Langsung ke konten utama

Lalu Kata


1
lalu kata. seorang mengenali dunia. bentuk-bentuk dijabarkan ke dalam tanda. didekati sebagai subjek yang berbicara. tidak ada pusat. seorang berubah ketika bertemu yang lainnya. sore yang berlanjut pada gelap. masihkah aku bisa melihat wajahmu? nyalakan lampu. nama-nama bergeriap dalam gelap. ucapkan sesuatu, ucapmu. kita akan kembali pada keremehtemehan. kesetiaan pada kepingan-kepingan kecil yang membentuk hari. masa depan, ucapmu, adalah benturan lembut yang tidak disadari kecuali di dalam proses mental.             kita akan membutuhkan warna untuk memisahkan ruang. adakah warna untuk waktu? adakah waktu? sesuatu mestinya memiliki awal. bahkan bila hanya yang dikenali dari kesementaraan tubuh. kesementaraan tubuh. irama dari tombol-tombol kecil bertuliskan huruf yang membentuk dunia. godaan dari ketukan kecil yang terpisah dari makna. adakah dunia di luar sana?                     kau berkata kau menyukai idea. bentuk-bentuk yang menjadi arketif bagi sesuatu yang dikenali. tapi bisakah kita mengenali idea? aku ingin menyentuh sesuatu yang tidak berbentuk. katakan, jiwa. apa yang mengikatmu pada keberadaan sebatang beringin yang tumbuh di sudut jalan, tidak tercatat? imanensi, ucapmu. imanensi menyatakan dirinya dalam perbendaharaan gerak. segalanya melingkar. tidak ada yang pernah sama. misalnya namamu adalah A, kesederhanaan tanda yang tidak lagi dikenali akarnya. kau menegaskan perbedaan dengan menepiskan tangan pada debu yang menempel di jaket dingin ketika musim menggugurkan daun-daun.        hujan akan jatuh di antara kita. masihkah kau dapati kegembiraan dari butiran yang menyamarkan warna-warna ke dalam kelabu? begitulah kau berjalan kecil dalam monokrom yang mengaburkan keberadaanmu. kau berkata kau ada. mengangguklah kepada senyum yang sampai dari tubuh-tubuh berteduh dalam kuyup. suara yang sama. keteraturan yang melingkupi gerak-gerak tertahan. kenyataan kecil dari ketidakberdayaan. di mana seharusnya kau berada pada jadwal yang telah ditentukan? sedikit kebajikan dalam rencana yang tertunda. apa yang akan kita lakukan? bertahan sejenak dalam pemikiran kecil yang menyimpulkan senyum. hari ini saja aku akan menjemputmu, tidak menunggu akhir pekan yang terjepit sebagai penyimpangan agenda. mengetahui bahwa kau ada, terlepas dari apa yang membentukmu.                                lelaki tua berjalan di trotoar. melepaskan topi, mengusap keringat di kening. tidak ada petunjuk bagi yang hilang.            kopi hitam sebagai penanda keterhubungan. akan ada di sini. kabut yang lembut. misteri yang utuh. sebelum terhapus. di manakah kau?                   godaan kecil jaringan organisme semesta. bercak purba dari dentuman pertama.



2

sebaris tanda. beberapa tidak terhubung. kau berdiri. dikunyah hasrat ketidaktemuan. benang ariadna akan mengirimkanmu pada kegelapan yang tersembunyi dari dirimu. sisi feminim dari keniscayaan wujud marjinal. jangan membunuh yang terlahir bersamamu. kirimkan kembang untuk akhir pekan yang teduh.              dengan bergerak pada lengkung terjauh, maka kau akan menemukan pulang. horizon yang bertahan di sekelilingmu. tidak untuk disentuh. di antara jiwa yang abadi dan tubuh yang bertahan dalam lapar. kepada apa pragmatisme akan membawamu?                 kau merogoh koin, berjalan ke telepon umum, menunggu seseorang akan mendengarmu dari jarak yang pernah kau lewati. apakah kau ada ketika aku pulang? entahlah, aku telah menanggalkan keinginan untuk dikenali. usaha untuk menebus kebebasan. k - e - b - e - b - a - s - a - n.                   masih ada beberapa titik di langit. menggodamu untuk menyentuh setiap titik hujan yang jatuh. sesuatu tengah menyelinap. tipis. dingin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...