Langsung ke konten utama

MAHARAJA DISASTRA

MAHARAJA DISASTRA

PEMIMPIN BENGKULU
KARYA : BANDO / ABAS

Ketika itu ………
18 Nopember 1968
…. di Negeri ini
Propinsi Bengkulu
Dan ……… sejak saat ini
Terpisahlah dengan kota Palembang

Dengan bermodal harta
Barang tambang
Sawah ladang dan kebun
Pantai yang indah
Laut, sungai, bukit dan gunung membentang
Memanjang dideretan pegunungan bukit barisan
Engkaupun tumbuh menjadi dewasa

Kini …………..
Tiga puluh tujuh tahun sudah usiamu
Usia yang semakin cantik dan dewasa

Kau butuh pemimpin yang menentukan masa depan …………
Keberadaanmu ditengah-tengah peradaban dan teknologi yang semakin pesat

Kau butuh tangan-tangan terampil …..
Dan pemikir yang cerdas di Negeri ini

Mari kita bersatu
Singsingkan lengan bajumu
Satukan langkah
Kita bangun Bengkulu
Bengkulu kota pelajar

Beli buku di tengah kota
Dengan sepeda jalan melingkar
Meski belum ada bis kota
Aku tak kan pernah ingkar

Wahai pemimpin Bengkulu
Kami menunggu ……………..
Kami menunggu ……………..

Teriak hati, jiwa membara
Percepat Bengkulu maju
Dengan semangat bersatu, bekerja jujur
Ikhlas, tekad, tanggung jawab serta ulet
Wujudkan cita-cita
Bengkulu “PASJU” pasti maju dan berubah


Nun jauh disana ……….. diatas gunung
Dikelilingi bukit yang hijau permai
Di bawah sinar matahari pagi yang cerah
Menggeliat pula sesosok bayi yang mungil
Saat ini dia baru bisa tersenyum
Namun belum bisa bicara

Kabupaten Kepahiang kota ALAMI
Asri laksana emas dan intan
Kau butuh sentuhan kasih sayang
Cinta dan perhatian
Aku ingin kau tumbuh menjadi bunga yang cantik
Segar dan harumnya sampai kemanca negara ………….

Di dalam tubuhmu tersimpan potensi
Sumber daya alam yang perlu di gali

Kepahiang indah di khatulistiwa
Berlagak ragam suku budayanya
Ramah-ramah penduduknya
Kepahiang jaya bhineka tunggal ika

Kepahiang kota kesayangan
Di hiasi hijau dedaunan
Disinari cahaya rembulan
Disinilah aku dilahirkan

Kan selalu kupuja dan kujaga
Kepahiang kau kumanja
Sebentar lagi terdepan dalam industri dan pariwisata.



 SEPENGAL PUISI UNTUK ANAKKU 

KARYA : ( MUSIARDANIS ), 2005



Anakku ………… engkaulah buah hatiku.
Kasih sayangku padamu tak terkikis oleh erosi zaman.
Kuselalu memandang wajahmu yang damai ……
Ketika engkau sedang tidur.
Aku tersenyum melihat senyummu, engkau pasti bermimpi undah.
Anakku …………
Aku selalu merasa bahagia mendengan ceria candahmu,
Aku sering merasa cemas mendengar langkamu berlari,
Aki takut engkau terjatu,
Jantungku berdegup mendengar isak tangisku.
Aku tak ingin kau bersedih, aku tak ingin kau dilanda nestapa.
Anakku …..
Kini kau telah dewasa, dan aku mulai tua dan pikun.
Tak banyak yang aku pinta.
Tetaplah sabar dan cobalah mengerti tentang diriku.
Kalau aku berlepotan ketika makan… bersabarlah,
Kenang saja ketika aku selalu mengajarimu tentang kebersihan.
Jika aku mengatakan hal yang sama ribuan kali kepadamu … bersabarlah.
Kenang sajalah ketika aku membacakan ceriat yang sama ribuan kali sampai engkau tertidur.
Kalau aku tidak mau mandi, jangan salahkan atau marahi diriku,
Kenang saja ketika aku membujukmu dengan seribuh alasan agar engkau mau pergi mandi.
Kalau bicaraku melantur, janganlah gugup…. Yang terpenting bukanlah omonganku, tetapi aku tetap bersamamu, yang mendengarkan kata – kataku.
Bila kakiku sudah berat untuk melangkah, jangan paksa aku berjalan,
ulurkan saja kedua tanganmu,
seperti aku lakukan ketika membimbingmu pada langka pertamamu.

