agorafobia
tak banyak yang bisa kugambarkan
tentang wajahku,
warna sepi,
bayang tubuh sekarat
penuh debu
yang merambat
bagai gema lonceng
yang perlahan menghilang
di gulung kabut dan desau angin
aku lesap ke wajahmu
membelai matamu
yang penuh darah
kau begitu girang, menari-nari
di tengah kerumun
yang berebut nyawa
pada botol-botol infus
dan sprei lusuh
sedang aku,
berjalan di antara kerumun itu
memanggil namamu,
lalu namaku
“Tuhan, jangan ambil dia
lewat isyarat matanya yang jenaka”
10mei2007
SEPATU HITAM
sepatu hitam itu
mengantarku ke sebuah rumah
yang alamatnya selalu berubah
suatu ketika ia menyeretku membangun kota sunyi
dari mimpi paling sepi
oktober 06
LELAKI BERMATA MALAM
lelaki itu
menatap jalan
matanya serupa malam
kereta datang,
dari sejumlah kota dan kenangan
begitu cepat, begitu lekat
dan lelaki itu melihatnya
di kejauhan
yang pekat
januari 2007
KOTA YANG DI PENUHI BURUNG
pelepah subuh terbelah
menyentak sunyi di pusar jantung
hingga ke palung-palung
bergaung
rajah nasib tanpa suara
aku tak pernah tahu pasti, kapan
kota ini tak pernah perang
ribuan burung berkabung
menjadi gaung
September 06
tak banyak yang bisa kugambarkan
tentang wajahku,
warna sepi,
bayang tubuh sekarat
penuh debu
yang merambat
bagai gema lonceng
yang perlahan menghilang
di gulung kabut dan desau angin
aku lesap ke wajahmu
membelai matamu
yang penuh darah
kau begitu girang, menari-nari
di tengah kerumun
yang berebut nyawa
pada botol-botol infus
dan sprei lusuh
sedang aku,
berjalan di antara kerumun itu
memanggil namamu,
lalu namaku
“Tuhan, jangan ambil dia
lewat isyarat matanya yang jenaka”
10mei2007
SEPATU HITAM
sepatu hitam itu
mengantarku ke sebuah rumah
yang alamatnya selalu berubah
suatu ketika ia menyeretku membangun kota sunyi
dari mimpi paling sepi
oktober 06
LELAKI BERMATA MALAM
lelaki itu
menatap jalan
matanya serupa malam
kereta datang,
dari sejumlah kota dan kenangan
begitu cepat, begitu lekat
dan lelaki itu melihatnya
di kejauhan
yang pekat
januari 2007
KOTA YANG DI PENUHI BURUNG
pelepah subuh terbelah
menyentak sunyi di pusar jantung
hingga ke palung-palung
bergaung
rajah nasib tanpa suara
aku tak pernah tahu pasti, kapan
kota ini tak pernah perang
ribuan burung berkabung
menjadi gaung
September 06
saya sedang belajar menulis puisi. mohon komentar kepada siapapun yang membacanya
BalasHapussudah cukup bagus. benar-benar cara pandang surealis. coba anda baca karya-karya penyair surealis untuk lebih menajamkan wawasan.
BalasHapusKomentarku di "Lelaki Bermata Malam". Tetap sama kok.
BalasHapusterimakasih atas komentarnya...selanjutnya tetep aku tunggu
BalasHapusterimakasih sarannya.aku akan coba lagi.....untuk selanjutnya tetep aku tunggu,
BalasHapus