Langsung ke konten utama

Puisi-Puisi Chairan Hafzan

Semalam Februari

lancar layar tegak melambai marilah duhai ombak dan kau masih anakku yang pernah hilang bersama angin petang dan saat wangi pala di negri seberang adalah luka pada bianglala kota selepas mantra menjalar pucuk batang kapas menetas sementara igau yang memanjang diam, berkaca di telaga

2006

Obituary

kubang kandang babi kasib usia tenggelam remuklah lembar lelangit dan kayon malam dari perempuan yang telanjang atau puisi tak lagi berbunyi?

2006

 

Ode Surga Kedua

ingatkah hawa pekat khuldi? aku bukan laut yang tawar dari pantai yang bertukar kabar seru waktu, “hei! pulang ke kandang, sayang.” o manis asmara bergelak saling desah musim miris selagu dan masihkah tak sudah? ah, lidah ini ular yang haus bibirmu duhai kupu-kupu yang tak siang tak malam

2006

 

Ode Peretas Petang

gagak petang menakik angkaangka awan lebam ukir kawatkawat langit hijrah setubuhi basah tanah dini terlebih awal meretas selepas hymne berhentakkan dan teriak mercusuar lebih dari resah lalulalang ombak dari desah yang berkesiur bersilang lompat dengkur anak petang terbelah hilang malam dalam buaian

2006

 

Lepas Gerigi

lepas gerigi hijau dedaun lunak aku memasak nasib pada waktu yang kasib hari yang berkedip setiap penyinggahan di gudanggudang dari asmara gigil ini embun yang kutuai makin mendidih sejak jejak menenun lagu alun beralun tiap cangkang udara menari ke ujung langit

2006

5 Februari

hujan tak datang cintamu yang tak pernah jadi kutebar hilang di penggalan tanahtanah kau bertanya tentang kusut benang matahari ketika bulan habis jadi sabit di titik jengah seolah badai yang pernah kau siram menjelma asap dan wangi menyangit tetapkan suatu letak perbenturan meski lidah tak lagi silang kata yang tetap berperang membelah rinai

2006

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...