SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...
Terus kenapa jika bulan berdarah, sunyi kembali, lalu mengerat jiwa sekarat? Apa ada masalah dengan peristiwa itu?
BalasHapusmenariknya adalah.... anda mempertanyakan hal itu. artinya ada sesuatu yang menarik :D
BalasHapuskamu ga ngrasa judul kamu aneh? kalo isi puisinya bagus
BalasHapusMemang. Yang menarik adalah saya. Bukan puisinya...
BalasHapusBersikap obyektif lah... Dalam puisi tersebut hanya menampilkan lanskap. Apakah puisi hanya sebatas lanskap?
Kiranya, harus dibedakan antara 'masalah' yang terkandung di puisi dan 'masalah' yang dialami pembaca (jika pertanyaan saya dianggap sebagai masalah).
Puisi kan sifatnya personal, maka, yang menulis dan yang mengomentari, sah2 aja lah saling beradu argumen dan interpretasi, asal jangan saling sikut saja.
BalasHapusSalam
Terima kasih atas semua komentarnya :),benar kata bung Ariss kalo tiap orang punya interpretasi yang berbeda atas sebuah puisi. saya sendiri baru belajar dan bukan pakar dalam perpuisian, dan saya baru tahu apakah memang puisi itu harus obyektif ??!!?!
BalasHapuskayanya gaya puisinya kamu ngikutin sutardji ya?
BalasHapuskamu suka ya?
tapisaya nga dapat arti dan kesan dari puisi ini. maap...
saya tidak merasa gaya puisi saya seperti sutardji,hehehehe.. :)
BalasHapussoal tidak dapat arti dan kesan tidak apa-apa :D
kayaknya yg nulis lagi merana, lagi kesepian banget tuh !
BalasHapusYang namanya puisi jenis begini, ga usah ditanya maknanya kan..
BalasHapusDari kilasan-kilasan yang dibentuk oleh kata-kata dalam tiap lariknya sudah jelas menggambarkan sebuah suasana yang tidak mengenakan..
Puisi ini sudah tergolong baik...
Bulan adalah hiasan malam, bukan substansi utama dari keberadaan malam, malam akan tetap ada meskipun tanpa bulan.
BalasHapusSilahkan bulan berdarah atau juga sekarat, malam tak akan rebah.
-------------------------------------------------------------------------------------
aku saja
bukan kau atau dia
hanya aku
ya, aku saja
Bulan adalah hiasan malam, bukan substansi utama dari keberadaan malam, malam akan tetap ada meskipun tanpa bulan.
BalasHapusSilahkan bulan berdarah atau juga sekarat, malam tak akan rebah.
-------------------------------------------------------------------------------------
aku saja
bukan kau atau dia
hanya aku
ya, aku saja
Bulan adalah hiasan malam, bukan substansi utama dari keberadaan malam, malam akan tetap ada meskipun tanpa bulan.
BalasHapusSilahkan bulan berdarah atau juga sekarat, malam tak akan rebah.
-------------------------------------------------------------------------------------
aku saja
bukan kau atau dia
hanya aku
ya, aku saja
puisi mmg personal, tp alangkah baiknya jk kt bs membuat puisi sekaligus sebagai media unt menyampaikan kebaikan2 unt org lain. Paling tdk org lain jg bs menikmati isi dr puisi tsb. kalo yg tau isinya cm si pembuat puisi itu yaa...mending ga usah di publish ajah. tulis aja di diary si penulis itu sendiri.org lain gak usah dikasi tau.ok
BalasHapusPuisi ini amat misterius baik maknanya maupun pengekspresiannya. Namun, kemisteriusan itulah yang menjadi keindahannya.....
BalasHapusApa maknanya, untuk siapa ditulis, atau untuk apa ditulis tak perlulah kita persoalkan...... biarlah sang penyair menyimpan rahasianya.....
karena sesuatu yang menjadi rahasia terkadang harus dibiarkan tetap menjadi rahasia..........
ketika membaca puisi ini saya teringat akan peristiwa "malam berdarah" di Perang Sekigahara (salah satu episode dalam roman "Musashi" karya Eiji Yoshikawa)
akhir kata, biarlah rembulan berdarah........
unsur magisnya mana?! judulnya dah keren kok.
BalasHapus