Suatu hari nanti kau akan tahu, di samping kesalahan – kesalahanki …. aki ingin melakukan yang terbaik untukmu … untuk jalan hidupmu.
Kau tak harus merasa sedih, marah atau tak berdaya melihat aku di sampingmu.
Cobalah untuk mengerti dan bantulah diriku,
Seperti yang aku lakukan padamu ketika engkau memulai hidup ini.
Bila di suatu masa nanti aku berkata aku tak ingin hidup lebih lama lagi,
Janganlah bersedih, cobalah faham ………………………
Usia bagiku bukanlah hidup tetapi hanyalah bertahan hidup.
Bantuhlah aku berjalan, tolinglah aku pada akhir hayatku.
Aku akan memberimu senyum dan cinta tak terhingga,
Yang salalu kumiliki hanya untukmu.
Selamat tidur anakku, semoga Tuhan tetap bersamamu.










 YOGYA MALAM HARI DI BULAN SUCI 
( KARYA : MUSIARDANIS ), 2005



Pangeran Mangkubumi pukul 02. 30 dinihari.
Malam ketika bulan Ramadhan 1975.
Mahasiswa rantau mencangkung, menunggu warung buka.
Duduk bercakap dengan penjula dipan keliling.
Suasana tidak terlalu sepi, di Selatan berdiri kedinginan wanita malam,
Pengamen tertidur di emper rumah makan,
Penggemar rolet kampong bergerombol di sudut remang toko es krim,
Tiga orang banci berceloteh di kaki lima toko foto.
Inilah wajah negeriku, mahasiswa mendesah,
Penjual dipan mesem, inilah potert nigeri kita ujarnya.
Negeri kaya, gemah ripah loh jinawi, tata tenteram karta raharja.
Semua merasa aman dengan dosa yang disandangnya.
Tidak ada “ garu’an “ tidak ada hansip, tidak ada polisi.
Malam tercabiktangisan perempuan berpakaian compang – camping,
Berguling – guling di emper bioskop Ratih, rambutnya dijambak,
Punggungya dipukuli dengan sandal jepit.
Lalaki berpakaian sama buruknya, berteriak - teriak marah.
Mahasiswa terkesima, siapa meraka ia bertanya.
Sepasang suami isteri, jawab penjual dipan, mereka kere,
Mereka selalu bertengkar. Sang pelajar menangis dalam hati.
Inikah Ibu Pertiwi ? Sungguh malam nasibmu !
Makan saja tidak pernah cukup, kebahagiaanpun semakin jauh.

 GAJI SERATUS RUPIAH 
KARYA : MUSIARDANIS, 1978




Dukuh krasakan akhir sembilan belas tujuh delapan
Di pinggir kali lahar Merapai.
Paruh baya tercengung gundah.
Besok tahun tujuh sembilan, besok tahun baru, besok semua harus baru.
Buku baru, seragam baru , SPP juga baru ( kata orang dollar naik ).
Paruh baya tak faham literature, ia juga tak faham kurs dollar.
Dia hanya tahu, upahnya seratus rupiah sehari.
Dia tergugu, biku tulis tipis – pun dia tak mampu beli.
Dia dulu pernah sekolah walau hanya sampai kelas tiga.
Dulu tak perlu buku tulis, menulis hanya dengan batu hitam dan kapur.
Tak perlu kertas,
Tak perlu pensil,
Tak perlu ballpoint,
Tak perlu karet penghapus.
Buku bacaan cukup buku warisan atau loakan yang tidak bersampul.
Anaknya ada tiga, si sulung baru kelas lima.
Dia ingin anaknya sekolah tinggi – tinggi, agar dapat bekerja di kantor Camat, dengan gaji seratus kalilipat dari upahnya kini.
Si paruh baya melenguh, upahnya tidak baru, meski besok tahun baru.

