Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2008

Sebatang Akasia Di Sebuah Taman

Kenapa kaubiarkan sebatang pohon itu, menantang langit sendirian? Angin-angin gemar meruntuhkan hijau daun dari tangkai, hingga setiap hari, tubuhnya harus merasakan kepergian dan ditinggalkan. Tetapi, setiap ada yang gugur dari dahan-dahannya yang tak seberapa, ada saja yang menunas kemudian tumbuh. Daun-daun muda bersemi, berdesiran dan berayun-ayun. Apabila langit sedang berbaik budi, maka ia akan menurunkan hujan. Butir-butir air akan menetas di tubuh daun itu, menguncup, jatuh ke tanah. Setelah usai, langit akan cerah, maka akan kaulihat dari kejauhan, betapa sisa hujan di daun-daun itu berkilauan, seperti intan pada mahkota raja. Seperti samudera dengan bayang-bayang matahari senja. Ada baiknya kautanam kembang hias di sekitar pohon itu. Agar ada yang menemaninya setiap kali kesakitan melepas demaun. Rapatkan pula sebuah bangku panjang, agar ada yang singgah; mungkin kawanan angsa atau gereja, berbagi perih dan rayuan, sambil menyimak cuaca yang berubah-ubah. (Desember, 2008)

Zahwa

Zahwa Kupikir, aku tak kan singgah di rumahmu, di awal kedatanganku... Dulu, acap kuterjemahkan wajah-wajah perempuan. Seperti peramal-peramal yang pandai menebak takdir dari garis tangan. Tapi ketika bersamamu, aku hanya menjelma air sumur yang meluap menuju siring. Memuntahkan gelisah yang terlunta. Akan ke mana kita sore ini, Zahwa? Kau tersenyum... Disitulah aku mulai bisa menentramkan pertanyaan-pertanyaan kaku untukmu— kebun-kebun yang gaduh oleh angin, perlahan berhenti. Mungkin sempat terlintas di benakmu, yang mana kauisyaratkan dengan sekilas tatap. Ada keheningan di binar wajahmu: seperti hutan-hutan di pagi hari yang lembab oleh embun. Di dalam matamu, kaugantungkan tanda-tanda yang bebas untuk kutafsirkan. Menggugus, membentuk pusaran di dada. hal apa yang bisa mempertemukan kau dan aku kembali, sayang? Sementara itu, angka-angka pada jam tangan, membesitkan sebuah janji. Betapa kauakan hilang setelah tikungan pertama, dan akan lebih hilang lagi setelah kutemui bukit-bukit...

Berakar Legam

Bangunan kata-kata dalam kepalamu kokoh menjulang menikam menara sepi berakar legam pada janggutmu coba menembus dimensi tak tertandingi. Apalagi yang tak kau yakini selain susunan huruf-huruf telunjuk pada Matahari yang kau cengkeram dan lemparkan dengan membabi buta. Sedangkan cahaya matahari dalam dadamu tak kau hirau untuk menerangi jiwa menuju Matahari. Sampai kapankah kau biarkan ketenangan kami mengalir sewajarnya tanpa riuh riak dan kecipak ombak oleh lemparan kata-kata dan sorot tajam matamu. Maret 2008

Menopengi Senja

Aku mencintai senja serupa istriku mencintai kekasihnya merindukannya dian-diam selayak bulan yang malu pada punguk Bagaimana Tidak! Pesonanya membuka mataku dari kesilapan siang Auranya menysejahterakan emosi paling pasir pada padang dengan bijaksana Seluruhku tercuri sejak kali pertama ku menopengi senja Banjarnegara, 2008

Membuat Sajak kilat

Lamuk menggantung memangku mendung gelap Tak ada kulihat ruang untuk bintang berjenjang Angin malam berhembus membawa sejuta roh dingin menembusi tulang... Sementara katak bernyanyi menyambut kilat yang menyambar-nyambar lalu lenyap di ujung penaku menjadikannya berlembar sajak kilat Banjarnegara, 2008

