perempuan dengan bibir ungu tebu
pada sore remang
perempuan itu
kerap menatap langit
di sana,
matanya
menjadi hujan
di ambang pintu
di bibirnya yang ungu tebu
menggenang masa lalu
dulu,
di bawah pohon kelapa
perempuan itu
kerap berceloteh
tentang dermaga
bersama kekasihnya
:seekor camar
yang gemar melukis langit
sungguh
perempuan tak tahu
warna yang tak pernah singgah
dalam lukisan kekasihnya
baginya,
warna tak ubahnya
bendera
yang kadang singgah
di dermaga
sekedar simbol
perjumpaan kapal
sehabis berlayar
menyampaikan kematian pesiar
“aku ingin senja ungu”
ujar perempuan
serupa sabda
suatu ketika
di sela celoteh
tentang dermaga
kekasihnya terpaku
tertikam begitu dalam
barangkali
terpaksa mengakhiri
debar yang mengakar
di tubuh para pesiar
pada langit
kekasihnya berujar
“demi kesabaranmu”
lalu
kekasihnya pun
mulai melukis
:senja ungu
tentunya
ia benamkan matahari
ia sapukan ungu tebu
pada langit yang masih bisu
barangkali selalu begitu
di bawah pohon kelapa
perempuan terkesima
sungguh ia tahu
warna yang membuat
kekasihnya meragu
sesaat lagi
senja itu menjadi ungu
namun perempuan bergegas
meraih dam mencium
bibir kekasihnya
dan ungu tebu
melekat
di bibir perempuan itu
tiba-tiba
langit melunaskan rindu awan
akan derail hujan
usai mencium bibir kekasihnya
perempuan tahu
mereka
tak akan bertemu lagi
lalu
hari pun gelap
kekasihnya
berangsur lenyap
sejak itu,
di ambang pintu
perempuan dengan bibir ungu tebu
kerap menatap langit
sesekali matanya
menggenang
menjadi hujan
07 juni 2007
pada sore remang
perempuan itu
kerap menatap langit
di sana,
matanya
menjadi hujan
di ambang pintu
di bibirnya yang ungu tebu
menggenang masa lalu
dulu,
di bawah pohon kelapa
perempuan itu
kerap berceloteh
tentang dermaga
bersama kekasihnya
:seekor camar
yang gemar melukis langit
sungguh
perempuan tak tahu
warna yang tak pernah singgah
dalam lukisan kekasihnya
baginya,
warna tak ubahnya
bendera
yang kadang singgah
di dermaga
sekedar simbol
perjumpaan kapal
sehabis berlayar
menyampaikan kematian pesiar
“aku ingin senja ungu”
ujar perempuan
serupa sabda
suatu ketika
di sela celoteh
tentang dermaga
kekasihnya terpaku
tertikam begitu dalam
barangkali
terpaksa mengakhiri
debar yang mengakar
di tubuh para pesiar
pada langit
kekasihnya berujar
“demi kesabaranmu”
lalu
kekasihnya pun
mulai melukis
:senja ungu
tentunya
ia benamkan matahari
ia sapukan ungu tebu
pada langit yang masih bisu
barangkali selalu begitu
di bawah pohon kelapa
perempuan terkesima
sungguh ia tahu
warna yang membuat
kekasihnya meragu
sesaat lagi
senja itu menjadi ungu
namun perempuan bergegas
meraih dam mencium
bibir kekasihnya
dan ungu tebu
melekat
di bibir perempuan itu
tiba-tiba
langit melunaskan rindu awan
akan derail hujan
usai mencium bibir kekasihnya
perempuan tahu
mereka
tak akan bertemu lagi
lalu
hari pun gelap
kekasihnya
berangsur lenyap
sejak itu,
di ambang pintu
perempuan dengan bibir ungu tebu
kerap menatap langit
sesekali matanya
menggenang
menjadi hujan
07 juni 2007
yth
BalasHapuseditor puitika net
aku tunggu komentar tentang puisi ini. kiranya bisa masuk dalam nominasi sayembara.
trims
salam pembaca semuanya
BalasHapusapapun pendapat anda tentang puisi ini
aku menunggu ujaran dari kalian
trims
salam pembaca semuanya
BalasHapusapapun pendapat anda tentang puisi ini
aku menunggu ujaran dari kalian
trims
kalo boleh tanya , puisi siapa yang sering kamu baca? aku yakin tentang saling pengaruh dalam sastra itu ada. seperti yang dikatakan oleh Budi Darma, soal pengaruh mempengaruhi dalam sastra itu biasa. pasti puisi kamu juga terpengaruh,baik gaya maupun mazhabnya dengan penyair yang kamu sukai. kalau aku suka puisi macam Kriapur,Indra Tjahyadi, W Haryanto,HU Mardi Luhung ataupun Mashuri. pernahkah kamu pernah baca puisi2 mereka?
BalasHapusbertanya boleh aja ko',
BalasHapusdalam menulis aku tak tahu terpengaruh oleh siapa yang jelas setiap aku menulis aku hanya menyuarakan suara-suara yang ada di jiwaku....aku jarang membaca puisi-puisi penyair yang kamu sebutin tapi aku kerap berdiskusi dengan beberapa senior di komunitasku tentang banyak hal...mungkin itu yang memunculkan ide-ideku untuk menulis
trims yak..........
terus berkarya ya!
BalasHapus(NB: kamu cukup beruntung ada penyair senior di komunitas kamu. setahuku Lampung merupakan gudang penyair. kalo di kampusku kehidupan bersastra memang agak kurang semarak, jadi cuma sebagian kecil aja...untung hari ini bisa bertemu Nirwan Dewanto)
oks.......!!!
BalasHapusgudang penyair???
bisa di bilang begitu...tapi gx gampang buat sharing or ngobrol dengan mereka...
terus berkarya juga ya....tetep semangat
Gampang kok. Kapan bisa ketemu?
BalasHapus