Manusia bebas
menjelang tengah malam,apakah kita masih mampu menyambung bait demi bait puisi kegelisahan,kegelisahan akhir tahun pada lelaki rantau atau perempuan bunting yang lama ditinggal suaminya..bahwasanya lama sudah hidup yang lalu lalang di raut wajahmu,dan betapa terkapar jua sebagai letih kupu-kupu dalam hari yang terus memanjang selepas cita-cita bocahmu
sebenarnya aku hanya ingin mengajakmu sedikit berfikir tentang perih manusia
sebagaimana kita selalu berpindah-pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya
begitu pun akhirnya sekolah Ebon jadi terbengkalai, seperti anak jalanan yang hampir tiap hari kita tatap dari ruangan sempit di sesak ibu kota
namun lepas dari itu, setidaknya kita masih dapat berfikir jauh sebagai manusia yang di merdekakan oleh sedikit keberuntungan..bagaimana pula aku menjadi pahlawan di tengah kegelisahan ini..atau sedikit bertawa canda,atau melankolia dalam bahasa gemuruh hutan-hutan beton.aku hanya laki-laki yang berjalan dalam cita-cita lama sambil mengukur perih,di mana aku telah terbiasa menjadi manusia bebas.tidak lagi kutatap foto pernikahan dengan nanap atau membatu di bawah pohon jambu itu
tapi yang ingin sekali kuhadirkan padamu yaitu bagaimana cara berwujud syukur,bagaimana tangan hitamku mengais kemungkinan hari depan dan hasratku untuk selalu menulis hidup dalam deburan puisi.
maka carikanlah aku sebuah ideologi yang patut kita perbincangkan bersama bocahmu
yang menegaskan bahwa hidup itu bagai mitologi abadi dan beribu-ribu bait puisi
sebab dengan puisi manusia itu bebas
---
Di pedalaman musim 1
di pedalaman musim dan mimpi-mimpi yang punah berserakan sebagai tangis dan sesal sebagai darah dan tanah.disitu teramat banyak manusia lewat mengusung diri sebagai pemimpi peradaban.mereka yang terlahir bersama takdir dan hidup bersama pendamping gaib
O'begitu maha luasnya kehidupan
aku saksikan berjuta manusia merangkak di tengah-tengah reruntuhan sejarah
menjelma seperti burung-burung yang hijrah disetiap pergantian musim
berterbangan selepas luka dan peristiwa ,selepas upacara-upacara mati dan realita yang rumit
lalu terus menuju negeri abadi bersama doa-doa musim dan rakaat penuh raut tangis
muara kalaban,21 Maret 2009
---
Di pedalaman musim 2
hanyalah ajal yang berkejaran dalam kubangan mimpi manusia
sebagaimana sejarah yang berlumuran darah dan dendam demi dendam terus ditanam membentuk sandiwara yang seolah-olah telah ditakdirkan untuk tertindas dan mati
di pedalaman musim,jerit-jerit takdir begitu menggaung
serupa gerbong-gerbong abad yang merangkai peristiwa demi peristiwa lampau
lalu hilang ke kejauhan di mata pemimpi tersisa
begitulah seumpama kau terlahir sebagai terasing di dunia baru ini
dan di luar diri tuhan telah mencatat dan menetapkan nasib atau takdir manusia
:sebagaimana asal,disitulah akan bermuara segala yang pernah berjalan sebagai makhluk yang terlahir dari sulbi-sulbi rahim hawa
muara kalaban,22 Maret 2009
---
Di pedalaman musim 3
barangkali hanya bisa kutatap masa yang lama lewat
seperti menatap senja di retak mata,yang mana pada karam usia kita mencair dari kebekuan-kebekuan masa lalu yang berlumpur dan berdebu
dari situ kekanakan getir melangkah sebagai manusia kecil yang dihanyutkan di sungai peradaban.lalu hilang entah kemana,tersesat di beribu-ribu negeri dengan hikayat hidup yang telah mengabur
sebagaimana perawi mengungkapkan;yang paling jauh itu adalah masa lalu dan yang paling dekat adalah ajal
begitu pula di pedalaman musim,kejadian masa silam takkan jauh beda dengan hari-hari depan.dan kita hanya tinggal melangkah saja pada garis-garis nasib yang telah ditetapkan oleh Tuhan
muara kalaban,23 Maret 2009
