Langsung ke konten utama

On Demand Publishing, Alternatif Baru Menerbitkan Buku

Puisi-puisi yang menggeletak di laci meja atau sudah mengembara
sekian lama di dunia maya, seringkali kesulitan ketika
ingin "Menjemput Kertas"/ dibukukan. Beberapa penerbit harus
berpikir puluhan kali untuk menerbitkan buku puisi mengingat
kenyataan di lapangan bahwa buku puisi memang tidak begitu laku.

Maka tak heran jika beberapa penyair kemudian merogoh kantongnya
sendiri untuk menerbitkan buku puisi. Ketika sudah terbit buku puisi
juga harus berjuang mati-matian di rak toko buku, merayu pembeli. Lalu bagaimana untuk penyair yang tidak mempunyai kemampuan
finansial yang mencukupi?

Memahami hal itu, ArusKata press kemudian mengusung sistem On Demand
Publishing, mencetak berdasarkan pesanan. Jadi semua buku yang
dicetak pasti dibeli. Prinsip ini bisa menjadi jalan tengah yang
saling menguntungkan.

Karena mencetak berdasarkan pesanan maka buku2 terbitan ArusKata ini
tentu saja tidak dipajang di toko buku. Semua pesanan via online.
Bagi penyair yang tertarik dengan sistem ini bisa melihatnya lebih
lanjut di

Buku perdana ArusKata yang baru saja di release adalah Buku Antologi
Puisi "Mengering Basah" karya Setiyo Bardono yang bisa dipesan di


Semoga system on-demand publishing ini bisa membantu penyair2 untuk
menerbitkan bukunya.

Salam Sastra

Setiyo Bardono
http://setiakata.multiply.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007