Langsung ke konten utama

KUDA - HELA CAHAYA

KUDA - HELA CAHAYA

Kita boleh berdusta meninggalkan hitamnya isi perut bumi,
tetapi hari-hari tetap benderang, menuai setiap setiap tahun,
angkasa kadang-kadang biru.
Maka ingatlah.Perhatikan.

Perjuangan kita untuk memunculkan
setelah beribu-ribu tahun, maafkan aku,
untuk memecah dengan mimpi buruk. Pasangan
sepadan bagi kuda cahaya?

Lupakan itu. Saat aku tak suci
kerjaku akan lebih bodoh dari
menyalakan mesin penebahan gandum.
Tetapi itu bukan apa-apa; harga diri.

Kuhela kuat-kuat dari beban yang telah kutarik
seperti kuda Clydesdale* melewati seratus
generasi terakhir. Tetapi bagaimana dengan usia?
batas malam. Aku merasa terang

mendengar penggalian, bajak – membagi
mengoyak permukaan bumi
- berlanjut; membutakanku. Mendengar ringkikan di bawah
getaran cahaya bawah tanah. Biarkan kita ke luar
mengangkat tarikan baru kebodohan siang ini.
Biarkan kita berpacu dan semakin lelah.
Ini kuda suci menghela cahaya.
Mari lihat mereka kehilangan apa. Mereka menjadi apa,

(Kathleen Jamie)

*Clydesdale : Kuda berkaki besar, di sekitar kakinya tumbuh bulu yang sangat lebat. Hidup di Eropa, terutama di Inggris.Biasa dimanfaatkan tenaganya untuk membajak ladang, menarik beban, tunggangan pasukan kavaleri.

Telah diterjemahkan oleh Wahyu Barata dari The Poetry Book Society Anthology 1988-1989, disunting oleh David Constantine.
Puisi-puisi karya para penyair Hutchinson ini edisi pertamanya dipublikasikan tahun 1988 oleh Hutchinson, an imprint of Century Hutchinson Ltd., Brookmount House, 62-65 Chandos Place,London WC2N4NW, dan oleh The Poetry Book Society Ltd.,21 Earl Court Square, London SW-5 Century Hutchinson Australia (Pty) Ltd.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007