Langsung ke konten utama

musim dingin

aku menatap hujan lewat jendela kamarku
langit begitu gelap dibawah kubah matahari
ah, jangan mengajakku untuk menikmati malam
sebab bulan masih menangis di kediamannya yang kumuh
mengejar roti yang ada di meja kamarku


aku mengambil kopi,
susu, dan kelelahan
kunikmati bersama kepakan sayap liar di halaman benakku
ada yang menggigil di rumput
mungkin derit air : mungkin derit jiwaku
memanggil dalam lebatnya zaman yang kelabu
jangan buka jendela itu! : teriaknya
sebab hujan itu masih merangkak


masih mengginginkan roti yang kini ada di dalam darahku

aku masih memandangi hujan lewat jendela napasku
namun kini hujan itu menjerit :
bunuh aku !
bunuh semua rintik mimpi yang kubawa ke kardus ini
sebab bumi ini hanya sebuah kardus
yang dibuang oleh anakku sore kemarin

maka malam ini masih mengingini rotiku
roti yang kini ada di antara derasnya sejarah

sejarah yang dibuang anakku kemarin sore

maka aku masih memandangi hujan di dalam selimut waktu :
yang masih memandangi rotiku :
bersama angin membunuh lautan zaman


claire lawliet
2006

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007