 SEORANG SAHABAT BERNAMA NIKI 
KARYA : MURSIARDANIS, 2005
(Sajak buat sahabat karibku Niki Kosasih )



Dia berasal dari Sukabumi, dia anak Haji Kasosih
Rambutnya kribo, wakjahnya Batak ketimbang Sunda.
Suara parau kalau bernyanyi, mirip dengan penyanyi Negro.
Dia penyanyi band Ambisi ….
Dia pemain Bengkel Teater ….
Dia Sutradara Drama Kecil ….
Dia pimpinan Sanggar Puri Sedaya.
Derita dan perjuangan untuk hidup selalu di a hadapi.
Kuliah terhenti karena G Tiga puluh S/ PKI.
Res Publik kampusnya, ditutup karena milik partai komunis.
Dia pernah punya kekasih, Reinge Karmela namanya.
Putus cintanya ….. putus pula harapanya,
Tapi semangatnya tak pernah padam.
Dia berlari ….. berlari menembus kegelapan malam.
Ditulisnya kisah, ditulisnya cerita, tentang jaya Nusantara lama.
Ujar orang – orang tua judulnya, Saur Sepuh bahasa Sunda – nya.
Kisah bergema di radio, cerita berkilau di layar perak.
Kini Niki sudah tua.
Aku tak tahu sudah kaya – kah dia, atau tetap seperti dulu
Entah di mana dia kini berada, aku sering merasa rindu.

 ADAKAH DAN MASIHKAH KAU DI SINI ? 
Karya : MUSIARDANIS, 2005


Malam merambat, merengkuh bulan sabit dalam pelukan.
Bintang mengedip ……. mega teresipu menjauh.
Sungai kecil di belakang rumah gemericik, melantunkan tembang kasih.
Kata demi kata meluncur satu demi satu ….. tanpa makna, tanpa rupa.
bibir gemetar….. dada berdebar ….. fikiran gemetar.
“ Adakah engkau di sini kekasihku ? “
Malam ini cintaku berkobar ! kupeluk erat bayang – bayang tubuhmu.
Kuhirup dalam – dalam harum bunga di rambutmu,
Kuraih lembut jemarimu, kubelai lembut halus kilitmu.
Kau sandarkan jiwamu di dadaku, kisampirkan impian di redup sinar matamu.
“ Adakah engkau di sini kekasihku ? “
Jiwaku melayang, menggapai jutaan bintang.
Fikiranku berloncatan dari satu kisah ke kisah lainya.
Aku ingat Romeo dan Julia, aku ingat Layonsari dan Jayaprana,
Aku ingat Dewi Sinta dan Ramawijaya, aku ingat kisah cinta semua benua.
“ Apakah kau mendengarku kekasihku ?”
Kata orang, cinta bukan berarti memiliki.
Kata orang, cinta adalah segala – galanya.
Kata orang, cinta adalah kebahagiaan bagi yang dikasihi.
Kataku, cinta adalah jawaban pertanyaa :
“ Masikah kau di sini kekasihku ?”







POLITIK ………OI ……..POLITIK

Karya : Drs. H. CHAIRUDDIN






Politik ……oi……politik
Kau remang idak tepegang
Kau cak asok antaro
Ado dan nyato


Politik …… oi ……politik
Kau jauh ambo rindu
Ambo dekek kau lekek
Kau kejam ambo tekulai


Politik …… oi …… politik
Betemu kito dalam ambisi
Bemain kito dekek kepentingan
Ari iko kito bekawan
Besok kito beda haluan
Akhinya ……
Hancur kito besamo dekek pegaduan

POLISI MUDA DAN WISATA

KARYA :
KAPOLRES BENGKULU : Drs. M. ELIA WASONO MASTOKO, SH. MM



Kami Polisi muda
Berjiwa satria
Menjunjung tinggi Tri Brata,
Pengayom, pelindung warga kota,
Berwibawa, jujur dan setia pada negara, bangsa dan agama.


