Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2007

Percakapan Suatu Malam

sambil memasang wajah prihatin seorang lelaki bercerita ada teman baru operasi jantung dan ginjal 'lusa aku akan menengok, sepulang kantor,' katanya sambil menggerus camilan sang isteri menjawab "bukankah perutmu belakangan sering kumat ketika banyak sajak menggeliat?" lelaki itu beranjak dari duduknya sambil memungut sajak yang lupa dikantonginya takut dijadikan camilan isterinya yang juga ketakutan suaminya harus dioperasi karena kanker sajak siang,25Okt07

Ranggalaweku Mabok

- tuk sebuah kota asal - duduk melingkar di tepitepi jalan, di tepitepi persimpangan dan di banyak sudut-sudut jalanan dalam dzikir sumpah serapah dengan bonjorbonjor sebagai kubah setelah ongkek berdiri menepi ”satu centhak lagi, Kang” pinta mereka dalam tawar tawa ya, satu centhak lagi akan mengantarmu pergi setelah berjam-jam dilingkaran sumpah serapah memasuki dunia mimpimimpi terbang tinggi dari bumi Ronggolawe tempat berpijak dan beranak-pinak lupakan, sepi penumpang sulitnya setoran lupakan saja, gagal panen musim kemarin dan kencang angin laut tepiskan tangkapan ya lupakan sejenak tunggakan beberapa bulan biaya pendidikan kanak-kanak juga lupakan centang perentang kekuasaan kemarin hari menghancurkan gedung-gedung kekuasaan, simbol-simbol kebusukan menyisakan nyeri di balik jeruji besi mari, mari pergi ke lain dunia penuh euforia dengan kuasa ada ditangan kita kita bangun rumah-rumah megah bermarmer mengkilat bertaman indah yang disampingnya garasi luas dengan jaguar dan mer...

Dinantinya Hujan

bahkan sering ia ingin sekali menangis sambil menahan kantuk yang masih menyergap meski kering yang berbulan gerahka jiwanya tapi ia malah tak inginkan hujan bergegas tiba baginya berbulan ini hujan yang lain diterimanya yang sering menampar wajahnya kadang tanpa dia tahu dimana salah tahu-tahu melintang banyak luka tapi entah kenapa pagi ini diharapkannya hujan turun karena di balik tamparan itu kadang dinikmatinya semilir di wajahnya seperti saat kanak-kanak dengan usapan lembut bunda di rambutnya pagi, 24Okt07

Di Ruang Itu Ada Boneka Berbulu

di ruang rutin ini kita dikutuk serupa si malin. hanya bedanya, ia di atas gelombang dan angin. kita berada dalam dirinya. air mata itu jatuh ke dalam seperti petangpetang itu juga. di kala anakanak sibuk menatap bebek pulang. kapan kita pernah tersangkut dan berkabut ? kita telah menanam hujan di belakang rumah dan lenyap bersama sejumlah mimpi yang terbuhul oleh cuaca. di ruang itu, terserak beberapa boneka berbulu. wajahnya kian rebah pada papan yang mesti ditekannya setiap hari. lihatlah, ada bekas ciuman bibir ibu detikdetik berlari menguaknya. anakanak beralih menatap boneka berbulu sesekali mereka menyengir pada si malin yang berseru dalam batu Ruangliku, 2007

Memakai Nasib

kita makin tua memakai nasib dan memasangnya di rumahrumah masih perlukah meminang, sedangkan kita melenguh saja serupa kerbaukerbau. diamdiam aku menjumpaimu dan kau bertanya tentang roda pedati. ternyata kita samasama taragak akan sebuah kerinduan O betapa tuanya kita memakai nasib dan menggambarnya pada kanvaskanvas pelukis. lalu bersitatap di balik tonggak tapi tak mau menjenguk satu sama lain. padahal kita samasama rupa dari kerinduan. dalam matamu tanduk itu kuraih untuk kampungkampung berlari, kemudian tersungkur di kaki rabab sejuta dawai sejuta nada dan jenjang yang kita keping berdendang mengikuti raba sejuta dawai Ruangliku, Juli 2007

