Langsung ke konten utama

Lomba Geguritan : Banyak Yang Terjebak Kostum

{mosimage}Peserta lomba geguritan yang diselenggarakan Dinas P dan K Provinsi Jawa Timur di Museum Seni Mpu Tantular Surabaya (20/9) banyak yang terjebak kostum. Mereka lebih sibuk dengan persiapan kostum berupa busana Jawa ketimbang menampilkan puisi atau geguritan sebaik-baiknya. Meski demikian, rata-rata penampilan mereka cukup bagus. Lomba yang diikuti 66 peserta dari 33 kota/kabupaten itu akhirnya menetapkan lima penyaji unggulan, masing-masing putra dan putri.
Sedangkan penulisan naskah ditetapkan dua penulis naskah terbaik. Semuanya tanpa urutan (nonrangking).

Penyaji unggulan Pria adalah : Deny Eko Setiawan (Tulungagung. Dengan geguritan berjudul "Layang Kapang"), Ganjar Asti Sudrajat (Kabupaten Nganjuk, "Kanyatan"), M. Samsuding (Kota Batu, "Pisungsung"), Rahmad Mahaputra (Kabupaten Pamekasan, "Carok") dan Nur Muhammad (Kabupaten Kediri, "Elinga").

Penyaji Unggulan Putri adalah : Lussy Setyo Sudarmi (Lamongan, "Tresna Iku"), Rizky Vena A (Tulungagung, "Indonesia Wutah Darahku"), Dessy Handayani (Lumajang, "Pepesing Ati"), Adilla (Jombang, "Nalika Rembulane Katon"), dan Nur Rohmah (Sampang, "Mutiara Kaodi'an").

Sedangkan dua penulis naskah unggulan, masing-masing : S. Har Putujaya (Tulungagung "Layang kapang"), dan Djarot Setiono (Trenggalek, "Ing Kene").

Dean juri yang terdiri dari Drs. Sugeng Wiyadi (Dosen Unesa), Widodo basuki (sastrawan, wartawan Jayabaya), dan D. Zawawi Imron (sastrawan, Madura), juga memberikan catatan , bahwa rata-rata peserta masih tampil dengan teknis vokal seadanya, belum dieksplorasi. Sebagian membaca geguritan dengan gaya Bahasa Indonesia sehingga kehilangan roh Jawa. Iringan musik kadang tidak sesuai, sehingga menghambat dan mengalahkan pembacaan geguritan.

Surabaya, 20 September 2006

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007