Langsung ke konten utama

Taman Budaya Jawa Barat Adakan Workshop Sastra "Musikalisasi Puisi"

PEMATERI Langit Amaravati (baju hitam) saat memberikan materi kepada peserta Workshop Sastra “Musikalisasi Puisi” di Galeri Rumah Teh Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat Kamis (24/10).

BANDUNG, (PRLM).- Proses kreatif menulis cerpen berbeda dari menulis puisi, satu karena bentuknya, kuantitas tulisannya, dan karena cara eksekusinya. Cerpen atau cerita pendek adalah jenis karangan berbentuk prosa yang bermula dari tradisi penceritaan lisan.

“Disebut cerita karena di dalamnya terdapat ide-ide, tema, peristiwa yang membangunnya. Disebut pendek karena cerpen bisa diceritakan dalam satu kali duduk,” ujar Langit Amaravati, salah seorang cerpenis dalam paparannya pada Workshop Sastra “Musikalisasi Puisi” di Galeri Rumah Teh Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat Kamis (24/10/13).

Diungkapkan Langit Amarvati, menulis merupakan suatu aktivitas yang sukar dialami oleh kebanyakan orang, baik dalam bahasa ibu maupun dalam bahasa asing. “Kesulitan tersebut dikarenakan kemampuan menulis harus dilandasi dengan berbagai komponen kebahasaan, seperti penguasaan kosakata, penguasaan kalimat, penguasaan ejaan, dan tanda baca,” ujar Langit Amaravati.

Sementara penulis Ahda Imran, memaparkan tentang kemudahan dan faedah menulis esai. “Tentu saja tak ada yang tak berguna dalam aktivitas menulis, karena menulis adalah menyimpan ingatan tentang suatu peristiwa atau tentang suatu hal,” ujar Ahda.

Sebuah tulisan, menurut Ahda, menyediakan banyak hal, mulai dari informasi, ilmu pengetahuan, sampai pemikiran penulisnya. Dengan menulis seseorang menghadirkan kenyataan di sekelilingnya, dan yang terutama, menghadirkan dirinya. Dengan menulis seseorang menghadirkan dirinya ke tengah dunia.

“Esai adalah jenis tulisan yang sangat mengasyikkan, karena kita bisa menulis apa saja menurut pendapat atau pandangan pribadi kita yang bisa saja berbeda dari kebanyakan orang. Dengan menulis esai kita bisa menjadi diri kita sebagai seorang individu, menjadi diri sendiri dalam melihat suatu permasalahan. Mulai dari sudut pandang sampai gagasan kita tentang permasalahan. tersebut,” pungkas Ahda.

Workshop Sastra “Musikalisasi Puisi” yang diselenggarakan Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, diikuti siswa SMU sejumlah sekolah, mahasiswa perguruan tinggi dan bahkan ibu rumah tangga. Kegiatan dengan menampilkan pembicara Langit Amaravati, Ahda Imran, Meitha K.H., dan Ferry Curtis akan berlangsung selama dua hari (Kamis-Jumat/ 24-25/10) dan puncaknya Sabtu (26/10) hasil karya peserta workshop akan ditampilkan dalam sebuah pegelaran Musikalisasi Puisi. (A-87/A-108)***

sumber: pikiran-rakyat.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...