Sajak-Sajak Rio SY

Dengan Si Telunjuk Lurus serupa kereta susu kutinggalkan ajal dan kukirim punggung tidurku ke batang air pemandianmu. jabat tanganku, bersama-sama kita kepucuk pagar menghardik belantara yang menyamakkan halaman hingga ke salang bawah rumah. tidakkah kau lihat telunjukmu lurus tak berkait ? oh, sudah tua benar telunjuk tak berkait ini rupanya. iyakah kau punya dongeng untuk kami salawatkan saat terkepung hujan ? kau adalah pohon menurutku. tempat bertanya dan berkabar. tapi hari ini hujan saja dari pagi. karena sesobek rindu perlu dan hendak kita perbincangkan. lalu kau tersenyum dalam sekerat kopi panas " kita tak boleh menghodupkan lilin semalam ini, pulanglah ! orang rumahmu berkelam-kelam sendiri di rumah " katamu Ruangliku, 22 Juli 2007 Untung kemana untungku ini akan kularikan ? " ke timur saja " teriak bunga kapas. aku berlari ke sana menghitung hari esok yang ada di belakangku dan membaca lamapu di hadapanku. janganjangan ia datuak maringgih yang mengawini b...

Aku kan Segera Pulang

Mungkin aku harus pulang, menata pagi membenahi senja yang kutinggalkan dikelopak kamboja dinisan kecemasanku Mungkin aku harus pulang, rinduku bercengkerama dengan hujan hujan yang menuntunku mencari segala sunyi keresahanku Aku tetap akan pulang, mengisi lembayung dikamar-kamar kerinduanmu Aku akan pulang seorang diri saat senja itu datang lagi saat kelopak kamboja itu mekar dan ketika hujan mengajakku bercanda dengan sunyi dipangkuan cemas dan resah sesungguhnya Hidup adalah kepulangan dan aku kan segera pulang Koto Alam, Januari 2007

Suatu Senja Hingga Malam

Senja menggelar mentari ketempat terakhir disertai sambutan kecil hujan-hujan pelangi aku dibawanya berlarian bersama angin sepoi kedunia yang tiada kutemui seekor kupu-kupu pun, sesuatu yang senyap Dipanghantar malam redup bulan menguntit dalam bayangan kelam penabuh air ditepi danau aku teriaki sunyiku bersama lampu teplok sebuah menyisakan termaram tak berkesudahan, sesuatu yang terasing Sesaat kuingati dirimu teronggok sepi-sepi dibejana hatiku berbentuk kerinduan Padang,Desember 2006

Hujan Pergi Sorang

Hujan ku sudah berkalang tanah ditebas lalang malam petang berdarah lehernya agak kekiri terguling kengarai melantak tunggu, menyeringai ia bersakitan merasi benar sebelum lalu. Iba ku menengok dari kejauhan Rintik terisak menengadah mengjangkau-jangkau, ingin turut pun teguh ku tegah, hilang sudah kawan sepermainan. Tak niat menega hilang keduanya, hujan dengan rintik membujukku pada rintik, biar hujan pergi sorang tinggAllah rintik denganku acuh meraung saja pesenyum rintik Kuturut lalang hendak bertanya, bercakap sejenaklah sudah " lalang mengapa engkau menebas hujan?" berjawab tidak dari lalang, menekur ia " Hujan kan sudah begitu semenjak dulu, menitik air benar melebatkah ia?" atau kau diasung pawang-pawang? picik kau lalang! kemudian, rintik menyunyi sambil mengcangkung umpama beruk tidak terjual Hujan telah dulu, rintik tetapkah serupa dulu? Padang malam 04 Okt 07

Tertinggal Syawal

Di sepersembilan detik berkarat Tergores ulah sepasang mata Setetes liur memercik bibir merekah Mengantar hasrat memupus paksa Adakah, janji usang bisa didaur Kristal noda mampu terlarut Tumpul taubat membelah beban Meski habis bulan bermandi cahaya aku ragu, aku malu menghadapMu Sejuta aib menjerat langkah Menebus dosa berbilang tak hingga Bahkan, di dua janji seribu bulan Berlalu waktu terhalau keinginan Aku malu menghadapMu Aku pantas menerima siksa

