SATUBUMI mengundang para sastrawan di Indonesia untuk merespon rencana pembangunan PLTN Muria, dalam bentuk puisi dan cerpen. PLTN Muria akan lebih membuat kehidupan masyarakat Indonesia , terutama di Ring I (Jepara) dan Ring II (Demak, Kudus, Pati) semakin tidak nyaman. Hal ini lebih dikuatkan lagi dengan belum adanya ahli PLTN yang dimiliki oleh Indonesia .
Gagasan pendirian PLTN di Semenanjung Muria lebih banyak dipengaruhi oleh faktor ‘gagah-gagahan’ . Secara ekonomis, pada akhirnya tidak memihak rakyat. Juga tanpa mempertimbangkan analisis kondisi lingkungan serta kemungkinan terburuk terjadinya kebocoran yang radiasinya tidak akan hilang hingga 800 tahun.
Pembangunan PLTN di Semenanjung Muria juga akan berdampak sosial, di antaranya terancamnya kenyamanan masyarakat dalam bekerja, juga terancamnya kenyamanan perusahaan-perusaha an melakukan roda industrinya. Pemikiran ini akan sampai kepada kemungkinan relokasi pabrik demi kenyamanan dan keamanan para karyawannya. Singkatnya, dampak negatif lebih banyak ketimbang dampak positif. Tidak usah terlalu muluk dengan pengelolaan nuklir, mengatasi Lumpur Lapindo saja kita belum beres.
Oleh karena itu, SATUBUMI berencana mendokumentasikan karya-karya sastra yang menyuarakan penolakan PLTN Muria ke dalam sebuah antologi sastra RING SATU DUA.
Masyarakat luas telah mulai bergerak menolak PLTN Muria. Bagaimana dengan para sastrawan? Kirimkan naskah puisi atau cerpen maksimal dua buah karya untuk masing-masing sastrawan/penulis, disertai biodata lengkap. Ke alamat: Sekretariat Panitia Antologi Sastra RING SATU DUA, Jl. Kelapa Sawit V/6, Megawon Indah, Jati, Kudus. Atau email ke: su_woko@yahoo. com, atau email ke: asajatmiko@gmail. com. Ditunggu selambat-lambatnya tgl. 5 Juli 2007 (cap pos). Buku tersebut menurut rencana akan dibagi secara cuma-cuma ke lembaga-lembaga, komunitas-komunitas seni budaya, dan di lingkungan dunia pendidikan, seperti perpustakaan sekolah/universitas .
Demikian, terimakasih. Salam.
Kiriman; Asa Jatmiko
Gagasan pendirian PLTN di Semenanjung Muria lebih banyak dipengaruhi oleh faktor ‘gagah-gagahan’ . Secara ekonomis, pada akhirnya tidak memihak rakyat. Juga tanpa mempertimbangkan analisis kondisi lingkungan serta kemungkinan terburuk terjadinya kebocoran yang radiasinya tidak akan hilang hingga 800 tahun.
Pembangunan PLTN di Semenanjung Muria juga akan berdampak sosial, di antaranya terancamnya kenyamanan masyarakat dalam bekerja, juga terancamnya kenyamanan perusahaan-perusaha an melakukan roda industrinya. Pemikiran ini akan sampai kepada kemungkinan relokasi pabrik demi kenyamanan dan keamanan para karyawannya. Singkatnya, dampak negatif lebih banyak ketimbang dampak positif. Tidak usah terlalu muluk dengan pengelolaan nuklir, mengatasi Lumpur Lapindo saja kita belum beres.
Oleh karena itu, SATUBUMI berencana mendokumentasikan karya-karya sastra yang menyuarakan penolakan PLTN Muria ke dalam sebuah antologi sastra RING SATU DUA.
Masyarakat luas telah mulai bergerak menolak PLTN Muria. Bagaimana dengan para sastrawan? Kirimkan naskah puisi atau cerpen maksimal dua buah karya untuk masing-masing sastrawan/penulis, disertai biodata lengkap. Ke alamat: Sekretariat Panitia Antologi Sastra RING SATU DUA, Jl. Kelapa Sawit V/6, Megawon Indah, Jati, Kudus. Atau email ke: su_woko@yahoo. com, atau email ke: asajatmiko@gmail. com. Ditunggu selambat-lambatnya tgl. 5 Juli 2007 (cap pos). Buku tersebut menurut rencana akan dibagi secara cuma-cuma ke lembaga-lembaga, komunitas-komunitas seni budaya, dan di lingkungan dunia pendidikan, seperti perpustakaan sekolah/universitas .
Demikian, terimakasih. Salam.
Kiriman; Asa Jatmiko
Komentar
Posting Komentar