Langsung ke konten utama

Asa Yang Abadi & Saat Kita Bersama

Karang yang kokoh
Tiada bergeming dihempas badai
Seakan tegar menghadapi ganas gelombang
Yang mampu rontokkan karang
          Pasir putih yang menghampar
          Pasrah dijilati ombak
          Menjadi pelabuhan sesaat
          Tanpa pasti akan bersatu
Malam kelam
Gemerlap dihiasi bintang
Bulan tersenyum indah
Bertahta dalam kegelapan
          Karang yang kokoh tiada akan berlari
          Menghindari Badai
          Pasir putih takkan letih menanti ombak
          Malam yang kelam takkan indah tanpa rembulan
          Begitu juga sukmaku
          Yang tak pernah letih
          Mencintai raga . . .

Masa indah takkan lekang terkikis
Saat kita bermain dalam indahnya rasa
Seakan dunia berhenti berputar
Bila dalam sedetik tiada canda bersama
          Kenangan silam takkan sirna
          Saat kita menyatu
          Dalam satu asa yang tercipta
          Seakan ingin seluruh semesta memuji
          Akan kehebatan kebersamaan kita
Keinginan tertinggi akan selalu ada
Memberi janji akan kesempurnaan hati
Tak ingin terpisahkan
Walau jarak kejam memisahkan
Takkan menggoyahkan ikrar keabadian
Bersumpah tiada berduka
          Namun . . .
          Kenyataan tak seperti harapan
          Saat waktu memberi jawaban
          Segala ikrar dan keinginan
          Tiada pernah akan abadi
                                                                            

Komentar

  1. Puisinya enak dibaca meskipun lumayan panjang.
    Tak ada yang abadi, mungkin yang abadi hanya keabadian itu sendiri. sama seperti masa yang selalu berubah, karena hanya perubahan itu sendiri yang tak berubah. Terus berkarya, buat puisi sejumlah 12,345,678,910, just kidding.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007