Dibumi Raflesia ini menyimpan sejuta kenangan wisata,
Kota Bengkulu indah, sejuk dengan pantai panjangnya,
Dengan beragam suku dan agama,
Polisi muda siap melindunginya.


Dengan Rekonfu jati diri bhaktinya,
Keyakinan yang teguh apapun yang akan terjadi,
Tanggung jawab dan kebenaran,
Tegas membela masyarakat kota demi keadilan.


Marilah bersama bahu – membahu,
Menjaga ketertiban masyarakat,
Mensejahterakan masyarakat Adil dan Makmur,
Bebaskan dari praktek KKN dan Kemasiatan belaka.


Di Bumi Rafflesia kota Tabot, Jadikanlah kota pelajar,
Wahai Polosi muda,
Berikan contoh yang mulia agar masyarakat aman dan sejahtera,
Rebutlah citra dan bhaktimu ditengah masyarakat.


SURAT UNTUK ANAKKU

KARYA :
ASISTEN ADMINISTRASI PEMKAB BENGKULU UTARA : BACHTAR M A W I D I N

I
Apa yang engkau risaukan anakku
Ketika berjalan di belantara ibukota
Diantara gedung jangkung angkuh bagai batu
Dan kerumunan manusia yang tak saling menyapa
Toh ia negerimu juga
Tempat dibacakan maklumat sakti
Yang membebaskan negeri ini

Hiruplah udaranya tanpa ragu
Walau berjuta kendaraan yang melaju
Meninggalkan debu dan asa kelabu
Toh masih ada angin lautan
Membawanya terbang ke angkasa

Reguklah airnya melepas dahaga
Walau kekumuhan terlihat nyata
Disepanjang sungai dan selokan kota
Toh masih ada hujan
Membasuh kota secara berkala

Tidurlah yang nyenyak bila malam tiba
Jangan hiraukan berita kota
Yang dijual masa media
Toh ada Dia Yang Maha Kuasa
Pelindung dari segala bencana

Bergegaslah bersyujud bila azan tiba
Karena kita harus selalu taat pada titahnya

II
Apa yang engkau risaukan anakku
Engkau hanyalah pelanjut langkah moyangmu
Yang menuruni gunung
Yang menembus belantara
Yang menyusuri sungai
Yang mengarungi samudra
Untuk negeri tercinta
Dan sembah bakti kepadaNYA


III
Apa yang engkau risaukan anakku
Kita memang tak mungkin sama
Dengan mereka para penjajah itu
Yang telah menista dan membelenggu moyang kita
Dengan moncong senjata
Yang telah memeras negeri ini
Dengan benteng tegak berdiri
Di tanah kita sendiri
Toh kita tak pernah menyerah
Apalagi punah
Karena kita sangat percaya
Akan keadilan yang nyata ada
Dalam gengamanNya

IV
Apa yang engkau risaukan anakku
Kita hanyalah pejalan garis takdirNya
Dalam kegelapan atau benderang cahaya
Dalam kegembiraan atau duka nestapa
Dan petunjuk telah nyata ada
Dalam kitab yang turun dari langit
Lewat Muhammad rasul tercinta

Dan ayahmu dari ranah sikalawi ini
Mendoakanmu setiap hari


Arga Makmur, Desember 2005









PEREMPUAN-PEREMPUAN

KARYA :
KEPALA BIRO PP DAN KESRA : Hj. TRIMURTI


Perempuan-perempuan
Dimana-mana perempuan
Dibanding laki-laki lebih banyak perempuan
Kalaulah berdaya dan punya kemampuan
Tentu dapat menopang pembangunan

Namun …….. Tindakan kekerasan terus dirasakan
Beban ganda masih dilakukan
Diskriminasi antar laki-laki dan perempuan
Membuat Perempuan tak punya kekuatan
Apa daya, lama ……. Perempuan ketinggalan

Berkat kesabaran dan keuletan
Abad dua puluh satuan
Perempuan mulai ada peningkatan
Ilmuwan, Budayawan, Negarawan, Polwan
Sudah banyak perempuan
Kesetaraan dan keadilan gender mari kita wujudkan.


