Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”
halo pak eka...
BalasHapussaya fendra yang dulu ketemu bapak di banda aceh waktu launching buku ajar leuser YLI. semoga bapak masih ingat. saya ingin puisi saya ditampilkan juga di sini. bagaimana caranya ya pak?
terimakasih sebelumnya.
f.tryshanie