Cinta Sebenarnya Cinta

Di dalam hutan dia berpetualang Menemukan sisa cintanya yang gundul Dari pohon-pohon yang sudah gersang Di dalam napasnya daun-daun yang enggan mekar Di kelupasnya air kasih yang menetes lamban Selamban gerakan matanya menatap sunyi Di dalam lautan dia menyelami Kedalaman cintanya yang telah tercemar Karbondioksida, limbah pabrik, lumpur hitam Dari kepekatan yang mengelam Di dalamnya, udang-udang dan mahluk dasar lautan Hanya dapat kelimbungan mereguk kematian Karena ulah napsu tak mengenal cinta kasih Hanya dia yang mampu bertahan hidup Untuk sejuta tahun mendatang Dalam petualangan dan penyelamannya Sampai ke dasar ketulusan dan keikhlasan Karena dia telah memahami cinta sebenarnya cinta Depan Laptop (PTK), 24032008

Makanan Tradisional Kita

: Salam kenal buat Zizie Alie (Sastrawan Malaysia) Seuntai kata dalam kesederhanaan Bergerak perlahan-lahan mengambil hari Untuk dijadikannya matahari diri Dan bersama kebersahajaan yang ada Mereka mengunyah sirih dan pinang Yang telah tersedia rapi di lumpangan Sehingga liur kenikmatan mereka berbaur merah ”Gurih. Nikmat sekali.” ”Sungguh sedap makanan tradisional kita ini.” Balber, 140032008

Ayah

AYAH di ritmis satu satu desah nafasmu rinaiku tetap yang dulu membiru menyuara membahana dilangit jiwa menahan arak awan terjatuh titik rintiknya di perih sayatsayat keriput kulit tubuh dan keras hatimu aku turut menyemainya mengharu biru dalam polah kata dan sorot mata tak berasa semeskipun semesta cinta seringkali hadir di badai kata di alir air duka sudutsudut matamu aku tetap mengeja menyala membara merisau masa depan semua merenda segunung asa di tiada daya kini di hening duduk diamku aku menoreh semua warna berasa menuai pelangi senja mewujud indah bagi jiwa jiwa mencinta kini di puji puja siang malamku aku melafal mantra berasa menyatu dalam dukalara membias sirna dalam rela Bojonegoro, Juli 2007

Nominasi Sayembara Puisi Bulan Ini Edisi Maret 2008

Pembaca yang budiman, kami mengetahui bahwa banyak diantara kalian yang sudah tidak sabar menunggu puisi-puisi yang akan menjadi nominasi Sayembara Puisi Bulan Ini Edisi Maret 2008. Kami meminta maaf atas keterlambatan kami. Berikut puisi-puisi yang menjadi nominasi tersebut. Pilihlah puisi yang menjadi favorit anda dan ajak teman-teman anda untuk ikut berpartisipasi. Selamat memilih ! Catatan: Perlu masuk log untuk melakukan voting.

Musyawarah Dewan Kesenian Se Jawa Timur

Musyawarah Dewan Kesenian se Jawa Timur akan diadakan pada tanggal 28-29 Maret 2008 di Hotel Victory Batu. Setiap dewan kesenian di Jawa Timur akan diwakili 2 pengurus sebagai utusan resmi. Selain mengagendakan laporan kegiatan pengurus Dewan Kesenian Jawa Timur di bawah komando Bapak Setya Yuwana Sudikan, akan dipilih pengurus DKJT baru. Jika Anda berminat menjadi pengurus DKJT silakan mengisi formulir pencalonan. Informasi selengkapnya silakan kontak:Bapak Meimura 081 830 1252.

Rindu Saya pada Puisi Lampung

bejuta hanipi ngeringkol dilom hati: "jadikon hurikmu ngedok reti jama niku, ulun tuhamu, rikmu jama sapa riya!" "APA artinya," tanya Pak Dian Komarsyah, pembimbing saya ketika membaca bait puisi ini dalam lembar halaman motto di skripsi berjudul "Hubungan Komitmen dengan Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil" sebagai tugas akhir di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung (1996). Pak Dian wajar tidak mengerti petikan sajak Kehaga I (Damba I) yang saya cantumkan itu karena ia memang tidak beretnis Lampung. Dan, saya juga yakin meski sudah lama di Lampung, dia sangat jarang mendengar orang bertutur dengan bahasa Lampung. Tapi, yang terjadi ini: Ayah-ibu saya Lampung yang paseh berbahasa Lampung. Tapi, saya tidak bisa berbahasa Lampung. Di rumah sehari-hari berbahasa Indonesia. Dan, saya tengah memperdalam kemampuan berbahasa Inggris saya. Ah, itulah yang terjadi pada anak saya, keponakan-keponakan saya, dan beberapa generasi tahun 1980-an hingg...

