1
Jauh di bawah batu-batu karang
mungkin suaramulah yang bergaung. Naik ke permukaan
air. Menguap dan membuat burung-burung oleng. Pasir
menghembus dan menyerbu kakiku, menyerupai lapisan
kabut. Dalam pikiranku ada selalu yang tak bisa kuselamatkan
yaitu, melupakan suaramu. Suara yang terus membuatku pergi
dari setiap tempat sebelum tahu bahwa tempat itu
memiliki sebuah nama
2
Di pulau kecil, di mulut sebuah tanjung
kubiarkan ingatanku terurai. Bayanganmu menempel
di telapak tanganku, di pepohonan bakau, di lengang
angin pada gerak pelan sebuah jembatan gantung. Ombak
memasuki tanjung, menjauhi laut, mencari-cari namamu
di antara tebing-tebing karang. Sambil menyelamatkan
pecahan-pecahan tubuhmu, kujauhi gelagat hujan
yang datang dari arah dermaga. Angin yang kasar
menderu di sekeliling pulau
3
Di pesisir muara tubuhku menjadi malam—
dengan gelap yang lebih sempurna dari kulit tubuhmu
sepasang matamu berdegup dalam pikiranku, sedang suaraku
terbenam dalam pasir. Kuingat kembali sebuah kota
dan gedung-gedungnya yang kelabu. Di situ orang-orang
menyebut namamu seolah menyebut sebuah nama dari peristiwa
masa lalu yang kurang menyenangkan. Di sini dan kini, setiap kali
kusebut namamu mulutku dipenuhi cahaya panas
4
Baiklah. Jauh menyusur pantai
aku sembahyangkan tubuhmu. Kusempurnakan
kewajibanku pada luka dan seluruh kesedihan sambil menari
bersama elang-elang laut. Membuat putaran di laut lengang
di sepanjang garis air dan langit. Dalam cuaca samar
seperti desis ular yang terusir, kudengar suaramu
beranjak dari pesisir tanjung
5
Jauh di bawah batu-batu karang
aku menyimpan pecahan tubuhmu...
2010
Ahda Imran
Jauh di bawah batu-batu karang
mungkin suaramulah yang bergaung. Naik ke permukaan
air. Menguap dan membuat burung-burung oleng. Pasir
menghembus dan menyerbu kakiku, menyerupai lapisan
kabut. Dalam pikiranku ada selalu yang tak bisa kuselamatkan
yaitu, melupakan suaramu. Suara yang terus membuatku pergi
dari setiap tempat sebelum tahu bahwa tempat itu
memiliki sebuah nama
2
Di pulau kecil, di mulut sebuah tanjung
kubiarkan ingatanku terurai. Bayanganmu menempel
di telapak tanganku, di pepohonan bakau, di lengang
angin pada gerak pelan sebuah jembatan gantung. Ombak
memasuki tanjung, menjauhi laut, mencari-cari namamu
di antara tebing-tebing karang. Sambil menyelamatkan
pecahan-pecahan tubuhmu, kujauhi gelagat hujan
yang datang dari arah dermaga. Angin yang kasar
menderu di sekeliling pulau
3
Di pesisir muara tubuhku menjadi malam—
dengan gelap yang lebih sempurna dari kulit tubuhmu
sepasang matamu berdegup dalam pikiranku, sedang suaraku
terbenam dalam pasir. Kuingat kembali sebuah kota
dan gedung-gedungnya yang kelabu. Di situ orang-orang
menyebut namamu seolah menyebut sebuah nama dari peristiwa
masa lalu yang kurang menyenangkan. Di sini dan kini, setiap kali
kusebut namamu mulutku dipenuhi cahaya panas
4
Baiklah. Jauh menyusur pantai
aku sembahyangkan tubuhmu. Kusempurnakan
kewajibanku pada luka dan seluruh kesedihan sambil menari
bersama elang-elang laut. Membuat putaran di laut lengang
di sepanjang garis air dan langit. Dalam cuaca samar
seperti desis ular yang terusir, kudengar suaramu
beranjak dari pesisir tanjung
5
Jauh di bawah batu-batu karang
aku menyimpan pecahan tubuhmu...
2010
Ahda Imran
Komentar
Posting Komentar