Langsung ke konten utama

Santa Rosa

santarosahh2.jpgSiapakah Santa Rosa? Apa maksud sang penyair menjadikannya sebagai judul dari antologinya kali ini? Apakah yang dicari dari sang penyair yang juga berbagi nama yang sama, (Dorothea) Rosa (Herlany)? Penerima Khatulistiwa Award tahun 2005-2006 kategori puisi ini akan menggulung anda dalam tahapan yang lebih kompleks dengan puisinya yang berbasis ekstrimitas penderitaan manusia seperti yang dituturkan oleh Harry Aveling sebagai penterjemah buku puisi dua bahasa ini.

Santa Rosa
Dorothea Rosa Herliany
Cetakan Kedua, November 2006
Penerbit Indonesiatera, Yogyakarta
127 Halaman
ISBN : 979-775-001-x

Dua puisi dalam antologi :

Santa Rosa, 1



Kepada suami masa silamku, tak kutuliskan silsilah
Kitab tua di perpustakaan hatiku hanya mencatat
Sejumput kisah kekalahan yang menyedihkan.
Segerombolan serdadu berbaris bagai kanakkanak.
Pulang menuju rumahrumah siput di punggung kerang.
Menghabiskan sisa harapan yang remang, di antara
Gigigigi hiu retak.

Kepada para kekasihku, aku mencari tubuh yang cemas
dalam ruang kembara para pembakar. Mereka berikan
onggokanonggokan benda daur ulang. Dengan mesin
pengatur suhu yang sempurna. Kunikmati kehangatan
sunyi dalam sedetik puncak hausku yang panjang.
Menuju kesiasiaan yang gila. Aku tinggal teramat lama!

Aku ingin mendaki dan tinggal di puncak himalaya.
Agar dingin dan beku nafasku, lalu meledak dan
Mengalirkan bencana.

Tapi aku lelah bermimpi.
Rumah ini sempit dan kotor.
Jikapun harapan itu tiba,
Ia hanyalah segumpal waktu yang siasia.

Ninomaru Shogun palace, 2001.


Christ Elegi


Daun tubuhmu digelar di jalan raya
Lilin dan cemara tengadah ke langit
Api memandang matahari di sisi lautan
Cahaya menunjuk segala arah mataangin
Nujumnya menjulangkan gunungberapi
Sembarang benua

Hatiku disalib luka menyantap kematian
Jam demi jam
Ribuan jubah dan kerudung hitam penziarah
Mwngubah cuaca setiap detik setiap jejak
Pulangkah Engkau, di tiap rumah?

Maria, dekaplah aku dalam kebekuan
Kuminta setetes anggur dan darah wangi
Agar kenangnya membangunkan waktu
Dari kematian abadi.

San Fransisco, 2004

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...