selamat datang," kataku aku dan gelembung pun saling berkata dan saling terbuka seterusnya sebuah percakapan demikianlah asal-mula aku membikin sebuah lahan di gelembung demikianlah seterusnya aku mengada s...

Penganten Pesisir

Aku datang dalam seragam penganten pesisir seperti arak-arakan masa silam jidor, kenong, terbang, lampu karbit mengiring di depan para pesilat bertopeng monyet, celeng, macan dan juga kancil berjumplitan mercon sreng sesekali mewarnai langit aku datang dalam muasal bercinta seperti dulu ketika sama-sama punya pagi sama-sama mengumpulkan telur-telur sembilang lalu dikeringkan kemudian digoreng ketika senja menyelinap di jajaran macapat-macapatmu yang kini tinggal bisik dan tahukah kau paling aku benci? adalah ketika kita sama-sama ke sekolah dan sama-sama disebut : "Orang Laut," orang yang dianggap sangat kosro kurang adat dan keringatnya pun seamis lendir kakap yang sebenarnya sangat mereka sukai aku datang dalam itikad berumah tangga melengkungkan janur, membikin primbon bahagia dan mengharapkan lahirnya bocah-bocah pantaimu tapi, seperti juga mercu suar yang kini tinggal letak dan para nelayan kehilangan jaring dan perahu adakah masih sempat kita lakukan persetubuhan ombak ...

Ziarah Ke Reruntuhan Makammu

"Apa yang bisa aku baca dari reruntuhan makammu yang kini tinggal lubang kakusnya itu, " negitu akhir puisi yang aku tulis persis ketika waktu sampai titik dan tubuhku meleleh demikian cepat ziarah itu, ya, ziarah ke reruntuhan makammu itu ternyata tak aku gerayangi sejak mula. Yang aku bayangkan: "Seorang lelaki tua, berbaju terusan, berterompah kulit semakan, dan selalu memintal tasbih antara atas antara bawah," seperti asap yang digertak angin, kesaput batu-batuan berlumut, undak-undakan kelabu, yang aku rasa; lebih mirip gergaji daripada sesaji dan dunia sana, duniamu tempo dulu yang berbinar oleh umbul-umbul, kuda-kuda dan para syuhuda jadi keceblong-keceblong yang rasanya begitu gerah untuk metamorfosa apalgi memahat perjamuan antara aku dan kau : "Pertemuan antara pencari dan yang dicari," "Tapi , apakah memang mataku yang terlalu waras sehingga tak sanggup menangkap ketakwarasan ini?" Akh, aku pun cuma bisa kembali membacai apa yang ada d...

Kerajaan Pemabuk

Meja persegi berpelitur separoh, tuak dan tambul berdetak. Sambil ngelindur, kita lihat bulan lorotkan engselnya: "Ini malam kerajaan pemabuk!" setelah itu, kau terus terbang ke sorga atau justru aku yang terkapar di kolong-kolong ini memang sudah amsalnya seperti amsal bumi yang ringsek. Sebab, terlalu lama menanggung beban keberanak-pinakan yang tak terduga: "Tapi, mengapa selalu saja kau ilusikan kebun-kebun bening di ubun-ubunku. Padahal, itu kau tahu cuma batok berkarat?" mungkin, ya, mungkin saja, kau kelewat akrab dengan pil-pil, sampai lupa pada apa yang kau lihat : "Apakah aku daging atau lanskap, belulang-air atau tata-kota?" yang melulur lewat kantong-garba, diselup di tiap selangkang neon, yang persis diantara moncong-murnya seseorang yang telah ketemu Maut, masih merasa sangat sayang atas gemerincing-recehan dan : "Oh, kemamang, kemamang, pemberhentian, hunus saja pedangmu untuk ilusinya itu, " ilusi yang membuat siapa saja untuk sal...