Langsung ke konten utama

Puisi-puisi Ustadji Pantja Wibiarsa

REBANA PULANG

usai bertahun sembab kamar pengap biadab
kini birahi pun rindu wangi iktikaf kepak sayap
memulai dengan menekuni relief retorik pucuk malam
bahasa santun yang dipeluk cium ranum mafhum senyap
bahwa hidup tak sekedar mengulur benang nasib
tapi juga memintalnya di mursyid cuaca muhasabah
jadi bentang muiz ziarah muhadarah

Sanggar Kalimasada Kutoarjo, 2007


REBANA PUNGKAS

kasidah musim yang terpetakan di cakrawala lentera
mencahayai tukmaninah cinta pada maaf samudra
camar pulang ke sarang berkaca kedalaman rasa
dari luka hati yang mendebat laknat khianat
ikhlas menepis amuk gejolak amarah dendam
mengakhiri amis linggis iblis perseteruan

Sanggar Kalimasada Kutoarjo, 2007


EPISODE BAGIMU 1

engkau yang bersembunyi di balik puisi rembulan
kenapa senantiasa menguncupkan mawar kerinduan
oasismu pun menyimpan desir teka-teki dan degup kenangan
pada pucuk kesunyian malam berkelebat tanya
riuh apa yang kautanam di ladang-ladang kusam
istirah pun membentur lorong panjang berdebu
sementara denting piano dan gesek biola diari lalu menjauh
tertepis misteri rasa terbalut panas dingin kabut
padahal ia telah setia mengusap ubun-ubun dalam zikir nur
inikah episode yang kaukirim untuk menghias hari-hari
yang terhukum oleh jerat gelinjang keinginan zamzam khasanahmu
jiwa raga ini apa di bias sudut mata tajammu
berjuta nama hanya dunia pun barangkali tak berarti bagi alur ceritamu
tentang istana embun penuh indah dawai kecapi
irama kehidupan yang pasti telah lekat di setiap relungmu

Sanggar Kalimasada Kutoarjo, 2007


EPISODE BAGIMU 2

entah sejauh mana telah masuk dalam kuncup puisi abadimu
kekasih musim yang senantiasa tumbuh sebagai irama lembah syahdu
ode kenangan gerimis yang begitu melekat sepanjang sungai usia
pahatan di gapura siang telah mereliefpanjangkan perjumpaan sesaat
rasanya raga telah tersungkur dalam prolog opera fatamorgana
inci demi inci wangi azanmu memabukkan dalam kerinduan sajadah
sungguh perjalanan terpilin pusaran waktu menjadi pengembara asing
terdera dahaga arasy menggalau kemarau biografi
ifah fajar tenggara pun menipis melayang di balik tebing hal ihwal
yang sewaktu bocah didongengwangikan ibu seusai tembang surau
kini mengakrabi air mata mengalir dari teduh telaga tawwab
menjauhkan nurani rimba munkar penuh onak muslihat

Sanggar Kalimasada Kutoarjo, 2007


EPISODE CINTA YANG KEMBALI


eksotis senja menggamit dawai siter lembayung
dalam roncean kelopak labirin pukau memijilkan
ornamen kubah menengadah kabir langit bercahaya kereta cinta
merangkul perpaduan kemersik daun murbei gelitik bisikmu
dengan merdu bocah-bocah mengaji
renyah memeluk cuaca kerasan bersanding di beranda ini
ikan-ikan harap di kolam kelamku pun
sekarang kembali mengibas-ibaskan sirip dan ekornya
tarian romansanya kuharap kauartistikkan dengan cahaya firdausi tamanmu
indah tasbih tanjung tersunting hatimu kuimajikan dalam lelakon hidup
yang memerciksegarkan butir-butir asmaradana ar-rauf
anjangsanakanlah waranggana pringgitanmu di pendapa sunyiku
nadi pakeliran penantianku senantiasa tergelar dan
terbuka zikir-zikir kesetiaanku
ikhlas kangenku bagimu

