Langsung ke konten utama

'Saya' Lebih Melankolis Dibanding 'Aku'

Membicarakan suatu karya, ternyata tak lepas juga dari sang penulis. Setidaknya, dari karya itu tercermin bagaimana sebenarnya sosok penulisnya. Hal ini bisa diperdebatkan, tapi yang jelas memang berkaitan erat.

Seperti saat berlangsung Bedah Buku Kumpulan Cerpen "Kincir Api" karya Kurnia Effendi, yang setebal 164 halaman di Galeri Gudeg Kota Seni, Citra Raya, Tangerang, 10 Desember 2006 lalu. Acara yang merupakan kerjasama Galeri Gudeg dengan Komunitas Sastra indonesia ini menampilkan Zen Hae (Ketua Komita Sastra, Dewan Kesenian Jakarta) dan Mustafa Ismail (wartawan budaya Koran Tempo) sebagai pembicara. Acara yang dibuka oleh Wowok Hesti ini dipandu oleh Binhad Nurohman. Rara Gendis tampil apik membacakan "Lagu Jauh", yang oleh Zen Hae dikomentari sebagai cerpen yang berhasil mengaduk-aduk perasaan seorang gadis yang juga narator cerita ini.

Selain keterkaitan karya dengan penulisnya, dalam diskusi ini kedua pembahas juga menyoroti dimana kekuatan Kef, panggilan akrabKurnia Effendi. dalam cerita pendek yang telah melambungkan namanya sebagai salah satu cerpenis papan atas saat ini? Keduanya berpendapat serupa tentang hal ini.

Menurut Zen Hae, Kef bisa dengan efektif mempermainkan psikologi tokoh-tokohnya, meski ceritanya sendiri biasa-biasa saja. Ia membiarakna tokoh-tokohnya terperangkap para persoalan masing-masing, yang tidak selesai. Tidak ada kepastian masa depan untuk tokoh-tokohnya--dan memang tidak perlu ada.

Tidak jauh berbeda, Mustafa juga menilai, dalam "Kinci Api, Kef mampu mendiskripsikan adegan demi adegan dengan manis, termasuk perihak seks yang digambarkan sangat simbolik namun langsung tergambar di kepala pembaca, ia juga menyuguhkan kejutan. Tba-tiba, ketika si aku sedang berdua dengan si penari (cerpen Sang Penari), sang penari lalu menelpon isterinya.

Semula, lanjut Mustafa, orang mengira penari menelpon untuk mengatakan bahwa si aku bersamanya, rupanya tidak. Sang penari mengajak isteri aku untuk makan malam. "Kurnia menyajikan sebuah adegan yang mendebarkan," ujar Mustafa yang juga cerpenis.

Kef sendiri, yang seperti biasa tampil sederhana dan penuh senyum, menjawab pertanyaan dari peminat sastra dalam diskusi ini mengatakan, saya ini penulis yang tak bisa menulis dengan vulgar. 'Betapa miskinnya saya jika menulis dengan kata-kata vulgar. Karena itu, saya mencari padanan, ang mungkin multi tafsir. Dan saya selalu ingat, cerpen saat dimuat di koran, dibaca juga oleh banyak kalangan, termasuk anak-anak'.

Lalu apa sisi lain dari Kef? Adri Darmadji Woko, yang pernah menjadi redaktur sebuah majalah remaja dan juri saat Kef masih remaja dan cerpennya menjadi juara pertama, bertutur bahwa Kef sejak kecil memang dekat dengan ibunya. Kedekatan ini juga banyak tercermin dari cerpen-cerpen Kef.

Tak terasa bedah buku ini berjalan lebih dari dua jam. Di penghunung acara, Kef membacakan 'Kincir Api".

Senja telah menepi, saat Kef bersama beberapa rekannya kembali ke Jakarta. Malam yang masih mentah, tampak menguning oleh "Kincir Api" Kurnia Effendi, yang menganggap bahwa 'Saya" lebih melankolis dibandingkan "Aku".

Kef, tentu bukan hanya itu. Guliran cerita pendekmu toh juga melankolis, meski ada ada yang kau biarkan menggantung, juga keperihan yang diam.(Yo)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...