kitab dusta

Kitab Dusta baiklah, kita catat dusta sebagai pengganti sabda tuhan, sebab akibatakibat kelahiran manusia pertama yang rusuknya bermetamorfosa menjadi eva, tak lagi menggairahkan untuk dibacakan di atas jembatan, seperti kita meneriakkan sajaksajak mutakhir yang melilin. walau kerap gerimis pun meleleh pada angkuhku yang biru dan menyeretku ke laut; meniadakan kehangatan, mengusir kupukupu bersayap loreng yang hendak menginap di kamar pengantin kita. tapi kelopak matamu tak mekarmekar, padahal dusta kita belum usai, belum sampai ke palung terpahit, dan kupukupu tak jadi terbakar di matamu. maka bangunlah mencusuar atawa istana pasir dari rajutan jiwa kita yang carutmarut, sekadar untuk menyorot kapal tanpa nahkoda, sepi penumpang pula, agar tak terisap pusar arus atawa tertelan kerongkong kabut. lantas kita dustai segala, pun kitab dusta yang kita bikin. (2007)

Pembenahan Surat-E di Puitika.Net

Kami sempat memeriksa beberapa (bahkan banyak) dari pengguna yang tidak masuk log setelah melakukan registrasi ke puitika.net. Awalnya kami kira hal tersebut memang berasal dari unsur pendaftar tersebut yang tidak ingin masuk log ke puitika.net. Namun belakangan kami melakukan ujicoba registrasi ke alamat yahoo, ternyata memang selalu saja pengiriman surat-e verifikasi tidak tersampaikan. Pernah juga ada seseorang yang mengirimkan sms ke nomor CareLine kami mengenai hal ini. Awalnya kami anggap ini hanya sebuah kasus dimana hanya beberapa orang saja yang mengalami penundaan pengiriman surat-e verifikasi. Untuk semua kelalaian yang terjadi mengenai hal ini kami sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Sejak hari ini kami berharap permasalahan seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari. Untuk selanjutnya, bagi yang sudah pernah melakukan registrasi namun belum mendapat kiriman surat-e konfirmasi, Anda dapat mengakses halaman "Lupa Sandi" dan tuliskan alamat surat-e...

Siapa Bisa Melawan Rindu

Koleksi 11 puisi Dedi Sudarya : 1. Sebuah Pertanyaan Tentang Cinta 2. Kemarau Kali Ini 3. Ibu 4. Cinta Matahari 5. Kantata, Pada Pagi Yang Pertama 6. Permintaan 7. Mari 8. Sebuah Senja 9. Siapa Bisa Melawan Rindu 10. Sebuah Timbangan 11. Ning, Usah Terluka

Aku Pernah Melihat Ketakutan

Tahukah engkau apa itu takut Pernahkah engkau mendengar tentang ketakutan Aku pernah melihatnya sekali. Ketika orang-orang Aceh berlari terseret-seret dengan seratus ribu kebingungan sambil menjinjing harta seadanya dan menggendong Cut Nya' Dien-Cut Nya' Dien kecil yang menangis karena suara letupan bedil Tak bisa kubedakan. Mana air mata mana air darah mana air kencing mana air tanah mana air liur mana air sungai mana air mani mana air hujan Sebab semua air seketika menjelma menjadi kuburan Aku pernah melihatnya sekali. Ketika anak-anak Timor terbirit-birit bersembunyi dibalik dinding-dinding gereja dan pepohonan dengan keringat disekujur badan sambil memeluk buku sekolah dan bibel di dada Melihat abangnya saling bunuh hanya karena kata-kata pro integrasi pro kemerdekaan Tak bisa kubedakan. Mana adiknya mana abangnya mana bapaknya mana kakeknya mana pamannya mana tentaranya mana pendetanya mana kyainya Sebab semua orang seketika berubah menjadi Hercules Engkau tahu apa itu tak...