Sanggar Kalimasada Kutoarjo, 2007


EPISODE PERJALANAN BAGIMU

suatu saat nanti kita akan kembali bersama
mengendapkan kegaduhan arah tujuan
karena pemahaman atas genggaman kodrat
dalam setiap jentik cerita hidup pun pasti ditemukan
orgasme bebukitan sepi dan gersang
sementara perhitungan usia terus saja berkurang dalam setiap
rerasan pencarian sekian episode lain yang hilang bertahun-tahun
ketika irisan belati menggores sisi kerinduan
sadarkah kita telah dituntun dalam pengembaraan gua-gua
terelief di sisi-sisi dindingnya gambaran wilayah kita berada
ikhtiar kita sendirilah menyorongkan cerita rembulan spasi
kita punguti kembali wangi kemangi di jeda makan malam kita
atau menorehkan kembali diksi perjalanan bersama
nanti kita coba menemukan gurat-gurat wajah kita
tanpa tanya dan curiga
ibarat jemari yang senantiasa bertaut dalam afinitas setia

Sanggar Kalimasada Kutoarjo, 2007


LANGGAM KELUARGA

lalu kita pahat sebagai apa kecewa di tiap cuaca
bila kauseteru angin yang akan mengecup kening
membisik lembut irama kenangan manis mutiara maaf
bukankah kita sudah begitu keparat
mengartifak bebatu dan buih limbah di mesin tengkar
menjadi candi berhala menguburkejamkan mawar istigfar

lalu kita lanskap sebagai apa rumah-rumah amanah
dengan pintu dan jendela membuka kalimah mengasidah
anak-anak beranjak usia dalam pemahaman
yang embun di bunga pada kesungguhan kasih sayang
bila kauimaji candu artistik semu belantara persetan
atas rengkuhan aubade-serenade memijil nursery-rhyme

Sanggar Kalimasada Kutoarjo, 2007


PEJALAN MALAM

perjalanan di atas kalap duri perdu nafsu
yang menjelma sebagai ibu berilusi mahkota rembulan
yang disunting di aum lebat ketiak dan selangkangan
sepanjang jejalanan pun bau asam dendam
siapa di seberang jalan bertiang redup lampu
melambaikan rahim puisi bagi kedalaman bola mata
tapi kenapa tak juga biadab ciu di mulut pelacur
terfajarkan dalam musikalisasi lirik berebab epik
bahkan indah rekah mentari di ufuk timur tak lagi menarik
meditasi cahaya sunyi pun telah ditampik

Sanggar Kalimasada Kutoarjo, 2007


PEJALAN PAGI

tikamkan pucuk cinta di rerabu pagi mentari
hingga tiba rintih terakhir memaknai sepi
selaksa kata terucap tak berarti lagi
tinggal sepasang pengantin menguak jendela hati
menebar sisa nikmat sampai trotoar jalan pagi

Sanggar Kalimasada Kutoarjo, 2007


PERCAKAPAN

rahasia tutur yang kautitipkan pada sunyi jalan setapak
membuatku selalu mencari kodrat kidung ayun langkah
di sebalik sandi yang kaugelitikkan dalam labirin masa lalu
gairahku terangsang butir-butir bening dari sudut matamu
yang menganyam rimbun peristiwa dalam baur tlutur
hingga kuistirahkan perjalanan di dangau seberangmu
sampai tiba saat izinmu kubawa bahasa kunci
mengecup ladrang keningmu

Kutoarjo-Purworejo, 2007


PERCUMBUAN

dekatlah kita bercumbu dengan desah daradasih
ranjang gambuh beralas harum salawat
mendekap sukma yang lelah memberontak
pada selingkuh durma yang masih sayap kelelawar
tetap tataplah di kejauhan dengan mata cinta
ketenangan biru luas samudra dandanggula
tempat melayarkan perahu cahaya rembulan
senantiasa mengharap rasuk syahdu megatruh

Kutoarjo-Purworejo, 2007

Komentar

  1. Eva Putri Nuraenni1 Januari 2008 pukul 01.50

    Saya suka sekali pada puisi-puisi karya Ustadji Pantja Wibiarsa. Sebelas puisi karyanya itu merupakan puisi-puisi yang bagus dan romantis. Di samping itu dapat terasa pula kadar religius yang begitu halus. Membaca puisi-puisi Ustadji, kita diajak menikmati kehidupan, bahwa kehidupan ini akan terasa indah apabila kita selalu mengedepankan cinta dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang yang kental dengan ketakwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...