Bengkulu, 13 Desember 2005


P A L S U

KARYA :
WAKA BALITBANG PROPINSI BENGKULU : JOHAN SETIANTO

Palsu ……, begitu kusebut namamu
Namamu begitu akrab dengan kehidupan bangsamu
Hampir setiap saat menjadi pembendaharaan kata yang laris manis
Dalam sanubariku dan banyak sanubari lain
Bertanya-tanya selalu
Apa sebabnya engkau begitu
Disayangi dan dicintai?
Begitu banyak manusia dimuka bumi yang menyandingimu
Membanggakan kau didepan umum
Tanpa rasa bersalah apalagi rasa berdosa

Apa kata sikecil yang sedang belajar dari kehidupan :
Untuk mengubah penampilan dan citra diri, engkau dipakai
Banyak yang memakai rambut palsu, gigi palsu, alis palsu, kumis palsu,
Pakaian dan seatu bermerek palsu bahkan payudarapun palsu

Untuk mendapatkan keuntungan yang berlebihan tanpa kerja keras,
Engkau di buat dan diedarkan
Banyak beredar barang palsu, entah itu oli palsu, obat palsu, elektronik palsu,
Dan yang lain-lain yang serba palsu

Untuk gagah-gagahan dan lebih percaya diri

Engkau diburu dan dipakai
Banyak yang berburu gelar palsu
Doctor palsu, PhD palsu, MBA palsu, MM palsu dan sederet S1, S2, S3 palsu bahkan gelar professor pun palsu.

Untuk mencapai puncak kekuasaan, engkau dimanfaatkan
Banyak janji dan komitmen yang dibuat,
Dengar santai oleh massa yang selalu menyemut,
Eh ternyata hanya janji palsu, komitmen palsu, dan anehnya massa pun palsu karena mereka datang dibayar
Lebih gilanya lagi, uang yang dipakai membayar ternyata uang palsu

Untuk mendekati pimpinan
Kembali engkau dipakai
Banyak laporan dan data palsu
Yang penting asal Bapak/ibu senang banyak pimpinan yang senang
Dengan laporan dan data palsu dari bawahannya
Karena menganggap dia telah berhasil

Palsu oh palsu
Begitu kuatnya engkau mencengkram kehidupan kini
Jangan-jangan saat ini, palsu pun sudah dipalsukan.


KALAU RAJA LUPA

KARYA :
Petinggi PKBH : AGUSTAM RACHMAN


Kemarin Kami Melihat
Orang-Orang Dengan Bibir Pucat
Berbaring Di Depan “Istana Raja”
Di Hadang Serdadu Bersenjata

Kemarin Kami Saksikan
Sang Raja Murka Sekali
Memandang Kedatangan “Para Gembel”
Kata “Najis” Pada Mereka

Kemarin Kami Masih Ingat
Raja Datang Pada “Gembel-Gembel” Itu
Membual Dan “Meminta Suara”
Karena “Pemilihan Raja” Akan Tiba

Kini Raja Lupa
Pada Janji-Janjinya
Kini Raja Lupa
Pada Asal Mula Dia Jadi Raja




H A R A P A N K U

KARYA : SYAUKANI SALEH
CARATEKER BUPATI KAUR


Bukankah tugas mulia mengulurkan tangan pada orang yang terjatuh?
Tidakkah saya akan bergejolak karena terpilih
Untuk merubah keluhan menjadi do’a
Dan ratapan menjadi tasyakur?

