INILAH KISAH LELAKI BERNAMA KHALID BIN WALID
di muktha,
menyeberang sudah di jembatan para suhada
tiga pencinta* yang dipenuhi rindu firdaus
lalu disambutnya panji janji-janji terdekap di dada
yang telah ia penuhi dengan cinta
pada seorang yatim teragung
di madinah
di madinah, safar tahun kedelapan hijriyah
dialah laki-laki yang kemarin berkata:
“telah datang padamu, wahai muhammad
yang menista hidup,
yang hari lalunya menyembah batu di ka’bah
aku, khalid bin walid
telah datang ikrarkan keesaan
telah datang akui engkau
telah datang serahkan usia padamu
dan sekarang,
doakanlah aku”
maka di mekah,
wahai, namanya jadi semangat yang gemetar
pembela qurais itu telah meretakkan semua berhala
sedang tak ada lagi wanita
yang bisa lahirkan laki-laki seperti dia
- ah, ia kini adalah maula kudus
di hadapan pemilik semua kesombongan
lalu di muktha,
menjadi laju badai gurun kudanya
menguak perisai romawi membelantara
jadi tak lebih sebagai pelepah-pelepah kurma yang lapuk
sedang di yarmuk
bahkan telah jadi sia-sia semua baju besi watsani
karena balanya telah menjadi ababil
yang membuka jalan untuk jumpai kebahagian maut
sedang pedangnya pun terlalu tajam
pedangnya terlalu tajam
pedangnya terlalu tajam, sahabat
bukan, walau bukan batu pengasahnya
cuman lengan bajanya begitu kuat berayun membilah-bilah
syahid!
syahid!
syahid
tak ada mati untuk mayat-mayatmu
tak ada bumi rela membangkaikanmu
syahid!
dia berperang!
darah para pengawal kaisar di parthenon
tersiram pada jasadnya terlalu perkasa
dan angkuh menggenggam bendera
sedangkan takbirnya mendaras memanggil keabadian
sebuah kerajaan teraman untuk jalani hidup
dan menunggu hari berusai
syahid!
syahid!
syahid!
pencinta yang mencintai
pencintai yang bercinta
- aku melihatnya
aku melihatnya
aku melihatnya
dia muncul dari gumpalan pasir beterbangan
yang beritanya cukup buat usaikan sirus sebagai kisah
aku melihatnya!
mengubah gurun jadi oasis untuk berladang zaitun
tempat orang-orang bersuci untuk berangkat ke surga
aku melihatnya
aku melihatnya!
kepahiang, 22 agustus 2007
* zaid bin haritsah, ja’far bin abi thalib dan abdullah bin rawahah
PERJANJIAN
nyatanya ingin adalah rentang yang putus
pada jarak yang dihimpun untuk jadi perjalanan
sedang lahan teka-teki menjuta depa rencana
lalu tiba-tiba saja
hari-hari kita menguning di ranting waktu
kepahiang, 05 juli 2008
RINDU KITA NYATANYA CUMA KERINDUAN
pernah aku tak yakin jika kita tak akan bertemu
karena semua isyarat tak ada yang berikan tanda persimpangan
dan telah terus dikisahkan tentang hunian nyaman
- padahal nyata itu adalah belantara tak berjejak
di atas bukit berjala kebun bunga
- padahal nyata itu adalah jurang tak bertitian aman
mungkinkah kerinduan yang telah jadi pelabuhan
karena pencarian yang bosan berbincang dengan waktu
lalu di manakah kepastian perhentian akhir
tempat untuk menggulung layar
dan menusukkan titik ke jantung semua lelah
apakah mungkin menjawab dengan mencari tebing sepi
lalu berteriak sampai ombak terdiam
kemudian membujuknya untuk menguburkan angin
mari,
sudahi saja memanjakan angan
kita kembali kepada rindu
sebagai pelabuhan akhir segalanya
kepahiang, 21 agustus 2008