Sajak Dua Jiwa

Seperti tiada maaf lagi untukku Ramadhan tetap Ramadhan Seperti tiada hati lagi untukku Ramadhan tetap Ramadhan tidak ada yang melarang engkau untuk terus menuliskan namamu pada kertas-kertas koran, dinding-dinding perkotaan, situs-situs kesusastraan, narasi-narasi kematian, dan bahkan batu nisan pekuburan-pekuburan. yang melerai hanya detak di sanubarimu itu. Wajarkah? menyeret apa saja mendekat, kau ajak ia berlari dan terus saja berlari ke dunia itu; dunia yang sangat jarang dikunjungi pelancong. engkau memang merasai selesa. Menikmati setiap inci langkah keegoisan, setiap tetes keringat kesendirian. tidak kasihankah kau, badan yang lapuk itu terus saja harus menuruti titahmu. Malam dijadikan siang, siang dijadikan malam. ah, apa bedanya raga itu dengan keledai yang terus dicambuki penjaja kaki lima. dia sangat capek sekali. tidak kasihankah kau, hati orang-orang yang sudah terlanjur tercarut? yang setengah nafasnya hampir menyatu dengan nafasmu. dan cobalah kau perhatikan, bukankah...

Mengantarmu Berlindung di Negeri Tuhan

’tuk Ayah, Selasa Kliwon, 22 Agustus 2007 lari-lari kecil beberapa langkah mendahului iring-iringan yang mengantarmu dideras hujan senja yang smakin menggerimis di sepanjang jalan ku tabur wangi kembang berpadu kuning beras dan lembar kertas setelah dalam berdiri berjajar mantra doa untukmu dilafalkan kuyup basah tubuh dan jiwaku gerimis merintik usai telah tebaran wangi kembang berpadu kuning beras dan lembar kertas habis sudah ”inilah gerbang pintu negeri barumu yang t’lah engkau tahu” menanti engkau empat puluh waktu lamanya dalam baring ada tiada setelah tujuh puluh delapan masa tak henti menabur karya menyemai makna kini tlah engkau khatamkan perjalanan dalam bias rela handai tolan meski isak sesak kehilangan tersisa di sudut ruang kini ku pulang setelah mengantarmu berlindung di negeri Tuhan meski puji puja tak kan henti ku pintakan siang malam

Panadhoc Pesta Penyair Nusantara 08 Mengucapkan Slmt Hari Raya Ied 1428 H

Kami atas nama Panitia Ad Hoc Pesta Penyair Nusantara 2008, mengucapkan kepada seluruh anggota milis penyair beragama Islam: Selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H Minal Aidin Wal Fa Idziin Mohon Maaf Lahir Dan Bathin. Semoga Amal Ibadah Kita Semua Selama Satu Bulan Diterima oleh Allah SWT.Amien. Wassalam Panitia Ad Hoc Pesta Penyair Nusantara 2008 Ahmadun Yosi Herfanda Viddy AD Daery Zeffri Arif SM Zakir Antilan Purba Afrion Raja Batak Sarah SErena

Bulan Merah

Bulan merah, menyapih perih Kerlip kota merajuk sinis Mata nanah menganga Genang riak airmata Bulan merah, setangkai kembang Kelopak rekah mengamba Bulu halus menggulir bening Kabut tipis menghalau sepi Senja, 280907

Di Sebuah Dermaga yang Tak Bernama

ia menunggu kabar dari ombak namun tak ada selain mulut pantai yang membusuk dan sunyi saat warna magrib berkelebat dalam biji matanya seperti biasa ia bercerita tentang camar yang pergi ke pantai lain camar yang pernah membawanya sasar ke sebuah dermaga yang tak bernama ombak datang di pangkal malam menghempaskan bangkai camar tepat di kakinya “sebuah perasaan yang percuma, tuan!” katanya ombak pergi lagi meninggalkan janji yang tak mungkin ditepati “masih ada yang mesti kutunggu” kali ini ia berujar pada diri sendiri di matanya membuih ombak ada yang ingin ia tinggalkan agar semuanya hilang namun ada sesuatu yang masih ia simpan hari-hari cokelat bersama camar di sebuah dermaga yang tak bernama September 2007