yuli oncor
dalam langgar saat itu, kami duduk saling melingkar.
tapi tidak ebrcakap juga seorang pun sejak tadi.
malam bergeser pelan-pelan. sedang,
angin di luar gundah hatinya.
"sungguhlah kupikir, kita musti melakukan sesuatu
:perubahan" kawanku ale' memulai,
sambil mempermainkan korek api.
semua tetap diam.
wajah imam teramat penat, nafas guruh begitu dalam.
gufron menyimpan diri dan aku mengenang perangai
banjir,angin, pemerintah, kawan-kawan yang
menghidupkan nyali pergi dari kampung ini.
ada pengungsi pula.
-gerimis jatuh: mau hujan -
"tiba-tiba pagi, tidurlah! dan kopi telah lama dingin"
ale' bicara lagi lantas menyentuhnya.
kami ingin etrsenyum,
tapi sakit yang kami pahami memikin tak mungkin.
"jangan, aku harus berkemas untuk pulang siang nanti.
lagi, sisa malam, baik dengan bercakap kita akhiri"
sergahku.
"atau, bagaimana jika menulis puisi?" tanya guruh.
entahlaj, kami sungguh ingin etrsenyum sekali itu saja.
tapi tak jadi.
sudah lama saya tidak membaca puisi yang memberikan kesan yang berbeda seperti ini. membacanya mengingatkan saya akan karya-karya penyair pujangga lama.
BalasHapus