Jam-Jam Gelisah
Todung Mulya Lubis
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Cetakan I, Desember 2006
60 Halaman
ISBN 979-22-1347-3
Jam-Jam Gelisah
langit yang murung
bagai ibu tua mau menangis
sementara kokok ayam melangit
kenapa lupa dan penuh senyap
- jam sembilan pagi
lalu bisu melintas dalam
harap yang hampa
satu-satu bintang jatuh
semakin murung langit
-jam sebelas siang
matahari belum datang
kenapa lupa?
1968
Ranjang
Sebuah dermaga
di mana rindu
dilabuhkan
Sesudah itu
perahu berlayar
beberapa bulan
1971
Oslo
angin kencang memukul-mukul jas
dan dasiku. aku kedinginan.
langkahku cepat bergegas menuju
tempat pertemuan. aku berpacu dengan
bis dan kereta api kota, taksi, sepeda, dan
pejalan kaki. tidak ada tabrakan. tidak ada
klakso. tidak ada hiruk pikuk
kenapa semua bisa berdamai?
kenapa bis, taksi, dan sepeda bisa
berdampingan dan bersahabat
di jalan yang sama?
dari Storgatan ke Karl Johans Gate
aku termangu-mangu memandang rumah
dan toko. cat yang mengelopak seperti
menjelaskan usia dan derita
betapa angin dan hujan mendera mereka
sepanjang jaman. Betapa dingin, ah
aku pun ingin segera sampai ke tujuan
aku ingin segera sampai ke tujuan
aku ingin segera bertamu ke kamar
yang bertuliskan "Gentleman"
1995
Engkaukah yang Membisikiku?
Sedetik barangkali Engkau mencuri tidurku
sekitar jam empat siang kala kumenyerah
pada lelah. Perjalanan pikiran yang mencari
pegangan dan kebearan terus tak pernah padam.
Aku bingung dengan semua kejadian
yang menakjubkan yang aku tak bisa bayangkan.
Aku bingung dengan langkah waktu yang melompati jaman.
Orang tak lagi bernama. Orang tak lagi membaca kitab.
Orang tak lagi memelihara kiblat.
Orang kembali memuja berhala dan dirinya.
Tapi ajaran agama diumbar di mana-mana, dan
orang berlomba ke gereja dan mushola.
Tapi berhala ada di hati mereka.
Tanah-tanah rakyat tak diakui meski nenek moyangnya
yang merambah hutan dan rawa jaman dulu kala.
Laut Jawa juga semakin sempit bagi orang-orang Madura
karena ada kapal-kapal besar bersenjata.
Kaki lima juga diseret ke sana keamari
oleh Kamtib berseragam putih.
Manusia semakin tak bertanah dan berumah.
Ada apa dan kenapa orang jadi lupa.
Angin siang yang kering lewat begitu saja.
Jawaban tak terdengar sampai aku malas bertanya.
Itu
tak
tak
tak
tak mulia,
bisik suara seketika
Aku mencari suara itu, aku rindu suara itu.
Engkaukah itu?
1997
Senggama
rindumu rinduku bersekutu mengejar waktu
birahimu birahiku menggapai menyatu
nafasmu nafasku jatuh satu-satu
berserakan dalam kelambu
tertahan kata di tenggorokan
bersapaan kita lewat mata
bersebelahan berdekapan
bertaut dalam gelap malam
2003
Komentar
Posting Komentar