Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2012

Sajak Putih

buat tunanganku Mirat Bersandar pada tari warna pelangi kau depanku bertudung sutra senja di hitam matamu kembang mawar dan melati harum rambutmu mengalun bergelut senda

Mereka yang Tersayang

Duniamu, Gadis Kecil Dunia dari sudut pandangmu adalah warna-warni indah merayu penuh kemilau sinar menari yang kaudekap erat di hati Semesta dalam bola matamu bagai kilau intan berserakan yang kaupungut sambil senyum kegirangan dan tersisip di celah-celah kalbu Lorong waktu laksana taman di surga dalam jiwamu selalu lapang menyanyi, menari engkau dengan riang iringi simponi melaju masa

Pertemuan

perempuan mengirim air matanya ke tanah-tanah cahaya, ke kutub-kutub bulan ke landasan cakrawala; kepalanya di atas bantal lembut bagai bianglala

Dalam Doaku

Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara

Manakala Sajak-sajak Berloncatan

1. Yang kutahu dari seketika adalah jarak antara pengakuan cintamu dengan kepergianmu. Aku linglung di simpang jalan, berharap angin sudi bergerak tunak ke tanjung cinta. Berharap dari sana dapat bermula cerita. Tapi, kita biarkan ketulusan pergi sebelum ia selesai mengajari kita rahasia kehilangan. Sesudahnya, kita sibuk saling menyalahkan.

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana: Dengan kata yang tak sempat diucapkan Kayu kepada api yang menjadikanya abu Aku ingin mecintaimu dengan sederhana: Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada Sapardi Djoko Damono, (1989)

Sebelum Mencatat Apa Pun

di hutan ini ada juga akhir api dari kayu yang mengabu pagi tadi mestinya tak usah kaurenungkan tentang diagram yang hangus itu kepadaku toh burung-burung telah sempurna melengkapkan hari yang sederhana juga pada sudut yang samar tempat serangga menyimpan telurnya dan di hitam bayang itu juga Tuhan berada, berjaga dan bertanda. ini mimpiku, katamu yang membentuk garis vertikal pada bidang yang datar. dan ini tanganku, sahutku yang menyentuh sesuatu yang tak pernah ada. peb-mei 2009

PERJALANAN SUNYI

desah nafasmu membasahi ziarah syahadat yang mengalir di lekuk-lekuk luka dan suaramu dininabobokkan warid kamar perjalanan seribu sunyi di mana bayang hilang makna dan kita tak lagi punya waktu sekedar menyebut nama dan malam mempersempit ruang pertemuan serpih bintang berkilauan kupu-kupu menebarkan gerimis antara guguran kembang

sayap bulan sabit

malamku semakin lelah sebab rindu tak kunjung sudah namun cerita yang pernah kau ucapkan makin pupus dalam tiap guratan ...sayap bulan sabit... kau akan tetap jadi bidadariku tercinta meski kini kita berada pada surga yang berbeda

Puisi-Puisi Lukman Mahbubi

Neng I Neng, segeralah ke laut. Ambil dayung. Pergi kemana pun kau mau. Tapi kembalilah ke hatiku. II Neng, malam telah larut. Kenapa masih bermain air? Tak bisakah kau bawakan selimut untukku sebagai bekal rindu dalam tidurku. III Neng, ingin kuceritakan pada pagi tentang sunyi yang merajam malamku karena rindu padamu dikekalkan waktu. Sumenep, 01 Agustus 2012

akhirnya, saat diperabukan

Judul di atas adalah gabungan dari dua puisi Dharmadi :  akhirnya  (59) dan  saat diperabukan  (60) yang terdapat dalam buku kumpulan puisi terbarunya,  kalau kau rindu aku  (2012). Kedua puisi tersebut menggambarkan adegan penguburan, namun dengan dua tata cara berbeda.  akhirnya , bisa dipastikan berdasarkan tata cara agama Islam. Dan  saat diperabukan,  boleh jadi kremasi berdasarkan agama Hindu-Budha. tak ada nyala api berkobar/tak ada bunyi-bunyi ledakan/tak juga rintihan/raga mengabu/ruh telah di sana/dalam bayangannya.