Langsung ke konten utama

Pemenang Lomba Cipta Puisi Departemen Pariwisata

Semakin beragamnya perkembangan industri budaya, termasuk pesatnya perkembangan dan beratnya tantangan dalam berkesenian, ditengarai salah satu penyebabnya adalah karena pengaruh pesatnya arus teknologi informasi yang tidak  berbatas ruang dan waktu bahkan ada yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Budaya yang menyangkut perilaku masyarakat, juga tidak terlepas dari penetrasi budaya bangsa-bangsa lain di dunia.

Puisi dalam konteks kebudayaan, sebagai media ungkap estetik yang dapat menyuarakan berbagai tujuan dan kepentingan perlu dikembangkan secara terus-menerus. Puisi yang dapat menyentuh secara dalam terhadap nilai-nilai kehidupan, pada banyak hal merupakan sarana yang cukup efektif dalam membangun nilai-nilai kemanusiaan yang bermartabat. Ungkapan yang terdapat dalam puisi dapat mempertajam nilai-nilai kepribadian bangsa dan spiritualitas kehidupan. Dalam konteks kesenian, puisi dapat juga dijadikan sebagai media pencerahan sekaligus sebagai pendidikan dan hiburan.

Semakin berkembangnya penulisan puisi akan semakin membuka kesempatan para seniman dan masyarakat untuk mencurahkan gagasan dan segala idenya melalui berbagai media dan kesempatan. Dengan demikian akan sangat menentukan kesinambungan kehidupan puisi dengan masyarakat penyangganya. Oleh karena itu, kelangkaan dan keterbatasan puisi yang berkualitas sedapat mungkin bisa dihindari.

Bertolak dari pemikiran di atas, Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menyelenggarakan Lomba Cipta Puisi untuk umum yang diselenggarakan pada bulan Maret sampai dengan bulan September 2006, telah diikuti oleh 1983 (seribu sembilan ratus delapan puluh tiga ) orang peserta, dengan total karya pusi sebanyak 4780 (empat ribu tujuh ratus delapan puluh).

Pada tanggal 6 November 2006, Dewan Juri yang terdiri dari : Radhar Pancadahana, Isbedy Setiawan, Soni Farid Maulana, dan Raudal Tanjung Banua telah menetapkan pemenang Lomba Cipta Puisi sebagai berikut:

1 (satu) Pemenang Utama:

Leprecahun (Iyut Fitra)

15 (lima belas) Terbaik:
1. Hikayat Fansuri (Ahmad Y.Erwin)
2. Di Sebuah Tiang Kilometer (Riki Dhamparan Putra)
3. Perahu Ibu (Ari Pahala Hutabarat)
4. Ayat-ayat Khafi (Iman Rohmansyah)
5. Apa yang Ingin Kau Katakan Sebelum Habis Asap Rokok Itu(Herwan F.R)
6. Megatruh (Titon Rahmawan)
7. Jejak Burung di Kaki Langit (Ida Bagus Sindu Putra)
8. Malam Pantai Canggu (Wayan Sunarta)
9. Litani (Romi Zarman)
10. Ziarah Waktu (Sunlie Thomas Alexander)
11. Madura XX (Abdul Hadi)
12. Ibu Puisi (Rudy Ramdani)
13. Bulan Ketujuh (Nur Wahida Idris)
14. Fragmen Pertempuran (Iswadi Pratama)
15. Fragmen Sebutir Debu (Endang Supriadi)

Pemenang Utama berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp.15.000.000, - (Lima belas juta rupiah), sedangkan 15 pemenang terbaik akan mendapatkan hadiah uang tunai masing-masing sebesar Rp. 2.000.000,- (Dua juta rupiah).

Jakarta, 6 Nopember 2006
Panitia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...