Langsung ke konten utama

Bulan berdarah

ketika bulan berdarah
malam pun rebah
di tanah basah
sunyi merambat
serupa karat, mengerat
jiwa sekarat

-rid-0308
insprd: Ketika Bulan Berdarah (drama teater),by L. Axsel Galatang

Komentar

  1. Terus kenapa jika bulan berdarah, sunyi kembali, lalu mengerat jiwa sekarat? Apa ada masalah dengan peristiwa itu?

    BalasHapus
  2. menariknya adalah.... anda mempertanyakan hal itu. artinya ada sesuatu yang menarik :D

    BalasHapus
  3. kamu ga ngrasa judul kamu aneh? kalo isi puisinya bagus

    BalasHapus
  4. Memang. Yang menarik adalah saya. Bukan puisinya...

    Bersikap obyektif lah... Dalam puisi tersebut hanya menampilkan lanskap. Apakah puisi hanya sebatas lanskap?

    Kiranya, harus dibedakan antara 'masalah' yang terkandung di puisi dan 'masalah' yang dialami pembaca (jika pertanyaan saya dianggap sebagai masalah).

    BalasHapus
  5. Puisi kan sifatnya personal, maka, yang menulis dan yang mengomentari, sah2 aja lah saling beradu argumen dan interpretasi, asal jangan saling sikut saja.

    Salam

    BalasHapus
  6. Terima kasih atas semua komentarnya :),benar kata bung Ariss kalo tiap orang punya interpretasi yang berbeda atas sebuah puisi. saya sendiri baru belajar dan bukan pakar dalam perpuisian, dan saya baru tahu apakah memang puisi itu harus obyektif ??!!?!

    BalasHapus
  7. kayanya gaya puisinya kamu ngikutin sutardji ya?
    kamu suka ya?
    tapisaya nga dapat arti dan kesan dari puisi ini. maap...

    BalasHapus
  8. saya tidak merasa gaya puisi saya seperti sutardji,hehehehe.. :)
    soal tidak dapat arti dan kesan tidak apa-apa :D

    BalasHapus
  9. kayaknya yg nulis lagi merana, lagi kesepian banget tuh !

    BalasHapus
  10. Yang namanya puisi jenis begini, ga usah ditanya maknanya kan..
    Dari kilasan-kilasan yang dibentuk oleh kata-kata dalam tiap lariknya sudah jelas menggambarkan sebuah suasana yang tidak mengenakan..
    Puisi ini sudah tergolong baik...

    BalasHapus
  11. Bulan adalah hiasan malam, bukan substansi utama dari keberadaan malam, malam akan tetap ada meskipun tanpa bulan.

    Silahkan bulan berdarah atau juga sekarat, malam tak akan rebah.

    -------------------------------------------------------------------------------------

    aku saja
    bukan kau atau dia
    hanya aku
    ya, aku saja

    BalasHapus
  12. Bulan adalah hiasan malam, bukan substansi utama dari keberadaan malam, malam akan tetap ada meskipun tanpa bulan.

    Silahkan bulan berdarah atau juga sekarat, malam tak akan rebah.

    -------------------------------------------------------------------------------------

    aku saja
    bukan kau atau dia
    hanya aku
    ya, aku saja

    BalasHapus
  13. Bulan adalah hiasan malam, bukan substansi utama dari keberadaan malam, malam akan tetap ada meskipun tanpa bulan.

    Silahkan bulan berdarah atau juga sekarat, malam tak akan rebah.

    -------------------------------------------------------------------------------------

    aku saja
    bukan kau atau dia
    hanya aku
    ya, aku saja

    BalasHapus
  14. puisi mmg personal, tp alangkah baiknya jk kt bs membuat puisi sekaligus sebagai media unt menyampaikan kebaikan2 unt org lain. Paling tdk org lain jg bs menikmati isi dr puisi tsb. kalo yg tau isinya cm si pembuat puisi itu yaa...mending ga usah di publish ajah. tulis aja di diary si penulis itu sendiri.org lain gak usah dikasi tau.ok

    BalasHapus
  15. Puisi ini amat misterius baik maknanya maupun pengekspresiannya. Namun, kemisteriusan itulah yang menjadi keindahannya.....
    Apa maknanya, untuk siapa ditulis, atau untuk apa ditulis tak perlulah kita persoalkan...... biarlah sang penyair menyimpan rahasianya.....
    karena sesuatu yang menjadi rahasia terkadang harus dibiarkan tetap menjadi rahasia..........

    ketika membaca puisi ini saya teringat akan peristiwa "malam berdarah" di Perang Sekigahara (salah satu episode dalam roman "Musashi" karya Eiji Yoshikawa)

    akhir kata, biarlah rembulan berdarah........

    BalasHapus
  16. unsur magisnya mana?! judulnya dah keren kok.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...