TINGGAL
kemana keberlarian terpusara
aku yang satu menunggu
hingga keselaluan terpenjara
engkau yang satu menunggu
maka keterbelakangan terlewati
sebagai masa lalu lagi terulang
sekarang hadir tak hadir terjembatani
menyelaraskan engkau aku bersulang
bersedihlah bersedih atas neraca
bukan engkau aku mereka berundak
sama-sama berstatus pilihan terbuka
bukan engkau aku mereka berundak
panjang itu sepanjang perjalanan
nuansa penjajakan katamu itu luka
setajam bebatu rajam bersendirian
seluas nisan pekuburan diam terbuka
lantas apa?
pengejaran lagi?
Mei '07
Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”
Komentar
Posting Komentar