Langsung ke konten utama

Postingan

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”
Postingan terbaru

Sepatu buat Bush

dua juta rakyat Irak yang mati kini menjelma sepatu yang ingin mencium mukamu, Bush kau menolak ciuman itu kau memalingkan wajahmu, Bush karena yang ingin menciummu hanyalah sepatu hanya sepatu! apa yang berharga pada wajahmu, Bush? hingga sepatu demikian bernafsu untuk menciummu dan mungkin menidurkanmu selama-lamanya apa yang berharga dari kekuasaanmu, Bush? kalau pada akhirnya kado yang terbaik untukmu hanyalah sepatu yang akan melekat di wajahmu di wajahmu! dua juta rakyat Irak yang mati oleh pasukan yang kau kerahkan ke ladang minyak itu kini menjelma sepatu yang meruntuhkan harga dirimu sebagai seorang laki-laki. Citayam, 2009 Asep Sambodja

Berhala Obama

jakarta membangun berhala obama “obama kecil,” kata walikota, dan lucu berhala ditaruh di tengah kota “agar jadi inspirasi bagi anak-anak kita,” kata walikota berhala itu berkata “the future belongs to those who believe in the power of their dreams.” dan ron muellers bilang, “obama sering bermain di sini, dulu dan sekarang dia jadi pemimpin dunia.” orang-orang percaya presiden amerika itu dibaptis jadi pemimpin dunia seperti mereka percaya pada makanan siap saji mereka menari dan menyanyi di depan berhala kecil semacam menyambut bintang film amerika di oslo, berhala itu mendapat nobel tapi oslo harus mengeluarkan 16 juta dolar untuk mengamankan berhala itu artinya lebih dari 10 kali lipat nilai hadiah sebuah nobel perdamaian keluar dari kocek panitia mei-britt gundersen, warga oslo merasa heran dan berpikir “apakah sedang ada seorang teroris sehingga perlu pengamanan seketat ini.” sepulang membawa nobel obama akan mengirim lebih dari 30.000 pasukan ke afghanistan untuk apa? untuk membu...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...

GOENAWAN MOHAMAD: SAYA TAK BISA JADI ATHEIS

Bicara dengan Goenawan Mohamad selalu menarik. Penyair, esais, dan salah seorang pendiri kelompok Tempo ini terlibat aktif melawan rezim Soeharto di senjakala Orde Baru pada akhir 1990-an. Belakangan, ia cukup mengejutkan dengan buku kecilnya, Tuhan & Hal-hal Yang Tak Selesai, 99 percikan permenungan yang bersumbu pada soal-soal keagamaan. Ia juga kritis terhadap kaum Atheis “fiundamentalis” yang sedang laris saat ini, seperti Richard Dawkins, Sam Harris, Christoper Hitchens. “Saya terutama mengkritik kepongahan mereka,” katanya. Pada Jumat sore, 25 Januari 2008, redaktur Madina Ihsan Ali-Fauzi dan Hikmat Darmawan bercakap-cakap dengan Goenawan Mohamad di Bakoel Coffie Cikini, tentang Tuhan para penyair, Rumi, perang agama, dan Reformasi yang tak menjanjikan apa-apa. Berikut, ringkasan percakapan itu (versi lengkapnya, bisa diakses di situs Madina.com).

Aku Setelah Aku

:eyelight Aku berdiri sebagai reruntuhan, atau, mungkin sebagai reruntuhan yang duduk di depan monitor kesunyian. Gelombang- gelombang memori masih bergerak, seperti mesin scanner yang mondar-mandir di atas keningku. Batas kematianku dan batas kecantikanmu, membuat tikungan yang pernah dilalui para petapa. Aku masih reruntuhan dalam pelukanmu. Batu-batu bergema dalam puing-puingnya. Menuntunku dari yang jatuh. Berenang, dalam yang tenggelam. Menghidupkan gamelan mati di mataku. Ketukan-ketukan kecil, putaran di kening, lembah-lembah yang belum pernah kulihat. Aku berdiri melihat garis bibirmu dari matamu, garis yang dilalui sebuah truk. Seorang perempuan menyetirnya dengan lengan kirinya yang patah. Ia gulingkan cermin-cermin busuk ke dalam kaca: aku pada batas-batas berakhirnya aku. Perempuan yang kecantikannya melumpuhkan batas-batas militer. Parit-parit bekas peperangan, membuat mata rantai baru ke telaga. Bebaskanlah aku, bebaskanlah aku dari kultur yang menawan kebinatanganku. Ia ...

Jembatan Iblis dari Keningku

Buat BOT, Marianne dan Elia Sebuah gereja dalam salju. Kursinya membekukan kekosongan. Pintunya menutup musim dingin. Salin masih terus membekukkan sunyi. Di Gotthard, melewati Zurich ke Andemartt, sebuah hotel dalam salju. Albergo San Gottardo. Pintunya menutup musim dingin dari 5 menit musim panas. Lima jam mendaki, menyesatkan diri dalam lubang-lubang udara. Kota telah berlalu dalam kenangan memasak dan mesin printer. Lembah-lembah Urseren dan Laventina. Setiap belokan, melingkar. Arsitektur kesunyian, melingkar. Konstruksi kesedihan, melingkar. Mengubah warna kenangan dan gua-gua bekas peninggalan militer. Melingkar di bawah tebing-tebing batu di atas tebing- tebing batu yang kembali ke bawah dan ke atas. Ke luar dan ke dalam. Cahaya dari bukit-bukit batu, mengelupas melewati erangan Salju di musim panas, benturan antara yang berlalu dan berkelanjutan. Ruang di sini terus menciptakan dirinya berulang- ulang, untuk menyesatkan waktu dalam perjanjian antara iblis dan pendeta suci Got...