Langsung ke konten utama

Perempuan Penjaga Dermaga

buatmu, aku pasti sudah angin.
,sejak pernah
tuhan mengutukkan selengkung jurang-panjang
di jejak-jejak kita
hingga entah,
siapa dari kita
yang sesungguhnya duluan menguap
atau yang kemudian terpasung?

jikalah aku yang menguap,
ke pori tanah yang mana bayang-bayangmu
dulu terjepit?
pun belum siapa antara kita
yang mengaku layu
atau telah jadi batu

namun surat mantra pencarianku
biasanya hanya sanggup
kukirim pada langit, atau pada rembulan
yang tak pernah pasti kapan sempat menepi

juga sayap doa-doaku sering kukepak-kepakkan
menjelajah waktu
sampai kutemu
kemana rangkulku akan melingkar di lehermu

lalu, malaikat cengeng yang tak tahan menonton
sunyi-perempuan, kecarian pada arah jejakku
hingga aku kepergok
sedang menulis lagi tentang surat cinta
yang itu-itu juga

maka dari anginlah aku dirogoh untuk diantar
menuju pulau-galau
yang ternyata adalah persembunyianmu

kutemukan tubuhmu, kaku
mungkin sesering itu kau menungguku
masih bersama angin senja menjagai pelabuhan
sampai ujung-ujungnya kuputuskan juga
untuk menghunuskan sebilah rindu api
yang mendengus-dengus
dan yang setajam air matamu

Hutabolon Beach, Okt ‘08

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...