Semalam Februari
lancar layar tegak melambai marilah duhai ombak dan kau masih anakku yang pernah hilang bersama angin petang dan saat wangi pala di negri seberang adalah luka pada bianglala kota selepas mantra menjalar pucuk batang kapas menetas sementara igau yang memanjang diam, berkaca di telaga
2006
Obituary
kubang kandang babi kasib usia tenggelam remuklah lembar lelangit dan kayon malam dari perempuan yang telanjang atau puisi tak lagi berbunyi?
2006
Ode Surga Kedua
ingatkah hawa pekat khuldi? aku bukan laut yang tawar dari pantai yang bertukar kabar seru waktu, “hei! pulang ke kandang, sayang.” o manis asmara bergelak saling desah musim miris selagu dan masihkah tak sudah? ah, lidah ini ular yang haus bibirmu duhai kupu-kupu yang tak siang tak malam
2006
Ode Peretas Petang
gagak petang menakik angkaangka awan lebam ukir kawatkawat langit hijrah setubuhi basah tanah dini terlebih awal meretas selepas hymne berhentakkan dan teriak mercusuar lebih dari resah lalulalang ombak dari desah yang berkesiur bersilang lompat dengkur anak petang terbelah hilang malam dalam buaian
2006
Lepas Gerigi
lepas gerigi hijau dedaun lunak aku memasak nasib pada waktu yang kasib hari yang berkedip setiap penyinggahan di gudanggudang dari asmara gigil ini embun yang kutuai makin mendidih sejak jejak menenun lagu alun beralun tiap cangkang udara menari ke ujung langit
2006
5 Februari
hujan tak datang cintamu yang tak pernah jadi kutebar hilang di penggalan tanahtanah kau bertanya tentang kusut benang matahari ketika bulan habis jadi sabit di titik jengah seolah badai yang pernah kau siram menjelma asap dan wangi menyangit tetapkan suatu letak perbenturan meski lidah tak lagi silang kata yang tetap berperang membelah rinai
2006
Komentar
Posting Komentar