Langsung ke konten utama

Apa Lagi Yang Harus Kukatakan Padamu



saidatul fitriah. apa lagi yang harus kukatakan padamu?
namamu mengharumi koran, majalah, radio, televisi.
kau jadi orang tenar sekarang, adikku.

jumat sore aku menjengukmu. kau masih tertidur, sai.
kau akan sembuh dan kita akan akan kembali bertemu
dan berbincang lagi tentang nasib negeri ini.

tapi, tuhan jauh lebih mencintaimu ketimbang kami.
malaikat menjemputmu,  akhirnya. engkau pergi juga!
tinggallah aku, keluarga, sahabat-sahabat, almamater
tinggallah semuanya meratapi kepulanganmu.

apa lagi yang mesti kuceritakan padamu, adikku?
"setelah ini tak boleh ada lagi sepotong nyawa
melayang sia-sia. sebab, harga selembar nyawa
lebih berharga ketimbang sejuta kepongahan penguasa."
aku begitu marah ketika menuliskan ini
untuk terbunuhnya izal, temanmu yang duluan pergi.

dan engkau, adikku, hanyalah seorang mahasiswi.
kebetulan saja kau tengah berada di universitas kehidupan,
tempat kita sama-sama belajar tentang kemanusiaan,  
nurani, kejujuran, kebenaran, keadilan.  


aku mencatat: seorang aktivis tewas di tangan tentara              
yang mabuk kuasa! sai, kau terlalu muda untuk mati.
tapi,  maut tak mengenal usia sebagaimana tentara
yang tak kenal wanita atau pria, mahasiswa atau bukan,
wartawan atau demonstran.

apa lagi yang mesti kututurkan tentangmu?
kau bukan demonstran, sai. apalagi provokator.
kau hanyamengabadikan sebuah tragedi kemanusiaan
: militer itu tak pernah berubah. mereka tak kan tenang
bila tak menembak, menyiksa, menculik, dan membunuh.

kita seharusnya marah. tapi, sudahlah, adikku.
semua bangga padamu. nyawamu telah kausumbangkan.
tak ada lagi yang tersisa.
perjuanganmu, biarlah kami yang melanjutkan.

: semoga kau tetap tersenyum, adikku.  

minggu, 3 Oktober 1999 pukul 03.30 di RSU Abdoel Moeloek


----


API LAGI SAI AGA KUUCAKKON JAMA NIKU  

saidatul fitriah. api lagi sai aga kuucakkon jama niku
gelarmu ngerumi koran, majalah, radio, televisi
niku jadi jelma tenar tanno, adekku

jumat dibi nyak nyilau niku. niku lagi pedom, sai
niku aga sihat rik ram dapok petungga luwot
rik ngicik luwot tentang nasib negeri inji

kidang tuhan lebih mekahut jama niku tinimbang sekam
malaikat maut nyusul niku, akher ni. niku mit juga!
tinggal do nyakku, keluarga, kantek-kantek, almamater
tinggal do sunyin ni ngehiwangi kemitanmu

api lagi sai mesti kuwarahkon jama niku, adekku
"jak inji mak kasi wat lagi kepelok nyawa
lebon sia-sia. mani, rega ni kepelok nyawa
jak berega ni tinimbang sejuta lagak ni penguasa."
nyak butong temon pas nuliskon inji
jama mati ni ijal, kantekmu sai mit mena.

rik niku, adekku, ingkah mahasiswi
kebetulan riya niku basa di universitas kehurikan,
rang ram jama-jama belajar tentang kejelmaan,
hati, kejujoran, kebenoran, keadilan.




nyak nyatat: sai jelma pegat di culuk ni tentra
sai mabuk kuasa! sai, niku mati ngura ga
kidang maut tak kenal umor injuk tentra
sai mak kenal bebai atawa bakas, mahasiswa api lain
wartawan api demonstran

api lagi sai harus kuceritakon tentangmu
niku lain demonstran, sai. api lagi provokator.
niku ingkah nyuba ngeabadiko sai tragedi kejelmaan
: militer udi mak pernah berubah. tian mak tenong
kik mak nimbak, nyiksa, nyulik, rik ngebunuh

ram harus ni butong. kidang, radulah, adekku
sunyin ni bangga jama niku. nyawamu radu niku sumbangko
mak ngedok lagi sai tinggal.
pejuanganmu, tagan sekam sai ngelajukon

: semoga niku tetap ngimut, adekku

minggu, 3 oktober 1999 pukul 03.30 di RSU Abdoel Moeloek

Komentar

  1. ......,Tragedi bangsa yang tak kunjung usai
    memberi kisah yang berbeda pada manusia......

    Hidup adalah proses belajar memberi dan meneriama..
    Manusia wajib sabar dan tawakal.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...