Langsung ke konten utama

Berkacalah (lagi) Indonesia

manusiaku tak bisa bergerak lagi
rantai kemiskinan semakin kuat, semakin rapi
desas-desus menjadi api dan darah

hilang kebanggaan sebagai penghuni negeri ini
hanya meninggalkan sepotong angan-angan
untuk mereka yang selanjutnya
dan hanya lewat mimpi
negeri gemah ripah loh jinawi dapat ditemui

caci maki menjadi bahasa resmi
undang-undang tak lebih dari sekadar sepotong puisi
yang berisi harapan-harapan seperti palsu

begitu buruknyakah keadilan? kejujuran?
sampai malaikat maut saja
keluar dari lobang senapan
sampai anjing pun muak kepada kita yang manusia

apa arti kemerdekaan tanpa kedaulatan
apa arti kemerdekaan
jika kita masih menengadahkan tangan
menggadaikan harga diri,
menyerahkan upeti-upeti kepada penjajah baik hati

kita menjadi bangsa yang kerdil
nyatanya kita tak pernah ada penghargaan
kepada mereka yang berharap besar kepada kita
yang mengumpulkan tanah negeri ini sejengkal demi sejengkal
atau justru kita menganggap memerdekakan diri
adalah tindakan bodoh yang sia-sia?

sudah begitu jahatnyakah kebaikan
terlalu takutkah kita mati atas nama kebenaran
yang hanya menjadi pelengkap kosakata bahasa Indonesia

tak ada yang melarang kita untuk takut
bukankah takut itu manusiawi?
yang takut bukan hanya cecurut

hanya kepada tembok sekolah yang rapuh dan bisu
anak-anak kita akan bertanya tentang tanggung jawab
kemudian mendapat jawaban yang tidak bertanggung jawab

rentenir-rentenir dan tengkulak-tengkulak dunia itu
tersenyum sinis atas penghambaan ini
dan kita latah,
pinjam lagi, pinjam lagi

kita sudah terlalu malu untuk berkaca
terlalu banyak coreng moreng di wajah negeri kita
lalu kita menunggu mereka yang tak jelas siapa
membawa air suci pembasuh dosa yang tampak pada wajah kita

dan kita pura-pura tidak tahu
jika air itu adalah minyak yang mereka bawa dari ladang kita
yang bertaburan emas
lalu kita berikan separuh negeri kita
kepada mereka yang membawa air itu
sekadar ungkapan rasa terima kasih
dan sekali lagi, kita (pura-pura) lupa
bahwa negeri ini sah milik kita.

Ahsvakarsa, 2007.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007