menjelang tengah malam,apakah kita masih mampu menyambung bait demi bait puisi kegelisahan,kegelisahan akhir tahun pada lelaki rantau atau perempuan bunting yang lama ditinggal suaminya..bahwasanya lama sudah hidup yang lalu lalang di raut wajahmu,dan betapa terkapar jua sebagai letih kupu-kupu dalam hari yang terus memanjang selepas cita-cita bocahmu
sebenarnya aku hanya ingin mengajakmu sedikit berfikir tentang perih manusia
sebagaimana kita selalu berpindah-pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya
begitu pun akhirnya sekolah Ebon jadi terbengkalai, seperti anak jalanan yang hampir tiap hari kita tatap dari ruangan sempit di sesak ibu kota
namun lepas dari itu, setidaknya kita masih dapat berfikir jauh sebagai manusia yang di merdekakan oleh sedikit keberuntungan..bagaimana pula aku menjadi pahlawan di tengah kegelisahan ini..atau sedikit bertawa canda,atau melankolia dalam bahasa gemuruh hutan-hutan beton.aku hanya laki-laki yang berjalan dalam cita-cita lama sambil mengukur perih,di mana aku telah terbiasa menjadi manusia bebas.tidak lagi kutatap foto pernikahan dengan nanap atau membatu di bawah pohon jambu itu
tapi yang ingin sekali kuhadirkan padamu yaitu bagaimana cara berwujud syukur,bagaimana tangan hitamku mengais kemungkinan hari depan dan hasratku untuk selalu menulis hidup dalam deburan puisi.
maka carikanlah aku sebuah ideologi yang patut kita perbincangkan bersama bocahmu
yang menegaskan bahwa hidup itu bagai mitologi abadi dan beribu-ribu bait puisi
sebab dengan puisi manusia itu bebas
---
Di pedalaman musim 1
di pedalaman musim dan mimpi-mimpi yang punah berserakan sebagai tangis dan sesal sebagai darah dan tanah.disitu teramat banyak manusia lewat mengusung diri sebagai pemimpi peradaban.mereka yang terlahir bersama takdir dan hidup bersama pendamping gaib
O'begitu maha luasnya kehidupan
aku saksikan berjuta manusia merangkak di tengah-tengah reruntuhan sejarah
menjelma seperti burung-burung yang hijrah disetiap pergantian musim
berterbangan selepas luka dan peristiwa ,selepas upacara-upacara mati dan realita yang rumit
lalu terus menuju negeri abadi bersama doa-doa musim dan rakaat penuh raut tangis
muara kalaban,21 Maret 2009
---
Di pedalaman musim 2
hanyalah ajal yang berkejaran dalam kubangan mimpi manusia
sebagaimana sejarah yang berlumuran darah dan dendam demi dendam terus ditanam membentuk sandiwara yang seolah-olah telah ditakdirkan untuk tertindas dan mati
di pedalaman musim,jerit-jerit takdir begitu menggaung
serupa gerbong-gerbong abad yang merangkai peristiwa demi peristiwa lampau
lalu hilang ke kejauhan di mata pemimpi tersisa
begitulah seumpama kau terlahir sebagai terasing di dunia baru ini
dan di luar diri tuhan telah mencatat dan menetapkan nasib atau takdir manusia
:sebagaimana asal,disitulah akan bermuara segala yang pernah berjalan sebagai makhluk yang terlahir dari sulbi-sulbi rahim hawa
muara kalaban,22 Maret 2009
---
Di pedalaman musim 3
barangkali hanya bisa kutatap masa yang lama lewat
seperti menatap senja di retak mata,yang mana pada karam usia kita mencair dari kebekuan-kebekuan masa lalu yang berlumpur dan berdebu
dari situ kekanakan getir melangkah sebagai manusia kecil yang dihanyutkan di sungai peradaban.lalu hilang entah kemana,tersesat di beribu-ribu negeri dengan hikayat hidup yang telah mengabur
sebagaimana perawi mengungkapkan;yang paling jauh itu adalah masa lalu dan yang paling dekat adalah ajal
begitu pula di pedalaman musim,kejadian masa silam takkan jauh beda dengan hari-hari depan.dan kita hanya tinggal melangkah saja pada garis-garis nasib yang telah ditetapkan oleh Tuhan
muara kalaban,23 Maret 2009
Komentar
Posting Komentar