di muktha,
menyeberang sudah di jembatan para suhada
tiga pencinta* yang dipenuhi rindu firdaus
lalu disambutnya panji janji-janji terdekap di dada
yang telah ia penuhi dengan cinta
pada seorang yatim teragung
di madinah
di madinah, safar tahun kedelapan hijriyah
dialah laki-laki yang kemarin berkata:
“telah datang padamu, wahai muhammad
yang menista hidup,
yang hari lalunya menyembah batu di ka’bah
aku, khalid bin walid
telah datang ikrarkan keesaan
telah datang akui engkau
telah datang serahkan usia padamu
dan sekarang,
doakanlah aku”
maka di mekah,
wahai, namanya jadi semangat yang gemetar
pembela qurais itu telah meretakkan semua berhala
sedang tak ada lagi wanita
yang bisa lahirkan laki-laki seperti dia
- ah, ia kini adalah maula kudus
di hadapan pemilik semua kesombongan
lalu di muktha,
menjadi laju badai gurun kudanya
menguak perisai romawi membelantara
jadi tak lebih sebagai pelepah-pelepah kurma yang lapuk
sedang di yarmuk
bahkan telah jadi sia-sia semua baju besi watsani
karena balanya telah menjadi ababil
yang membuka jalan untuk jumpai kebahagian maut
sedang pedangnya pun terlalu tajam
pedangnya terlalu tajam
pedangnya terlalu tajam, sahabat
bukan, walau bukan batu pengasahnya
cuman lengan bajanya begitu kuat berayun membilah-bilah
syahid!
syahid!
syahid
tak ada mati untuk mayat-mayatmu
tak ada bumi rela membangkaikanmu
syahid!
dia berperang!
darah para pengawal kaisar di parthenon
tersiram pada jasadnya terlalu perkasa
dan angkuh menggenggam bendera
sedangkan takbirnya mendaras memanggil keabadian
sebuah kerajaan teraman untuk jalani hidup
dan menunggu hari berusai
syahid!
syahid!
syahid!
pencinta yang mencintai
pencintai yang bercinta
- aku melihatnya
aku melihatnya
aku melihatnya
dia muncul dari gumpalan pasir beterbangan
yang beritanya cukup buat usaikan sirus sebagai kisah
aku melihatnya!
mengubah gurun jadi oasis untuk berladang zaitun
tempat orang-orang bersuci untuk berangkat ke surga
aku melihatnya
aku melihatnya!
kepahiang, 22 agustus 2007
* zaid bin haritsah, ja’far bin abi thalib dan abdullah bin rawahah
PERJANJIAN
nyatanya ingin adalah rentang yang putus
pada jarak yang dihimpun untuk jadi perjalanan
sedang lahan teka-teki menjuta depa rencana
lalu tiba-tiba saja
hari-hari kita menguning di ranting waktu
kepahiang, 05 juli 2008
RINDU KITA NYATANYA CUMA KERINDUAN
pernah aku tak yakin jika kita tak akan bertemu
karena semua isyarat tak ada yang berikan tanda persimpangan
dan telah terus dikisahkan tentang hunian nyaman
- padahal nyata itu adalah belantara tak berjejak
di atas bukit berjala kebun bunga
- padahal nyata itu adalah jurang tak bertitian aman
mungkinkah kerinduan yang telah jadi pelabuhan
karena pencarian yang bosan berbincang dengan waktu
lalu di manakah kepastian perhentian akhir
tempat untuk menggulung layar
dan menusukkan titik ke jantung semua lelah
apakah mungkin menjawab dengan mencari tebing sepi
lalu berteriak sampai ombak terdiam
kemudian membujuknya untuk menguburkan angin
mari,
sudahi saja memanjakan angan
kita kembali kepada rindu
sebagai pelabuhan akhir segalanya
kepahiang, 21 agustus 2008
Komentar
Posting Komentar