Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2009

Nyanyian Gurun

dari senggama pasir dan debu fatamorgana membias perak, oase mungkin sebuah lubang begitu dingin begitu dalam di luas gurun, di jauh gurun. mungkin kau telah menutup matamu, mengukur dahaga di lehermu ketika seseorang tiba di puncak sunyi piramida dan berkata: “sphinx yang buta adalah bidak yang jatuh dari luas langit seperti usia hanya ingin kembali jadi gurun abadi dari rahasia.” dari senggama pasir dan debu, seseorang mengirim tanda dengan panji di tangannya, ketika yang maya segaris dengan gradasi bianglala: debu pun beterbangan, dan cinta ingin menjemputmu, siang itu. “sebenarnya aku tak ingin menjerit siang itu.” gumammu perlahan. dari senggama pasir dan debu Tuhan pun telah mencipta tanda. (2009)

aku dan kamu

aku pekat aku gelap aku malam dan kamu adalah adzan maghrib yang menuntaskan senja dengan matahari jingga, yang menjanjikan rembulan pada tiap tertutupnya pintu dan jendela, yang mengantar kepulangan sekawanan kepodang menuju sarang-sarangnya aku lembab ditengah awan siap menjelma hujan dan kamu seumpama sungai, seumpama danau, seumpama laut yang membisikan kata-kata penyejuk bagi batu, rumput, pasir yang kamu sentuh dengan teramat lembut, teramat halus, teramat aku tak akan sanggup aku berujar dari sebuah ingatan hingga tenggelam kata-kata menghalau segala argumen logis pada dialekta bintang dan cahaya lampu, sebab kamu membawa aku ke bilik rindu di ujung bulu mata dan sela-sela pikiranku * judul diubah oleh editor

Dalam Amuk Musim (3)

Manusia bebas menjelang tengah malam,apakah kita masih mampu menyambung bait demi bait puisi kegelisahan,kegelisahan akhir tahun pada lelaki rantau atau perempuan bunting yang lama ditinggal suaminya..bahwasanya lama sudah hidup yang lalu lalang di raut wajahmu,dan betapa terkapar jua sebagai letih kupu-kupu dalam hari yang terus memanjang selepas cita-cita bocahmu sebenarnya aku hanya ingin mengajakmu sedikit berfikir tentang perih manusia sebagaimana kita selalu berpindah-pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya begitu pun akhirnya sekolah Ebon jadi terbengkalai, seperti anak jalanan yang hampir tiap hari kita tatap dari ruangan sempit di sesak ibu kota namun lepas dari itu, setidaknya kita masih dapat berfikir jauh sebagai manusia yang di merdekakan oleh sedikit keberuntungan..bagaimana pula aku menjadi pahlawan di tengah kegelisahan ini..atau sedikit bertawa canda,atau melankolia dalam bahasa gemuruh hutan-hutan beton.aku hanya laki-laki yang berjalan dalam cita-cita lama sa...

Dalam Amuk Musim (2)

di sepanjang musim yang tak utuh akulah yang berlari di sepanjang musim yang tak utuh ketika lagu sendu bercampur kebimbangan yang semakin menjerit di tepi-tepi garis nasib disitu juga aku diamkan remuk hati dan menjelma menjadi pesakitan yang dihinggapi bangkai kenangan teringat ritus-ritus perjalanan hayat bersama kematian manusia yang tertinggalkan begitulah aku sadari,arah hidup tentu menyusuri arah barzah dan musim yang tak utuh aku jadikan harapan untuk menyiram impian di kemarau jiwa batam,30 1 09 kemarau 3 kemarau yang pergi di mata bocah masih mengabarkan ribut angin,kekuning dedaunan dan patahan suara senja yang begitu menggaung dalam hilir mudik orang-orang di jendelamu bila waktunya usai,semua akan berganti dengan benih-benih baru menasbihkan perjalanan musim di setiap jengkal tanah-tanah retak yaitu tempat semua cerita di kekalkan bahkan di dalamnya...

Dalam Amuk Musim (1)

dilema gerimis hanyalah dilema yang berlipat-lipat di setiap tetes gerimis pagi ini ketika semua telah lewat semalam suntuk perdebatan tak kunjung klimaks orang-orang menjadikan diri dan diri dalam kelicikan atau keangkuhan sebagaimana tanah-tanah yang tergusur,mimpi manusia yang terbakar dalam ratap :berjalan pada kepedihan-kepedihan sebagai manusia kecil yang meraba-raba nasib atau kematian muara kalaban,28 3 09 sajak hujan akulah yang termenung di balik serenade hujan memeram gelisah,mengapa hujan tak kunjung turun seutuhnya saat itu aku teringat kanak-kanak lampau menyaksikan bocah-bocah stasiun yang asyik bermain bola dengan saling rebut menendangnya.seperti menendang mimpi dan juga menghibur seorang tua di remuk beranda :aku pun hanyut dalam getir yang silam berlumpur di sela-sela ilalang musim hujan ...