Ya…., saya gembira dan bangga
Terpanggil untuk kembali kekampung halamanku
Bumi persada kahuripan adalah bumiku

Wahai…..!!!, pemuka masyarakat dan pejuang Kaur yang menjadi panutanku
Aku tak mengatakan kau harus membelaku,
Aku tak meminta kau harus mengkultus Individukanku,
Aku hanya mampu berseru dan berseru agar kita bersatu padu …..
Janji ku janji mu,
Janji kita untuk bersatu teguh

Tanpa yang satu itu, semua yang kita lakukan akan menjadi buntu dan buntu selalu
Karena itu adalah syarat nomor satu dalam perjuanganku
Oleh karena itu wahai saudara-saudaraku….
Ingatkan aku sebelum keliru kalau benar bantulah aku



Bintuhan, 10 Juni 2003



SYAUKANI SALEH
CARATEKER BUPATI KAUR


AKU INGIN MENULIS PUISI

KARYA : B. MAWIDIN


Aku ingin menulis puisi
Setiap waktu
Pada pagi saat fajar datang menyingsing
Pada petang saat rona merah di cakrawala
Pada siang saat jedah bekerja
Pada malam sebelum kantuk datang menerpa
Tapi aku tak pernah mampu
Karena raguku menyita seluruh waktu
Tak tersisa untuk jiwaku

Aku ingin menulis puisi
Disemua tempat
Di rumah
Di kantor
Di mesjid
Di pasar
Di kendaraan
Di bandar udara
Dan dilapangan olah raga
Tapi aku tak pernah mampu
Karena tak dapat menemukan kata
Penuh makna
Untuk ku persembahkan kepadamu

Aku ingin menulis puisi
Sejak bertahun yang lalu
Tapi bertahun yang lalu
Tapi aku tak pernah mampu
Karena kehidupan adalah puisi
Goresan illahi


A N D A I K A N

OLEH : Z. BASRI JAMIL

Andaikan waktu dapat kukembalikan
Rasanya baru kemarin
Langkah gamang pemuda desa
Memasuki gerbang Muhammad Yamin lima tujuh
Padepokan bersahaja tapi sarat dengan cita mulia
Membentuk pemuda cendikia berwawasan ilmiah berhati taqwa

Robbi zidmi ilmi lekat dalam setiap geliat dan doa
Tertatih melangkah dan melangkah lagi
Mengiringi perobahan yang melaju kencang
Kharisma Prof. Hazairin beserta tokoh lainnya
Menjadi ruh mengiringi perjalanan panjang padepokan
Sehingga mampu bergerak istiqomah mencetak dan mencetak kader bangsa

Bila hari ini padepokan sederhana telah berubah megah di Utan Kayu
Dan bila tokoh pendiri dapat menyaksikan dari dunia sana
Pasti beliau akan tersenyum
Pasti beliau akan bangga
Dan pasti beliau akan bahagia
Karena lahan yang diolah dengan sepenuh hati
Disirami nilai ikhlas
Telah berbuahkan bunga bangsa
Yang mampu berkiprah di berbagai wilayah

Dan andaikan beliau hadir saat ini
Pastilah kebanggaan akan berlipat ganda
Karena kader-kader padepokan
Telah mampu berbicara
Bahkan menjadi orang pertama di Propinsi ini.

M A S I K A H A D A S I S A

OLEH : IQBAL BASTARI

Melangkah tiada gairah
Berjalan tampa beban
Berlari tanpa misi

Idealisme tekubur
Punah sudah
Harga diri
Bukan lagi makna
Keselamatan segalanya
Lepas
Liar
Apa jadinya
Putri gading cempaka
Meronta dan bertanya
Tidakkah ada sisa hormatmu
Pada siang Resi
Kendati emosi negeri ini

- Resi : Guru
- Di ilhami ketika seorang Kepala Sekolah…………. Siswanya
- Begutu barangkali perasaan (Resi) guru-guru ketika itu



SUANTI HINGGA BALKON
OLEH : IQBAL BASTARI


Lepas genggam bara
Api dihati
Jilat langit
Bakar angkasa

Terengah langkah
Membedah rawah
Kucur keringat
Saksi darah

Peristiwa kini, kirim
Arum semerbak
Bidan nan mulia
Gagah mengabdi
Jemput ajal
Pun langkahi

Iring hantar kidungmu
Menebing tuntun kembali
Sesat pelaut
Rajut benang-benang liar
Rangkai mahar mahal
Karya bentuk
Pilar-pilar julang menyapa masa
Rona pertiwi memipit kini
Abadi ……

- Suanti = Suharto dan Tanah Pertiwi
- Ketika Pak Harto berkunjung ke ………. yang masih peran tanpa jaminan keselamatan PBB

DOA SANG PEMIMPIN
KARYA : Drs. H. DALHADI UMAR, BSc
(BUPATI LEBONG)

Anakku,
Kita tidak bisa sendiri
Berdiri di titian penantian ini
Bangsa ini akan bermoreng fatamorgana kejayaan
Malam jadi dambaan
Siang jadi rintihan
Beginikah kehidupanmu, Anakku?

