LENSAINDONESIA.COM: Buku puisi karya Indra Tjahyadi, ‘Syair Pemanggul Mayat’ dinobatkan sebagai karya sastra terbaik di Jawa Timur. Penobatan ini disematkan oleh Balai Bahasa Jawa Timur.
Dalam menimbang dan menilai buku ini, Balai Bahasa melibatkan dua akademisi dan satu praktisi seni budaya. Yakni, Dr. Putera Manuaba dari universitas Airlangga Surabaya, Dr. M. Shoim Anwar dari Universitas Negeri Surabaya, serta Widodo Basuki.
Buku yang diterbitkan oleh Yayasan Seni Surabaya bekerja sama dengan Selasar Surabaya Publising pada 2011 ini memuat tidak kurang dari 109 judul puisi dengan ketebalan 154 halaman. Puisi-puisi yang terhimpun dalam buku kumpulan puisi ini pernah dinobatkan menjadi Buku Puisi Terbaik Festival Seni Surabaya (FSS) tahun 2011, yang ketika itu berkompetisi dengan sekitar 30 naskah dari Jawa Timur dan luar Jawa Timur.
“Mencermati proses sampai terbitnya karya-karya Indra Tjahyadi menjadi buku kumpulan puisi ini, yang berasal dari hasil kompetisi yang sangat ketat, karya-karyanya sudah diakui publik pembaca sastra dan pengamat sastra sebagai karya-karya puisi yang berkualitas baik. Dengan demikian, karya-karya puisi Indra ini tidak diragukan lagi sebagai karya sastra yang baik,” kata Dr. M. Shoim Anwar dalam laporan pertanggungjawabannya yang diterima LICOM, Selasa (29/10/2013).
“Karya-karya puisi dalam buku ini secara keseluruhan memiliki kualitas estetis dan ekstraestetis yang sangat baik. Dalam kualitas estetis, puisi Indra Tjahyadi sangat menonjol menggunakan kata-kata imaji simbolik yang menyiratkan misteri makna dalam kedalaman yang amat dalam. Dalam makna yang misteri dalam kedalaman itu, seakan-akan puisi ini menawarkan banyak makna, yang menjadikan puisi-puisi ini sangat memendam makna yang kaya, hanya saja pembaca mesti bergulat keras untuk memaknakannya,” beber Shoim Anwar.
Imaji-imaji kuat yang terwujud dalam diksi-diksinya sangat mendukung puisi-puisinya, membuat puisi-puisi yang dihadirkan tampak melakukan pencarian arti hidup. Kendati penyairnya mengikrarkan puisi-puisinya sebagai puisi gelap, namun sesungguhnya kegelapan puisi-puisinya memancarkan makna yang dalam tentang kehidupan, kematian, dan seterusnya.
“Dilihat dari keutuhan karya-kaya puisinya, puisi-puisi Indra juga memperlihatkan sebagai karya-karya yang utuh. Di samping itu, karya-karya Indra memberi kontribusi dalam kehidupan bahasa, sastra, dan budaya Jawa Timur. Buku kumpulan puisi Indra juga memiliki kualitas cetakan dan tampilan yang sangat baik, yang membuat buku kumpulan puisi ini sangat menarik,” sambung Putera Manuaba.
Indra Tjahyadi sebagai penyair merupakan penyair muda yang produktif. Banyak karya lain yang telah ditulisnya, seperti ‘Upacara Menjadi Tanah’ (1996), ‘Adakah Hujan Lewat di Situ’ (1996), ‘Seribu Wajah Lilin’ (1997), ‘Rumah yang Kering’ (1997), ‘Luka Waktu: Antologi Penyar Jawa Timur’ (1998) dan banyak karya-karya puisi yang diterbitkan di hampir seluruh terbitan di Indonesia.
Sebagai penyair, Indra Tjahyadi termasuk penyair muda yang berbakat. Ia dilahirkan di Jakarta 21 Juni 1974. Saat ini juga menjadi staf pengajar di Fakultas Sastra dan Filsafat Universitas Panca Marga Probolinggo. Ia alumnus Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Airlangga. Selain menulis puisi, Indra juga menulis esai dan cerpen. Ia juga banyak menerjemahkan karya-karya berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.
Pada tahun 1997, penyair ini, ketika masih menyandang status mahasiswa sudah menerbitkan kumpulan puisi Yang Berlari Sepanjang Gerimis. Karyanya tersebut pernah memenangi juara I Lomba Cipta Puisi Kampus Nasional 1997. Ia juga pernah memenangi sayembara penulisan Cerpen dan puisi ‘Hadiah Tepak’ yang diadakan oleh Majalah Sastra dan Budaya Dewan Kesenian Kabupaten Bengkalis. Manuskrip kumpulan puisinya Di Bawah Nujum Kabut tercatat sebagai nomine penghargaan KSI Award 2003.
sumber: lensaindonesia.com
Komentar
Posting Komentar