Langsung ke konten utama

Seikat Doa, dan Pulau Biru

secangkir kenangan
belum sempat kau tuang untuk dahagaku
saat engkau meronta lagi ke arah-kapal-hilang

salah-apa ombak, atau elang-elang putih
sehingga tak sederajat pun
kau sudi menoleh ke bekas-bekas jejakmu?

belum lagi tanda-tanda malam membintik di tenggara,
telah kau gulung senyummu
menjadi sebuah lambai
yang kau kibas dengan nada-hambar
sambil kau tarikan jurus langkah-amarah

bahkan belum sebatang rokok pun
kuresapi sore ini
ketika kita-coba berbincang menemani butir-pesisir
yang sebentar lagi
pasti berubah jadi lampu malu-malu di pelabuhan,

begitulah. pergimu
telah membekukan sekeping-sisa-lembayung,
langit sebuah-beranda
yang belum pernah berhasil menimang bola matamu.

Beginilah senja-senja sepeninggalmu,

sepenghuni pulau telah letih
merintihkan rindu-rindu-purnamanya,
tapi aku masih saja, masih tetap seorang pramusuara,
yang bagai-api
membunyikan melodi-melodi-gitar-kenangan
ke sepenjuru cuaca malam
di pub cattage-cottage
hingga ke deretan bungalo
yang-satu-satu tampak telah mulai belajar berdandan
dengan segala solekan dan bebunga-warna

pun, :
segala mitos pulau biru itu,
juga sejarah centil ombak-ombak
masih belum sukses kutukangi dengan lagu,
atau dengan ayat-ayat rindu yang terpaksa kusadaikan
di pancang-pancang-dermaga yang melumut,

namun alinea-alinea rindu untukmu
entah sampai setengah mati
pasti mesti kukuliti seteliti-hati
meski itu hanya lewat surat-surat yang belum juga beralamat
entahlah hingga kuas di jemariku ini mati lemas
saat air mata dan kaligrafi-doa-doa
kutorehkan sebagai firman-pulang bagi jejak mu
yang urung mekar dari pori-pori saujana hitam

muncullah jadi selengkung pelangi-muda
yang tersenyum di atas danau
pada sebuah perjamuan senja:
yang selalu membiru di pulau kemarau

Hutabolon-Beach, 07 Mei 08

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...