Langsung ke konten utama

Setetes Sajak; hujan untuk Raina

Raina…
Seperti hujan kau di negeriku
Mencipta kemarau rindu jika lama tak datang
Dan banjir membawa air mata jika kau datang
:sedang aku takut pada hujan.

Kini kau sering datang, Raina
Menyapaku yang sendiri di ujung sunyi negeri sepiku
Kau selalu turun menemuiku
Menanyakan tentang aku,
yang masih tak bisa tidur ketika malam menjelma pelaminan
yang masih sering menulis puisi kepada hujan
yang tak pernah lupa menyapa mentari dengan nyanyian sunyi dihalaman pagi.

kau selalu datang, Raina. kau pun selalu bertanya,
Raina.
Tapi kau tak pernah bertanya tentang setetes sajak yang menetes dipelupuk mata cintaku
Saat kau selalu datang seperti hujan.

“sajak itu hanya untukmu, Raina.”



Jogja, feb 08

Komentar

  1. Andai saja aku masih dapat memahami cinta

    SiLenT

    BalasHapus
  2. masih banyak hal yang lebih mendalam dari cinta dan wanita untuk menambah estetika puisi.
    remmysilado
    (23761)

    BalasHapus
  3. maap puisinya masih terlalu amat ringan

    hanya menarik bagi reina tapi bagiku itu kurang menarik

    BalasHapus
  4. maap puisi ini tidak menarik
    mungkin menarik bagi raina saja

    dan
    masih terlalu mudah kamu mengatakan cinta

    BalasHapus
  5. bagus atau jelek
    ringan atau berat
    adalah sesuatu yang sangat berharga bagi yang membuatnya
    dan itu lah kemampuan dia saat menghasilkan karya.
    bukankah sesuatu diawali dari yang kecil, dari yang jelek,dari yang salah untuk bisa menjadi besar
    kenapa setiap orang hanya bisa mengoreksi tanpa pernah sadar
    apakah mereka juga bisa???

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007