Ekslorasi belum berjalan
Danau Tes kita yang indah sedang kemuraman
Wisata Air Putih kita sedang kedinginan
Lobang kacamata tambang emas kita sedang kemiskinan
Hutan lindung kita sedang tersenyum kegelian
Dan banyak lagi hasil bumi kita yang sedang ketiduran

Ya api, api Allah ,
Bakarlah sekalian dosaku

Ya air, air Allah,
Hilirkanlah sekalian airku

Subhanallah…..
Lebongku Sakaratul maut
Subhanallah …..
Lebongku di ambang pintu
Astagfirullah ……
Lebong dalam gengamanku

Ya jiwa, jiwa Allah
Gelorakanlah sekalian dayaku

Mulut ini bergetar
Kalimat Talbiah-mu menuntun ucapanku
Terompet maut terkunci
Pintu kedalam terkatup
Nur-mu menyapa lembut wajah mungil ini

Allahuakbar,
Organ tubuh ini mengerang
Bukan erangan kematian
Hati ini bergetar
Bukan getaran kematian
Tapi, erangan dan getaran kehidupan

Anakku
Peganglah Neraca Bangsa ini












Chairi Anwar

DOA
Kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh

CayaMu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk
Remuk

Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling

13 November 1943


Chairi Anwar


AKU

Kalau sampai waktuku
‘ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi


Maret 1943







Chairi Anwar


DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar, Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah diatas menghamba
Binasa di atas ditinda

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup terus merasai.

Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
Februari 1943


Trisno Sumardjo

PESAN PRAJURIT

Kalau aku mati nanti
koyak-koyak tubuhku
habis ditusuk musuh

kumpulkan sisaku
tanamkan dalam-dalam
di tanah tempat kelahiranku

tentu tak kau kenal aku
tak tahu tempat asalku

tapi tak mengapa
asal di bumi tanah-airku
‘ku puas sudah
melepas lelah
dalam pangkuan ibu

dan aku damai
kembali ketempat kelahiranku

Solo, 1948

Subagio Sastrowardoyo

PIDATO DI KUBUR ORANG


Ia terlalu baik buat dunia ini.
Ketika gerombolan mendobrak pintu
Dan menjarah miliknya
Ia tinggal diam dan tidak mengadakan perlawanan.
Ketika gereombolan memukul muka
Dan mendopak dadanya
Ia tinggal diam dan tidak menanti pembalasan.
Ketika gerombolan menculik istri
Dan memperkosa anak gadisnya
Ia tinggal diam dan tidak memendam kebencian.
Ketika gerombolan membakar rumahnya
Dan menembak kepalanya
Ia tinggal diam dan tidak mengucap penyesalan.
Ia terlalu baik buat dunia ini.


Daerah Perbatasan
Jakarta: Budaya Jaya, 1970




Usmar Ismail


KUDENGAR ADZAN
Kepada Pembela Tanah Air


Kudengar adzanmu di waktu subuh
Memuja Tuhan berharap lindungan
Suaramu menyebar benih yakinlah tumbuh
Kali ini, engkaulah pembawa gemilang zaman
Dalam badanku lemas dingin sekujur
Mengalir lagi darah cair memanas
Dalam dada kurasa bergetar cita berbaur:
Kali ini, engkaulah tempat harap menjelas.
Kudengar nyaring terompet berseru-seru
Memanggil dikau tempat wajib menanti
Bersaf-saf kau tegak bertujuan satu:
Kali ini, engkaulah pencapai menang yang pasti-
Bagaimana aku takkan percaya jua
Rasamu kurasa, deritamu telah kuselami
Tahu sudah hidup atau mati mesti berguna:
Kali ini kita penuhi gandrung di hati


Keboedajaan Timoer, 1944









Amir Hamzah


DOA


Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasiku?
Dengan senja samara sepoi, pada masa purnama meningkat
naik, setelah menhalaukan panas payah terik.
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, melam-
bung rasa menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang
lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedapmalam
menyerak kelopak.

Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi
dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar
berbinar gelakku rayu!


November, 1937



Chairi Anwar


DOA


Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
dipintaMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling


Jakarta, 1949






Chairil Anwar


DI MESJID


Kuseru saja Dia
Sehingga datang juga

Kamipun bermuka-muka.

Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada.
Segala daya memadamkannya

Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkuda

Ini ruang
Gelanggang kami berperang

Binasa-membinasa
Satu menista lain gila.


Mei, 1943





Hamid Jabbar


TERNYATA


Kalau bukan karena angin, tak kutahu indahnya lagu.
Kalau bukan karena angan tak kutahu indahnya rindu.
Kalau bukan karena ingin, tak kutahu tak-tahuku.

Engkau selalu berjaga dan menjagakan aku selalu
Disetiap tikungan yang paling risau yang memukauku
Engkau selalu menyapa: ”hamid, ada yang lebih
daripada itu …:

Dan aku pun berlagu bersama rindu yang berlagu
Dalam rasa tak-tahuku.
Dan rasa cinta yang Kau tiupkan dahulu pun tumbuh
menderu dalamku.
Hingga aku pun begitu malu: ternyata Engkau
Begitu sayang padaku …


Jakarta, 1998












negeri macam apa ini
jika cuma mengobral janji, menabur mimpi
tanpa membuahkan bukti

negeri macam apa ini
jika cuma mengejar reputasi
tanpa peduli nasib anak anak kaum petani,

negeri macam apa ini,
jika cuma memboroskan uang, menumpuk hutang
tanpa peduli nasib generasi mendatang

negeri macam apa ini,
katanya sudah demokratis
nyatanya masih anarkis

negeri macam apa ini
katanya menyejahterakan,
nyatanya menyengsarakan

negeri macam apa ini
katanya, menjunjung tinggi hak asasi
nyatanya masih menginjak-injak nurani

negeri macam macam apa ini,
katanya membangun masa depan
nyatanya memporakporandakan

Yaa Tuhan !
tolong luruskan
negeri macam apa ini,


Bengkulu, 20 Des 2005
Presiden Komunitas Seniman Bengkulu


Agus Setiyanto








P E S E R T A
“PESTA PUISI PARA PETINGGI”
DI TAMAN BUDAYA BENGKULU TANGGAL 26 DESEMBER 2006

Tuan SAMLAN ( WAGUB BENGKULU )
Tuan ICHWAN YUNUS ( BUPATI MUKO-MUKO )
Puan AMALIA ( WAKA DISNAKER )
Puan KHURATUL AINI ( ASISTEN 1 PEMDA KOTA )
Tuan ZAKARSIH ( KETUA DPRD KOTA )
Tuan CHAIRUDDIN ( KESBANG LINMAS PROPINSI )
Tuan M. ELIA. W.M (KAPOLRESTA BENGKULU )
Tuan BANDO AMIN ( BUPATI KEPAHYANG )
Puan TRIMURTI ( KARO PP DAN KESRA )
Tuan JOHAN SETIANTO ( WAKA LITBANGDA )
Tuan BACHTAR MAWIDIN ( ASISTEN 1 BENGKULU UTARA )
Tuan RIO CAPELA ( PETINGGI PAN )
Tuan MUSIARDANIS ( KADIS TRANSMIGRASI )
Tuan AGUSTAM RACHMAN ( PETINGGI PKBH )
Tuan SAUKANI SHALEH ( BUPATI KAUR )
Tuan IQBAL BASTARI ( WABUP REJANG LEBONG )
Tuan DALHADI UMAR (BUPATI LEBONG )
Tuan SUGONO ( KEPALA PTPN IX )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...