Langsung ke konten utama

Jangan Halangi Jalanku

 

 
Aku adalah mata elang yang tajam memandang keseluruh daratan
Aku adalah angin yang menjadi penyeimbang tekanan atmosfir kehidupan
Aku adalah awan yang beriring bersama angin melanglang buana dijagat raya
Aku adalah butiran air diawan yang akan cair menjadi hujan
Aku adalah hujan penyiram bumi yang gersang dan kehausan
Aku adalah air yang mengalir dalam lembah kehidupan
Aku adalah abdi setia dari keseimbangan alam
Aku adalah lafal doa yang dikumandangan dari hati hati keikhlasan

Tak satupun dari kalian yang mampu mengatur alur pikirku
Tak satupun dari kalian yang mampu merubah gerak langkahku
Karena aku sudah diatur oleh Sang Maha Pengatur
Karena aku bagian dari aturan , yang berintikan keadilan
Karena aku diperlukan oleh denyut kehidupan, menunjukan kebenaran
Karena aku yang harus berjalan dalam alur kebebasan

Ketika ku rajawali-- yang terbang di dirgantara,..
Mampukah engkau melarang kedua sayapku terbentang....?
Ketika Ku mata elang-- yang tajam sedang memandang,..
Mampukah kau melarang mana yang mau kupandang..?

Ketika ku jadi angin,--yang semilir sepoi sepoi,.
Mampukah kau hentikan ku...
Jika berani kau coba, ….
Ku akan menjadi badai.

Ketika ku jadi awan- yang beriring ke tujuan,
Apa yang mampu kau kerjakan..?
Selain kau nikmati keteduhan..?

Ketika ku jadi air-- yang mengalir dalam sungai,..
Mampukah kau halangiku...dalam bendungan kokohmu?
Jika kau katakan bisa……….aku kan menjadi bencana
Bendungan kokohmu itu….. hanya menahanku sementara.

Yang harus engkau lakukan,.. adalah peyelarasan,..jangan menentang aturan
Taat pada kebenaran,jangan larut dalam rekayasa pembenaran
Karena nuranimu tahu ,dan sudah tertanam disitu,
Apa makna Kebenaran Apa makna Kebebasan ,Apa arti Kemerdekaan
 
Jika kau masih mencoba mencarikan PEMBENARAN…..
Kau sedang membuat bendungan…tanpa jalan pembuangan
Bencana lah…!! yang akan engkau dapatkan……!


Kebenaran tak akan mampu kau penjarakan,
Karena dia pemilik hak KEMERDEKAAN


 
Bungdamai 31 Agustus 2003
 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007