Langsung ke konten utama

Dalam Amuk Musim (2)

di sepanjang musim yang tak utuh

akulah yang berlari di sepanjang musim yang tak utuh
ketika lagu sendu bercampur kebimbangan
yang semakin menjerit di tepi-tepi garis nasib

disitu juga aku diamkan remuk hati
dan menjelma menjadi pesakitan yang dihinggapi bangkai kenangan
teringat ritus-ritus perjalanan hayat bersama kematian manusia yang tertinggalkan

begitulah aku sadari,arah hidup tentu menyusuri arah barzah
dan musim yang tak utuh aku jadikan harapan untuk menyiram impian di kemarau jiwa

batam,30 1 09


kemarau 3

kemarau yang pergi di mata bocah
masih mengabarkan ribut angin,kekuning dedaunan
dan patahan suara senja yang begitu menggaung dalam hilir mudik orang-orang di jendelamu
bila waktunya usai,semua akan berganti dengan benih-benih baru
menasbihkan perjalanan musim di setiap jengkal tanah-tanah retak
yaitu tempat semua cerita di kekalkan
bahkan di dalamnya sekalipun

batam,30 12 08


melukis sisa malam

melukis sisa malam,tuangkanlah segenap dari segala yang tersisa di mimpimu
teruskanlah sajak-sajak terbengkalai,ruang-ruang imaji rahasia yang mengendap di benakmu.mungkin sunyi memang terasa teramat perih.tak sudah-sudah
seperti badai masa lalu yang kau kutuk sebagai anomali yang sangat disayangkan

kini tersisa kesendirian yang baqa
yang memagut hempasan musim dari berbagai arah
dan itupun bukan main letihnya,yang menjalari retak tulang dan pembuluh nadi

maka selagi pagi masih mau singgah
berjalanlah terus seperti hidup
seperti arakan awan yang melintasi pecahan-pecahan bumi
tempat dimana para makhluk tuhan bernafas dan mati

melukis sisa malam,wajahmu kian buram dalam amuk waktu dan musim-musim yang meninggi

muara kalaban,18 2 09

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007