Langsung ke konten utama

tiga puisi hadiahku untuk indonesia

ANTARA MAWAR DAN CELURIT

antara mawar dan celurit
madura bangkit
mengibarkan merah putih di atas bukit

Taman Merdeka, 2008 M

PEMUDA, PUISI INI UNTUKMU

setelah puisi kutulis untukmu
lantas kumengabu
kau harus maju
kalahkan mesiu kalahkan peluru

jangan berhenti jangan berlari
indonesia masih butuh suaramu

Taman Merdeka, 2008 M

MALAM 100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL

malam ini semua rata
tak ada lembah tak ada bukit
semua satu nama semua satu bahasa
indonesia

malam ini semua merdeka
tak ada budak tak ada boneka
semua bebas bersuara semua bebas angkat senjata
melawan penjajah airmata

malam ini semua bangkit
pahlawan bangkit rakyat bangkit
purnama pun tersenyum di atas bukit
indonesia jaya menembus langit

Komentar

  1. moh. ghufron cholid22 Mei 2008 pukul 12.08

    semoga tiga puisi ini bisa memberi warna baru bagi indonesiaku

    BalasHapus
  2. moh. ghufron cholid22 Mei 2008 pukul 12.11

    puisi ini saya buat untuk membuka mata dan nurani saya bahkan anda untuk lebih cinta kepada indonesia. puisi ini pula memuat harapan saya agar kita bisa mengusung indonesia jaya hingga menembus langit. selamat menikmati

    BalasHapus
  3. moh. ghufron cholid22 Mei 2008 pukul 12.13

    puisi ini saya buat untuk membuka mata dan nurani saya bahkan anda untuk lebih cinta kepada indonesia. puisi ini pula memuat harapan saya agar kita bisa mengusung indonesia jaya hingga menembus langit. selamat menikmati

    BalasHapus
  4. baguz skali..
    puisinya keren bangedh
    aq juga suka bwat puisi, tpi kpn yah bs bwat sebaguz ini??

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...