Langsung ke konten utama

Aurelia Tiara Widjanarko

Aurelia Tiara Widjanarko atau akrab dipanggil dengan Tiara lahir di Jakarta, 18 Juni 1983. Saat ini Tiara bekerja sebagai dosen di Universitas Pelita Harapan. Perempuan muda yang baru saja meluncurkan buku puisi dengan judul "Sub Rosa". Dalam buku yang bertemakan cinta, Tiara mengelompokkan puisinya dalam 6 bagian. Penemuan rasa, penjajakan, rindu, klimaks, ingkar, dan ikhlas. Semuanya menggambarkan pembabakan dalam kisah cinta. Masing-masing bagian ini ditandai dengan hadirnya foto-foto yang artistik, dengan Tiara sebagai modelnya. Berikut lebih jauh tentang Tiara bersama Johannes Sugianto, sebuah percakapan:

1. Sejak kapan kamu mulai menulis puisi dan memutuskan menjadi Penyair?

Suka menulis puisi semenjak jatuh cinta pada dunia blogging, akhir 2003 saat saya masih bekerja sebagai reporter di salah satu stasiun TV swasta. Biasanya tiap malam sebelum pulang, teman-teman pasti sibuk ngeblog dan dari sana saya ’tertular’ virus yang sangat adiktif itu. Jadi penyairnya seiring sejalan, karena mulai merambah karya-karya sastra lain dan berkenalan dengan para senior tentunya.

2. Setelah menggeluti puisi, apa yang bisa didapatkan dari puisi ini? Apakah memberi pengaruh besar bagi perkembangan pribadi?

Yang bisa didapatkan adalah proses pembelajaran terhadap diri sendiri. Menulis dengan referensi alam sekitar sangat berbeda dengan menulis setelah ‘melihat’ karya orang lain. Tiap orang tentu mempunyai gayanya sendiri. Sehingga pelajaran yang saya dapat dari puisi-puisi saya adalah tetap menjadi diri saya sendiri, dengan pembentukan pribadi sampai gaya menulis yang lebih baik lagi.

3. Sumber-sumber inspirasi menulis puisi?

Semua hal di sekitar saya, dari pergerakan awan di langit, embun di pagi hari, sendja hari yang mencengangkan indahnya, keluarga, karya-karya orang lain yang tadinya titik lalu kemudian diteruskan menjadi belasan paragraf di benak saya, dan tentunya rasa sakit yang pernah mampir di tiap fase hidup.

4. Bagaimana masa kecil dan remaja kamu, pernah terbersit untuk menjadi seorang penyair?

Tidak, menjadi guru pernah seperti sekarang saya sudah menjadi dosen. Keinginan menjadi penyair terbersit saat perjalanan menulis puisi yang sedemikian banyaknya. Walau mempunyai kakek dan tante seorang penulis juga secara tidak langsung ‘mengenalkan’ saya terhadap dunia sastra.

5. Menurut kamu, puisi banyak berkembang di dunia maya dengan adanya berbagai komunitas. Kamu ikut juga, dimana saja dan menurut kamu sejauh komunitas ini memberi dorongan kemajuan bagi seorang penyair?

Saya ikut milis Bunga Matahari dan Apresiasi Sastra. Menurut saya komunitas seperti keduanya sangat memberi dorongan kemajuan bagi seorang penyair, karena itulah tempat dimana dia bisa menerima-memberi masukan, tidak hanya dari orang awam. Tidak hanya itu, bahkan interaksi di antara beberapa orang yang tengah belajar mengenal puisi, yang gemar menulis puisi, hingga yang sudah handal membuat puisi, membentuk suatu hal yang sangat menarik dan produktif bagi masing-masing pribadi.

6. Dalam waktu dekat ini antologi puisi tunggal kamu akan segera terbit, bagaimana benang merah antologi kamu dan hal menarik di dalamnya?

Benang merahnya terletak pada kisah cinta antara sepasang kekasih yang tidak bisa bersama. Puisi-puisi yang terdapat di dalamnya menggambarkan beberapa pembabakan, yaitu; penemuan rasa, penjajakan, rindu, klimaks, ingkar, dan ikhlas. Pembabakan juga digambarkan melalui foto-foto. Yang menarik adalah kenyataan bahwa hampir semua orang pernah mengalaminya, dan akhir yang tidak indah bukan berarti kita harus melupakan bahwa kita pernah bahagia.

7. Blog pribadi kamu memuat puisi kamu dan hal lainnya, seberapa penting situs pribadi untuk kamu?

Sangat-sangat penting. Seperti halnya sebuah agenda dan kotak suara. Dimana saya setiap kali membuka menjadi teringat puisi yang tertinggal di secarik kertas tissue yang belum diupload, menjadi tahu bagaimana produktivitas saya akhir-akhir ini, dan tentunya menerima banyak sekali kritik membangun melalui shoutbox interaktif di dalamnya.

