Langsung ke konten utama

Hari ini setahun yang lalu

Selamat berjumpa kembali dengan Puitika.Net! ^_^

Selama lebih dari satu semester kita tidak bersua, bagaimana kabar hidup dan puisi Anda? Meski Puitika.Net mengalami kevakuman selama masa itu, kami harap dinamika puisi dalam ruang dan waktu yang Anda jalani masih terus bergerak maju.

Judul di atas sebenarnya terinspirasi dari beberapa puisi yang baru tayang di Puitika.Net. Sekitar setahun yang lalu naskah-naskah puisi itu dikirimkan ke Puitika.Net namun baru saja ditayangkan di sini. Wow! Perlu menunggu setahun untuk dapat ditinjau dan diputuskan untuk tayang atau tidak! Jarak waktu yang membuat semua orang terlalu bosan untuk menunggu, bahkan pengirimnya sendiri mungkin sudah lupa bahwa mereka pernah berkirim naskah ke Puitika.Net. Bagaimanapun, memang demikianlah adanya. Bukan karena puisinya yang kurang bagus, namun lebih pada pihak penyunting yang baru sempat meninjau lalu memilih untuk menayangkan naskah tersebut di sini.

Tanggal 8 Juli 2009 adalah sebuah momen yang hanya terjadi satu kali selama 5 tahun. Ya. Pesta demokrasi. Kita akan memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang akan memimpin pembangunan negeri ini 5 tahun ke depan secara langsung. Mungkin tak ada satupun calon yang menurut kita sempurna, namun hanya ada tiga pasangan yang bisa kita pilih. Mau tidak mau kita tetap harus memilih calon yang terbaik meski itu dari pilihan yang sama-sama buruk. Menjadi kelompok yang tidak memanfaatkan hak pilih kami rasa bukan sebuah keputusan yang baik. Memilih ataupun tidak, calon yang terpilih akan tetap menjadi pemimpin negeri ini. Jadi, kenapa tidak memilih salah satu yang menurut kita cukup pantas menerima amanah kepemimpinan itu?

Demokrasi dan PilPres-WaPres, apa hubungannya dengan puisi?

Ada yang berpendapat bahwa semestinya sastra --khususnya puisi-- eksis untuk dan demi dirinya sendiri tanpa ditunggangi kepentingan-kepentingan selain sastra itu sendiri, ada pula yang berpendapat bahwa puisi semestinya tak dipisahkan dari realita yang terjadi dalam masyarakat dimana puisi itu muncul. Jika kami diminta memilih salah satu dari pendapat tersebut, mungkin kami akan menjawab "kenapa tidak kedua-duanya?"

Dunia yang hidup adalah dunia yang memiliki dinamika. Ada pergerakan, pertentangan pendapat, dukung-mendukung, saling koreksi, jatuh, bangun, stagnasi, pemberontakan dan banyak lagi pertanda-pertanda adanya dinamika. Begitu pun dalam puisi. Banyak jenis, kategori dan tema yang bisa diangkat dalam puisi. Dari hal-hal sepele hingga tema seputar kenegaraan, keagamaan, hidup dan mati. Bahkan tema tentang puisi itu sendiri bisa menjadi sebuah puisi yang dianggap bagus.

Dianggap bagus? Ya. Bisa jadi sebuah puisi dianggap cukup bagus oleh penyunting di Puitika.Net namun dianggap kurang bagus oleh pembaca yang lain. Di sini kami pun merupakan pihak pembaca yang memilih. Pilihan bisa benar bisa pula salah. Semestinya memang ada standar tertentu untuk memilih, namun untuk sementara waktu kami hanya bisa mengatakan bahwa standar yang digunakan di Puitika.Net seperti juga yang Anda gunakan ketika menilai sebuah puisi: mungkin diantaranya diksi, keunikan, makna, rasa, dan lain sebagainya.

Mengacu pada dinamika tema dan jenis puisi (dan terlepas dari topik paragraf sebelumnya), kami menambah satu fitur kecil yang biasanya dikenal sebagai 'tag' atau 'label'. Dengan tambahan kecil ini, kami berharap Puitika.Net memperoleh inspirasi dari Anda semua mengenai dinamika puisi yang sedang terjadi. Perubahan yang lain adalah terkait dengan tampilan situs.

Perkembangan lain di Puitika.Net masih belum bisa kami sampaikan karena semua masih dalam proses pengerjaan. Proses 'upgrading' akan selalu ada, namun kami berharap tidak akan (lagi-lagi) berlangsung seperti yang sudah-sudah. Kami akan mengupayakan pemampatan masa off-line semaksimal mungkin sehingga Anda pun dapat mengoptimalkan manfaat situs Puitika.Net sebagai sumber inspirasi, referensi, juga wadah untuk mengasah diri.

Demikianlah sambutan awal dari kami. Awal dan akhir kata, kami berharap Puitika.Net dapat menjadi ruang yang cukup menyenangkan bagi Anda untuk berkarya dan berbagi. Kritik, saran dan informasi tetap dapat Anda kirimkan melalui forum atau surat-e kami di puitika@gmail.com.

Salam hangat,

Pengelola Puitika.Net

Komentar

  1. Puitika.Net
    saya telah mengirimkan beberapa karya puisi ke puitika.net.
    mohon infonya.

    oya! bagaimana mencantumkan identitas diri
    terima kasih

    BalasHapus
  2. hai puitika,setahun yang lalau saya gabung di forum ini.
    selama itu pula dinamika puisi Indonesia semakin meningkat, saya sudah kirim beberapa karya untuk di publish. mohon dengan bangkitnya kembali forum ini, gairah puisi semakin dahsyat.

    BalasHapus
  3. pingin mengerimkan semua karya puisi saya ke redaksi puitika. mohon infonya, terima kasih

    BalasHapus
  4. akhirnya bisa menikmati lagi percikan percikan puitika, saya begitu merindukannya ...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...