Langsung ke konten utama

Jadwal Off-Line Puitika

Puitika.Net akan off-line selama lebih kurang 1-2 pekan. Jadwal ini kami perkirakan dimulai sejak tanggal 6 Nopember 2008.

Selama beberapa hari sebelum off-line, tampilan wajah Puitika.Net mungkin akan terasa kurang nyaman. Hal ini dikarenakan kami sedang menata ulang fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya.

Setelah masa off-line, kami berharap sudah dapat hadir di hadapan Anda dengan tampilan baru dan tentunya dengan kualitas situs yang lebih baik dari sebelumnya.

Penambahan materi non-puisi nampaknya belum dapat kami perbarui, namun kami dengan senang hati menerima kiriman-kiriman karya non puisi dari Anda. Puisi, Esei, Lawatan, Biografi Penyair, Liputan Aktivitas Puisi dan sebagainya dapat Anda kirimkan melalui surat-e kami di puitika@ymail.com (ingat! bukan gmail lho!). Alamat ini kami buat khusus untuk wadah ketika puitika.net sedang off-line.

Karya-karya Anda juga dapat dikirimkan melalui milis puitika di puitika@yahoogroups.com. Pendaftaran anggota di milis akan kami buka tanpa moderasi selama rentang waktu off-line tersebut. Jangan lupa untuk menuliskan username/nickname/nama pengguna Anda di Puitika.Net pada bagian akhir kiriman Anda agar kami lebih mudah mengidentifikasi karya-karya tersebut saat menerbitkannya di Puitika.Net.

Salam hangat,

Pengelola

Catatan: Untuk pencarian materi sementara ini dapat dilakukan melalui http://google.com dengan menyertakan kueri "site:puitika.net" (tanpa tanda petik) setelah kata kunci pencarian Anda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007