Langsung ke konten utama

Herbarium

herbariumdq4.jpgSebagaimana antologi bersama lainnya, ini adalah buku gado-gado dengan beragam tema yang diangkat. Membawa nama empat kota (Bandung, Padang, Denpasar, Yogyakarta) memberi harapan akan munculnya puisi-puisi yang bersifat kelokalan yang kuat atau setidaknya mampu menangkap semangat empat kota dengan karakteristik yang berbeda. Sayangnya puisi-puisi di dalamnya tidak menyentuh kekhususan tersebut, meski demikian hal yang patut di acungi jempol, buku ini di sokong oleh penyair muda yang rata-rata lahir di atas tahun 80-an dan beberapa diantaranya berhasil menembus beberapa koran ibukota dengan puisinya.

Herbarium
Antologi Puisi 4 Kota

Bandung*Padang*Denpasar*Yogyakarta

Cetakan Pertama, Februari 2007
Penerbit PUstaka puJangga, Lamongan.
100 Halaman
ISBN : 979-25-8242-3

Dua puisi dalam antologi :

Gadisku


karya Iman Romanshah

Kau pun kukenal musim hujan lalu
Gadis periang bertudung matahari pagi
Kuseru engkau, ketika orang sibuk mencatat hati
Malam terjaga dalam mimpi
Kemelut pun lindap karena wajahmu
mengendap dalam keterasinganku

Gadisku, pilihan Tuhan yang turun membawa setangkup senyum
Anggur malam dituangkan di sloki-sloki sepi
Di bawah lengkung hujan dan malaikat sunyi
Aku mabuk dalam nafasmu memburu
Setiap desah yang kau tularkan di jantungku

gadisku, mimpi ibu yang lahir karena anak-anaknya
menimang malam dalam dongeng anak gembala
para nabi dan sahabat-sahabatnya
Juga lahir dari kuncup rahimmu yang terluka
Saksi sejarah kelahiran peradaban manusia

Gadisku, kukawini hatimu dalam sajak-sajakku
Sebab kau terlibat kemelut kata-kataku.

Jogja, 2006

Kisah Perjalanan


karya Fahmi Amrulloh

Harian sore (2/10)

        air mata perempuan itu pecah di peron stasiun. tersebab kekasihnya lupa memesan tiket kereta yang akan berangkat lima belas lalu untuknya, padahal mereka telah merencanakan perjalanan yang indah, menuju suatu tempat entah. kini kekasihnya telah pergi. bersama deru kereta, masinis, dan bau amis toilet. menyusuri rel yang membujur. dan perempuan itu masih terpaku. sendiri. menyusuri segala kenangan dan rencana. bagai kereta yang berjalan ke belakang. melewati terowongan panjang dan gelap.

        "jika kekasihku tak kembali, aku akan menjemputnya pada arah yang berlawana. barangkali ia akan datang dari belakang."katanya. "bukankah menuju ke depan pada akhirnya sama saja berada di belakang?" sambungnya.

Surabaya 2006

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007