Langsung ke konten utama

Kekasihku 24: Mencatat Rindu

1
Musim belum juga berganti

2
benarkah kerling matamu tercipta oleh semesta jarak,
bilamana ia datang tanpa mengetuk pintu, berjinjit, kemudian
menyelinap dibalik rindu.

3
aku takut bertemu kau di pelabuhan kata
meski disana menyimpan gairah, tapi juga
tempat bermukim para hantu. Mereka suka
mencuri pesan-pesan kita, kemudian menukarnya
dengan kabut hitam dan jarum hujan.

4
rindu, benarkah adalah rasa cemasmu
hingga kau tak rajin lagi menungguku di ruang tamu
tempat kita dulu pertama kali bertemu
kemudian sepakat mengikat pilu

bukankah telah kukirim baju berbulu,
biar kau sibuk bercermin dan menyisir rambut ikalmu
dan tak lupa dimana letak bibir dan mataku,
tapi memang itu tak cukup ampuh buat menipumu,
dari kegemaranmu berburu api dan mencari namaku
ditumpukan asap.

5
kemudian kau membisikku,
“kapan kita akan bertemu lagi, aku tak mau
dipermainkan waktu hingga rambutku membiru”
“apakah jumpa melegakan kau dari nyeri rindu
yang membuat lubang didadamu terus membesar
dan aku harus menambalnya di setiap waktu,” balasku
kau pun mengangguk pelan.

Sidoarjo, Juni 2007

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007