Langsung ke konten utama

Sajak-sajak Iqro' eL. Firdauz (2)

MENDEKATI GERAI
:Yi

di telinga ini
secara kebetulan kita belai membelai
merapat cepat
dan terbang sejadi-jadi
desahmu perlahan berbunyi rindu
lucuti raut mimpiku

aku terpukau
hingga selengang bukit hijau kutimang
segala pohon menggelegar
semua burung jatuh terkesima

sebentar aku pergi melepaskan diri
lalu kembali

cuaca tiba-tiba berangin
udara begitu dingin
tubuhku terasa sengal
sebab udara nyaris anyir

aku berlaga, tapi tidak main-main
menghindari remang dan mencari temaram
sebab aku begitu yakin
kau adalah cahaya yang didera derita
aku pun menunggu
menunggu seperempat wajahmu untuk dicarai
lalu menyimpulkan sepenuh daya
bahwa kau adalah kejujuran
tanpa ada yang menyebut kata itu
termasuk dirimu

Yogyakarta, 2008

---

MEMAHAMI LAUT
DENGAN KEMUNGKINAN


aku hanya ingin melihatnya dengan kengerian
di batas ayat yang mengalir
sebatas pesona keindahan yang berlebihan
mungkin.

mungkin laut adalah kebahagiaan tuhan
tanpa harus bermasturbasi hingga langgeng
aku mesti sedikait melukai perasaan
demi kengerian
yang sejatinya adalah cinta
mungkin.

mungkin tak perlu memaksamu
menyesali atas kebenaran
tenang atas kepiluan
sebab beginilah orgasme pada akhirnya

mari belajar congkak dan bersandiwara
demi kesetiaan

Yogyakarta, 2008

---

MELUCUTI BAJU

kalau ingin merenung kepulan api di mata ini
ada beribu harapan mematung
dibiarkan tanpa ada tangan dan bahasa
sampai kita bisa menyentuhnya
dan menyebut apa ia

aku tak hendak seperti biasa
seperti rumus, kita baca
simpulannya terus selalu itu saja
kita nyaris lupa mencipta mimpi
bahkan buat secarik sepi

kalau ingin merenung
sesuatu itu banyak
hanya kita belum bisa menemukannya
apakah ia

ia itu rahasia
cintalah yang menemukan jawaban atas itu

Yogyakarta, 2008

---

DI KAMAR TERAKHIR

berawal dari kemarau
impianku adalah kegairahan
yang pecah di garis tanganmu
keteduhan yang kita yakini dekat
menyusun kepergian diam-diam
segala rasa resah dan pecah

kukecup keningmu sembari bernyanyi
seperti tak ada sesuatu terjadi
ah, rasanya kau masih terikat
senyumku kau lumat
lalu serangkai kata baku kau muntahkan
jangan lekas tidur, katamu
: itu perpisahan
bukan kepergian yang sebentar, kataku.

Yogyakarta, 2008

---

SESEORANG YANG MENEMANIKU

dari kelahiran empat mata kita
sudah aku membacanya
sebelum lembar berikutnya
kusimpulkan di ujung ubunmu

barangkali aku mencipta pertemuan ini
dan menemainya sebuah diksi
yang sebelumya tak terwujud
kosong.

Yogyakarta, 2008

---

DEFINISI CINTA

cinta adalah seliar akar
bebas menjalar
menyerap sumber air
lirih meraba setiap benda yang ada

cinta bukan riak angin
selalu menginginkan dingin

reranting yang gemetar disana
bukanlah nurani penyair
harus sanggup melafalkan kata-kata yang kau mau

Yogyakarta, 2008

---

BEGITULAH BERMAIN CINTA

kelu adalah sunyi yang berbunyi
seperti kebodohan yang tertata benar-benar
lambat laun menjadi setenang purnama

di tengah tahu menahu saling memandang
mempertemukan kata-kata kita telanjang
dan menyelimutinya dengan ucapan

kemarin, sebelum wajahmu membual di sampingku
kegairahan kita amat kuat untuk mendekap cahaya
segala suram pun pecah

curahan mencerah dan tumbuh bersama
terdengar angin dengan keriangan liar
membawa langit semakin menyamping

kau begitu khawatir
seperti tutur kata dalam hatimu
kau benar
setelah wajahmu membual di sampingku
arus deras datang ke dalam jiwa
melukai usiaku yang separuh
dan menggerus segulung nafsu di mataku

dan sekarang, kau tak perlu khawatir
sebab begitulah bermain di dalam cinta
seperti laut selalu terikat pada arus
selalu ada pasang dan surut

Yogyakarta, 2008

---

Iqro' eL. Firdauz, adalah penyair kelahiran Sumenep 11 mei 1988. selain menulis puisi juga menulis esai dan skenario film.Beberapa tulisannya telah dimuat di Seputar Indonesia(Sindo), Banjarmasin Post, Radar Madura (Jawa Pos Group), majalah Gong dan majalah Edukasi. Antologi puisinya Cinta Sepenggal (2004). Sekarang tercatat sebagai mahasiswa komunikasi & penyiaran islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...