8. Kamu demikian produktif menulis puisi, bagaimana teknik kamu menyampaikan ide gagasan ke puisi?

Tekniknya sederhana, mencurahkan total kerja neuron otak, hati dan waktu ke dalamnya. Menulis acak apa yang ada di pikiran, dan menyelesaikannya dengan mengedit kata-kata yang tidak efisien. Walau terkadang yang membuai adalah kata yang diulang-ulang. Asalkan tidak memberi efek membosankan.

9. Tentang puisi-puisi kamu, adakah tema besar yang kamu bawa?

Tema besarnya mungkin adalah rasa cinta yang begitu besar, yang bisa mengubah manusia biasa menjadi luar biasa. Tinggal arahnya saja ditentukan dan dengan cara yang bagaimana. Karena cinta yang tak pernah salah mungkin buta, tapi kita manusia punya mata (hati).

10. Bagaimana dukungan keluarga dengan karir kepenyairan kamu?

Keluarga sangat mendukung, apalagi saat melakukan promo awal Sub Rosa, saya tengah menyelesaikan thesis saya. Mereka terus mengingatkan untuk menjaga kesehatan walau tidak bisa setiap saat mendampingi saya.

11. Penyair favorit dan antologi kesukaan kamu?

Terlalu banyak untuk disebutkan kalau antologinya. Sedangkan untuk penyair, saya suka Joko Pinurbo untuk kesederhanaan tutur kata yang memberi efek mendalam.

12. Makanan dan hobby kamu?

Sebagai perempuan berdarah setengah Menado, tentu saya menyukai makanan yang pedas. Sama halnya dengan masakan Padang dan Thai. Hobi saya selain menulis adalah olahraga; dari renang, atletik hingga menembak. Kemudian bermain musik, menyanyi dan akting.

13. Penyair lekat dengan lawan jenisnya dan sesuatu hal yang misterius, kamu pernah punya cerita menarik tentang hal ini, dan pengaruhnya pada diri kamu sendiri?

Penyair selalu dihubungkan dengan kelihaiannya bermain dan menggunakan kata-kata. Penyair seakan-akan mudah untuk selalu berkata-kata manis dan hal ini menjadi stereotype bahwa semua penyair adalah seorang yang gombal. Saya pernah dianggap seperti itu, akan tetapi setiap pribadi, terlepas dari dirinya suka disanjung dengan dituliskan puisi atau tidak, pasti bisa merasa ketulusan dari sebuah kata-kata. Mungkin sekilas kata-kata memang manis, sebagaimana semua yang tertulis adalah abadi, tidak hilang oleh waktu. Tetapi kita diberi mata hati kok untuk bisa membedakan yang mana datang dari hati secara tulus. Kata-kata kan hanya media, sedangkan pembuktian rasa adalah suatu hal yang lain.

14. Sandainya kamu dilahirkan kembali dan bisa memilih lahir menjadi orang lain, siapa yang akan kamu pilih, dan kenapa?

Saya sendiri. Tidak pernah ingin dilahirkan kembali dan menjadi orang lain. Asalkan di kehidupan berikutnya bisa menjadi pribadi yang lebih bijak dan menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak ada obatnya.

15. Apa prinsip hidup kamu?

Melakukan yang terbaik, dengan demikian tidak ada penyesalan kalaupun target yang diinginkan tidak berhasil dicapai.

16. Apa rencana kamu selanjutnya?

Tetap mengajar dan menulis, dua hal yang akan dilakukan seumur hidup, semampunya saya. Saat ini saya sedang membuat draft buku kedua dan tengah mencari sekolah untuk meneruskan S3 saya.

17. Membaca puisi paling berkesan?

Di acara seni yang diadakan bagi korban banjir, untuk menghibur mereka. Tempatnya di Lebak Bulus dan salah satu yang menjadi pengisi acara sekaligus panitia adalah Johannes Sugianto. Atmosfernya benar-benar nyaman dan suasana hati sangat mendukung saat itu.

18. Dengan kata-kata kamu sendiri, apa itu puisi?

Puisi itu seperti pohon. Bisa kokoh akarnya dan ringkih di ujung cabangnya. Mempunyai begitu banyak makna (cabang), yang bisa dipilih oleh masing-masing mata yang membacanya. Puisi adalah kebebasan individu dalam memilih makna.

19. .Selain berpuisi, kamu juga ingin menekuni bidang lain apa?

Bidang seni seperti akting dan menyanyi. Ingin bergabung dalam teater tapi belum punya waktu yang khusus. Yang jelas bidang pendidikan, seni dan budaya adalah hal yang sangat menarik minat saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...