Langsung ke konten utama

Lokakarya Sastra dan Musikalisasi Puisi

MUSISI balada Ferry Curtis saat memberikan paparan pada Workshop (lokakarya) Sastra “Musikalisasi Puisi”, bertempat di Galeri Teh Dago (Tea House), Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, Jln Bukit Dago Selatan No. 53 A Bandung, Jumat (25/10/2013).

BANDUNG, (PRLM).- Keberadaan seni musik pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari sastra. Perpaduan karya musik dengan sastra-puisi yang “berbicara” dalam perkembangan musik populer lazimnya disebut Balada.

“Dapat pula dikatakan bahwa pada hakekatnya sastra mengolah bahasa justru untuk mengungkapkan sesuatu yang sesungguhnya tidak terungkapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan bahasa yang umum. Hal itu tidak lepas pula dari 'live performance', penghayatan penyaji, reaksi penonton dan lainnya, amatlah penting dirasakan oleh seorang musisi” ungkap penyanyi balada Kota Bandung Ferry Curtis, dalam arahannya pada Workshop (lokakarya) Sastra “Musikalisasi Puisi”, bertempat di Galeri Teh Dago (Tea House), Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, Jln Bukit Dago Selatan No. 53 A Bandung, Jumat (25/10/2013).


Kegiatan lokakarya sastra yang berlangsung sejak Kamis (24/10/2013), dengan pembicara Ferry Curtis, Ahda Imran, Langit Amaravati, dan Meitha K.H., diikuti 60 orang peserta dari berbagai kalangan, merupakan bentuk pembelajaran menumbuhkan rasa percaya diri pada generasi muda terhadap seni sastra dan musik.

“Melalui workshop inilah kami perkenalkan bahwa sesungguhnya musik balada adalah musik populer dalam arti yang sebenar-benarnya, yang mengungkapkan kebenaran dengan cara sesungguhnya dan dapat disandur dari karya sastra,” ujar Ferry yang melalui lirik lagunya dikenal trainer penggalian potensi dan motivasi pada Sahabat Cahaya Edutainment dan relawan Shamsi Duha Foundation untuk penyakit Lupus.

Hasil dari kegiatan lokakarya, peserta akan menyuguhkan karya mereka dalam bentuk pagelaran musik balada “Catatan Perjalanan”, Sabtu (26/10/2013) pukul 19.30 WIB bertempat di Teater Terbuka Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat.

Selain karya-karya peserta, Ferry Curtis juga akan tampil bersama kelompoknya Ferry Curtis and Friends.

sumber: pikiran-rakyat.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007