Seperti tiada maaf lagi untukku Ramadhan tetap Ramadhan Seperti tiada hati lagi untukku Ramadhan tetap Ramadhan tidak ada yang melarang engkau untuk terus menuliskan namamu pada kertas-kertas koran, dinding-dinding perkotaan, situs-situs kesusastraan, narasi-narasi kematian, dan bahkan batu nisan pekuburan-pekuburan. yang melerai hanya detak di sanubarimu itu. Wajarkah? menyeret apa saja mendekat, kau ajak ia berlari dan terus saja berlari ke dunia itu; dunia yang sangat jarang dikunjungi pelancong. engkau memang merasai selesa. Menikmati setiap inci langkah keegoisan, setiap tetes keringat kesendirian. tidak kasihankah kau, badan yang lapuk itu terus saja harus menuruti titahmu. Malam dijadikan siang, siang dijadikan malam. ah, apa bedanya raga itu dengan keledai yang terus dicambuki penjaja kaki lima. dia sangat capek sekali. tidak kasihankah kau, hati orang-orang yang sudah terlanjur tercarut? yang setengah nafasnya hampir menyatu dengan nafasmu. dan cobalah kau perhatikan, bukankah...