Langsung ke konten utama

Rumah Di Bawah Pohon Jambu

sajak iany

rumah di bawah pohon jambu

seorang lelaki berlari-lari
dari kota yang tak punya tanda
kecuali tubuh,
yang tak lagi utuh

ia mencari rumah
di bawah pohon jambu
yang setahun lalu
ia biarkan berdebu

di situ, di ambang pintu
ada perempuan
menampi beras
melambai,
minta di hampiri

ia melihat lelaki
yang begitu lama
menunggu tatapan itu

lelaki bertanya
terbata

“mengapa ada sebuah pintu
di matamu,

belum lengkapkah
kepulanganku di tubuhmu?”

perempuan pun cemas
hingga beras di tangannya
terhempas
lantas
dengan tubuh melemas
ia bergegas,
melepas tatapan lelaki
yang dulu
ia berikan
tubuh: selembar daun jambu
utuh
tempatnya menyimpan peluh

lelaki tak ingin tahu
juga tak ingin berlalu

“dulu kau tak singgah…”

perempuan tak berani
meneruskan
ia terdiam,
memeluk seseorang.
matanya
menerawang

mei-juni2007

Komentar

  1. yth editor puitika net

    kiranya puisi ini bisa masuk nominasi sayembara

    BalasHapus
  2. Dear Iany

    Nominasi Sayembara dipilih oleh tim puitika terkait dengan sayembara Puisi Bulan Ini. Iany bisa mengirimkan kembali puisinya untuk dilombakan apabila puitika.net mengadakan kembali sayembara Puisi Bulan Ini. Tentunya sayembara ini memiliki tema-tema tertentu yang harus diikuti oleh peserta. Untuk saat ini Puitika.net sedang mempersiapkan lagi sayembara tersebut. Jadi tunggu saja dan tetap berkarya ya?

    Tim Puitika

    BalasHapus
  3. dody kriswaloejo8 Juni 2007 pukul 19.20

    kesepianku menjadi ajaib dalam sajakmu
    serupa gagal kuterjemahkan isyarat pohon yang kubayangkan murung dengan sejuta kesunyian
    tanpa rumah

    bayangkanlah tentang bayanganku
    yang sekarat dan seperti hari hari
    liar
    tiba tiba kota berubah ngeri
    dan tak ada yang kuimajikan

    selain aku terkapar di tepi
    sajakmu

    juni 2007

    BalasHapus
  4. tak hanya sepi
    kugambar di bayang rumah
    yang lekas berubah warna
    banyang tubuhmu
    pun sekarat
    melengkapkan nama luka
    luka tanpa nama
     
    12juni 2007

    BalasHapus
  5. dody kriswaloejo13 Juni 2007 pukul 00.44

    setelah sajakmu
    semua bayang bayang menjadi abadi
    dengan semua mendung dan awan kota yang terlelap
    seolah ketakutanku melahirkan rumput rumput
    serupa jejak ku terpaku di tepi salib
     
    tapi malam ini sajakmu menjelma jadi sayap kunang
    dan sejuta kesepianku tak berarti
    seolah sayap sayap keabadianku terlempar di bulan
     
    juni 2007
     

    BalasHapus
  6. berulang kauteriakkan bulan
    menjadi bayang yang abadi
    dalam sajak senyap
    aku tergagap
    mendapatkan bayangmu
    terdampar di sana
    terpaku
    tertikam
    begitu dalam.
    bayang adalah kekasih tubuh
    dalam tawanan terang
    maka kaulah terang pada bulan itu
     
    juni07
    iany, mahasiswa pecinta teater dan sastra universitas lampung
     

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...