Langsung ke konten utama

Penganten Pesisir

Aku datang dalam seragam penganten pesisir
seperti arak-arakan masa silam
jidor, kenong, terbang, lampu karbit mengiring

di depan para pesilat bertopeng monyet,
celeng, macan dan juga kancil berjumplitan
mercon sreng sesekali mewarnai langit

aku datang dalam muasal bercinta
seperti dulu ketika sama-sama punya pagi
sama-sama mengumpulkan telur-telur sembilang

lalu dikeringkan kemudian digoreng
ketika senja menyelinap di jajaran
macapat-macapatmu yang kini tinggal bisik

dan tahukah kau paling aku benci?
adalah ketika kita sama-sama ke sekolah
dan sama-sama disebut : "Orang Laut,"

orang yang dianggap sangat kosro
kurang adat dan keringatnya pun seamis
lendir kakap yang sebenarnya sangat mereka sukai

aku datang dalam itikad berumah tangga
melengkungkan janur, membikin primbon bahagia
dan mengharapkan lahirnya bocah-bocah pantaimu

tapi, seperti juga mercu suar yang kini tinggal letak
dan para nelayan kehilangan jaring dan perahu
adakah masih sempat kita lakukan persetubuhan ombak

sementara itu, kertas-kertas kwitansi
telah mengubah sperma-sperma kita menjadi
lumut-lumut yang entah siapa panggilannya ..

Gresik, 1993

Puisi H.U. Mardi Luhung diambil dari Antologi Puisi "Terbelah Sudah Jantungku"

Komentar

  1. ada resah berkerubung
    saat asa tak sempat ditanak

    kenapa pula gamang
    mesti rela dipikul

    akulah.. orang hilir..
    biar hidup serasa garam

    meriak air ,meriak air
    mencipta gelombang

    BalasHapus
  2. dan tahukah kau paling aku benci?
    adalah ketika kita sama-sama ke sekolah
    dan sama-sama disebut: "Orang Laut,"

    orang yang dianggap sangat kosro
    kurang adat dan keringatnya pun seamis
    lendir kakap yang sebenarnya sangat mereka sukai

    Wah, sangat tidak liris. Aku suka sekali. Soalnya, puisi Indonesia sudah amat dibejibuni puisi model liris.

    BalasHapus
  3. rossy29860@yahoo.com30 September 2009 pukul 04.22

    Ada kerinduan pada masa silam lewat flashback pada bait2 puisinya,suasana pesisir yg sangat kental dan begitu hidup.juga seni tradisi yg kini tlh hilang sprti pencak silat yg diiringi tabuhan jidor.adi merasa kehilangan nuansa masa kclnya karena kwitansi telah merubah sperma jadi lumut,apakah adi masih bisa bersetubuh dg ombak?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007