Langsung ke konten utama

Malam-Malam Ungu

Oleh : Indah Survyana

(1)
bunga bersabda pada ilalang, merapat
”bilakah dunia terhenti ?”
dibiarkannya kumbang berdesing mengitarinya
lalu angin ikut memainkan putik
”Tak ada yang pasti kecuali ketidakpastian”
”Tak ada yang abadi kecuali ketidakabadian”
semua terhenti
bulan pucat pasi
serigala melolong pada langit ungu.

(2)

malam-malam ungu pada bulan merah jambu
serasa kontras, bisu
lalu hilang jadi abu
karena takdir adalah tabu
untuk bicara tentang haru


(3)

disana, pengembara melepas pakaian
disana, di bukit waktu lalu
telanjang, hanya kulit melekat
ia berkisah pada langit ungu :
”pakaian hanya untaian kapas,
melekat sesakkan nafas,
ternyata telanjang itu bebas
nafas terlepas, tak lagi panas”

(4)

malam ungu merakit pekat
tak dibiarkannya kepastian merapat
hanya meraba yang mereka dapat
---badut-badut menyemai sesat
sebar benih di tanah lamat
panen sesat sepanjang abad
hingga malam benar-benar pekat

(5)

muda-mudi berdiri teguh
pada langit ungu kelabu
tangan kuat menggenggam
sebongkah mimpi basi
entah di telan fantasi surgawi
atau lelah pada janji-janji pasti
muda mudi bernyanyi menyalak
saat gali kubur sendiri

(6)

dia di singgasana
mereka yang tertawa
pesta pora menumpuk laba
dagang derita semesta


(7)
malam ungu di tanah berbatu
tak ada lagi yang melagu
kecuali lagu-lagu palsu
yang lain membisu
lalu berlalu
sekali lagi berlalu
ini malam ungu
setelah senja berlalu
lalu berlalu
sekali lagi berlalu

b e r l a l u ..............................sendu


Depok, 2007
-----------------------------------------------
Tentang Penulis :

Indah Survyana, alumni FIB UI angkatan 2002. Menyukai puisi dan prosa. Aktif di komunitas-komunitas puisi maya. Bekerja di KOMNAS HAM Indonesia. Penulis masih menetap di pinggiran kota Depok.
Email : indah@komnasham.go.id / indahsurvyana@gmail.com
Blog : http://indah_fib_ui.blogs.friendster.com/my_blog/

Komentar

  1. Fyuuhhh......ketemu disini......ffyyyuuhhhh....



    danoedan.blogs.friendster.com

    BalasHapus
  2. di puisimu
    ternyata, selain hitam
    malam
    juga punya warna baru
    ungu

    salam
    -rid-

    http;//ridsco02.multiply.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007