Langsung ke konten utama

Tak Siang Tak Malam




tak siang tak malam
koran masih saja menuturkan
banjir gempa topan
bencana di segala pelosok

-- musim tambah panas, tapi kadang hujan

seorang lelaki berteriak-teriak
belati hampir menembus usus
aku terkesima
terduduk
ah, ternyata kejahatan menyebar
dalam setiap detak kehidupan

menelusuri negarabatin suatu malam
malam tak sesunyi yang terpikirkan
malam menyembunyikan rahasianya sendiri
tapi malam jujur mengakui sedang resah
sedikit kegelisahan menyembul daro sisi malam
lampu terlampau remang menelusuri gelap

tak siang tak malam
aku gelisah
kita masih menunggu kelenjutan fragmen hidup
kita nyatanya hanya menjalani
entah apa yang bakal terjadi



membelah kesunyian negarabatin
radio masih mendendangkan
: tak siang tak malam

2004


---


MAK DAWAH MAK DIBINGI

mak dawah mak dibingi
kuran maseh riya ngewarahkon
banjer kukuk tupan
bencana di lamon rang

-- musim tambah panas, kidang kekala terai

bakas sai mekik-mekik
cak gerpu cutik lagi nembus tenai
nyak tekesima
tehejong
ah, nyata ni sai jahat nyebar
delom setiap detak ni sai urik

nyusori negarabatin sai bingi
bingi mak seangi sai tipikerkon
bingi nyegokkon resia ni tenggalan
kidang bingi jujor ngakui risok sareh
cutik sungsai nyembul jak kebelah bingi
lampu keliwat ridap nyusori kelom ni

mak dawah mak dibingi
nyak resah
neram ingkah nunggu lanjutan ni urik
neram nyata ni ingkah ngejalani
induh api sai bakal tejadi



ngebelah angi ni negara batin
redio maseh ngedendangkon
: mak dawah mak dibingi

2004

Komentar

  1. dahsyat memang puisi udo ni, bravo puisi modern lampung

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007